27. keresahan

94 12 0
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bisa kurasakan lembut kain selimut membungkus tubuhku, yang tengah berbaring di atas tempat tidur. Kepalaku berat, ditambah dengan mataku yang sembab habis menangis, keadaanku bisa dinilai mutlak sangat kacau.

Setelah seharian kemarin menghabiskan waktu bersama teman-temanku, aku mengurung diri di dalam kamar. Sebetulnya, Kak Razita sudah memberitahuku soal kecemasan Fareza, tetapi waktu kemarin aku tak ada tenaga lagi untuk menemuinya. Pagi ini aku bisa mendengar suara bisik dari ruang dapur keringku yang tersedia di dalam kamar hotel.

Keningku mengernyit. Tak kusangka Fareza sudah ada di kamarku pagi-pagi. Dia masih seperti biasanya, penampilannya sudah rapi dengan pakaian santai, berikut dengan tataan rambutnya yang mengikuti gayanya sekarang.

"Kamu sudah bangun?" katanya.

Bukan menjawab, aku malah balik bertanya, padanya, "Sedang apa?"

"Minum dulu." Dia memberikan perintah sekaligus memindahkan gelas dari tangannya ke tanganku. Di gelas itu, sudah sengaja diisi air untuk kuminum.

Aku menurut. Kuhabiskan air di dalam gelas itu dengan dua kali teguk bersamaan dengan Fareza yang duduk di pinggir kasur dan memperhatikanku seperti kucing.

"Mata kamu bengkak banget," ucapnya setelah aku selesai menghabiskan air di dalam gelasku. "Kamu habis nangis?"

Aku diam lagi. Tak pernah rasanya aku merasa sebodoh sekarang.

"Daritadi aku tunggu di bawah, kamunya gak dateng-dateng," lanjutnya, "Kata Bang Faris, aku disuruh ke sini buat jemput kamu."

Ah, ternyata saudaraku sendiri pelakunya, pikirku. Aku bisa melihat mimik wajah Fareza yang khawatir dengan jelas. Kupaksakan seulas senyum untuk mengembang di wajahku. "Kamu kok jadi bawel banget sih, Rez?" Begitu responku.

Dia terkesiap. Sepertinya dia bahkan tak mengira kalau jawabanku akan seperti barusan. Bibirnya mengerucut perisis bebek, dia tampak kesal. "Kamu diperhatiin salah, gak diperhatiin juga salah.

"Maunya apa sih?" katanya.

Aku tertawa kecil. Kudorong tubuhnya untuk beranjak dari tempat tidur. Dia tak melawan, membiarkan aku mengusirnya lewat pintu.

"Aku mau mandi," kataku. Dia tak terima, tapi aku sudah berhasil mengusirnya dari dalam kamar. Pintu kututup dan Fareza benar-benar hilang dari padanganku.

Aku menghela napas. Dosa jenis apa lagi yang sekarang sedang kurancang? batinku di balik bintu.

///

bagian selanjutnya dalam cerita:
perbincangan malam

D A L A M  P E L U KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang