—
Aku pergi ke kamar Faris sesaat setelah tak berhasil menemukan Zahra di mana pun. Jangan-jangan dia kabur, pikirku. Bukannya mendapat jawaban keberadaan adiknya, aku malah mendapat semprotan khas dari mulut calon saudara iparku.
"Kenapa tanya gua sih?" Nada suaranya tinggi, wajahnya ikut panik, aku tidak berani lagi memberikan informasi yang kupunya pada Faris sekarang. Tak lama setelah perdebatan singkat dengan calon keluargaku, seseorang yang kukenal sedikit akrab keluar dari pintu tertutup di belakang Faris.
Dia Razita, istri Faris, sekaligus sahabat dan kakak ipar dari Azzahra, calon istriku. "Zahra lagi diajak sama anak-anak pergi," katanya, "Ini aku mau nyusul."
Garis wajah Faris sedikit mengendur. Aku bisa merasakan hawa kelegaan besar dari helaan napasnya yang panjang, pun aku melakukan hal sama persis sepertinya.
Beberapa menit setelah berbincang sedikit, aku juga memutuskan untuk segera berpamitan, dan menitipkan tanggung jawab hotel pada Faris. Awalnya, ia tak membiarkan. Dia mengatakan kalau Azzahra juga butuh waktu bersama teman-temannya sebelum menikah.
Aku mengernyitkan wajah. Tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Faris kepadaku barusan. Kujelaskan sedemikian rupa alasan kenapa aku harus pergi dari sana. Kuputuskan untuk segera berpamitan untuk mengejar waktu. Dari wajahnya, aku sudah tahu apa yang ada di kepala Faris sekarang.
Entah aku salah kira atau bagaimana. Aku bisa melihat raut wajah Razita, pun sama menakutkannya dengan ekspresi Faris sehari-hari.
///
bagian selanjutnya dalam cerita:
keresahan
KAMU SEDANG MEMBACA
D A L A M P E L U K
Short Story[✔️ ] Aku pernah dikecewakan. Melepasmu pergi. Membiarkan kesempatan memilikimu selamanya hilang. Sebab, kamu berhak memilih. Aku tidak bahagia dengan keputusan itu. Maka dari itu, aku berlari pergi. Lalu kemudian, kamu datang di saat seseorang jug...