15. dalam peluk

225 24 0
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cahaya masuk secara berebutan. Kepalaku rasanya berat. Pertama kali yang ku lihat. Seseorang menyenderkan kepalanya di atas punggung tanganku yang terkulai lemah.

Bibirku mencuap-cuap tak jelas. "Aku mau pulang,"

Memori beberapa waktu silam berhasil membekas jelas di dalam kepalaku.

Dadaku mulai sesak lagi. Buru-buru dipanggilnya dokter. Akan tetapi, tanganku menahannya pergi. Aku tidak mau sendirian. Titahku. Tak terlawan. Dia duduk kembali.

Demikianlah dia menuruti mauku.

Kami berdua sama-sama bertukar pandang dan diam cukup lama. Perlahan ku rasakan kehangatan yang menjalar lewat tubuhnya yang menenggelamkan kepalaku.

"Nangis aja, kalau perlu pukul aku juga gak apa-apa," dia berkata dengan suaranya yang jelas. Ku rasakan tangannya yang membelai rambutku dengan lembut.

Seperti dugaanku. Tentu aku menangis lagi. Sepatah kata pun tak ada keluar dari bibirku yang pucat, terasa pahit bekas obat.

Dia masih membiarkanku membisu. Tak menuntut jawab apa-apa. Malam itu ku habiskan dengan menangis. Mengeluarkan emosi yang sudah diujung kerongkongan. Berharap bahwa semua adalah mimpi buruk.

///

next chapter:
pemberitahuan mendadak

D A L A M  P E L U KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang