5. HIS WRATH

344 54 70
                                    

Selamat membaca

.

.

.

'Bahkan dia merona."

Segelintir bisikan itu mengundang senyum miring dari Taehyung, rencananya yang lain berjalan mulus. Dan Jungkook tak menyadarinya.

*Cekrek*

***

Dua gelas di atas meja ruangan itu masih sedikit mengepulkan asapnya. Anehnya, si empu teh hangat itu tak nampak barang sehelai rambutnya. Gelas-gelas itu diam teronggok begitu saja di pusat bangunan tua, berbincang dengan angin dalam diam di atas meja.

"Arrrggh!!!" Erangan terdengar dari salah satu ruangan di gedung itu.

"Katakan lagi!"

"Tidak! Tidak mau!" kedua lengan itu tersilang di depan wajahnya yang sudah memerah. Sakit punggungnya tadi pagi saja hanya membaik sedikit.

"Ayo bangun. Aku tahu kemampuanmu tak hanya segitu!" Marah dan kesal itu terpancar jelas di sorot matanya. Kakinya melenggang pergi menempatkannya pada posisi bersiap kembali. Aura dominan itu memancar dari setiap inci pori-pori kulitnya.

"Ampun hyung, meskipun aku yang terbaik, kau jauh diatasku!" Jungkook mencoba bangkit dengan payah. Setelah mampu berdiri dia memasang kuda-kuda dengan telapak tangan bertumpu pada lutut.

"Apa sih salah ku? Hah Hah Hah."

Saat pulang tadi, mereka masih baik-baik saja, rasa kesalnya pada Taehyung sudah mereda. Mereka duduk bersama bahkan menyeduh teh untuk berbincang, melapor maksudnya. Sepersekon bibir Jungkook terkatub setelah usai melaporkan kondisinya dan kondisi gadis itu -adik perempuan dari tuan yang dilayaninya ini- Taehyung lantas bangkit memerintahkan Jungkook untuk mengikutinya. Dan disinilah mereka, ruang latihan khusus mereka di gedung tua. Hampir empat atau lima jam mereka disini, bahkan Jimin dilarang masuk ke ruang latihan untuk menghentikkan mereka.

"Hyung, ampun!! Kita bisa bicarakan ini baik-baik kan??" Kondisinya yang kurang baik sejak pagi tak memberinya keadilan saat menghadapi amarah Taehyung yang seperti ini. Dari semua anggota pasukan khusus hanya dirinya yang mampu mengimbangi Taehyung. Tapi harimau itu akan semakin menggila saat marah.

"Sekali Lagi! BANGUN!" Lagi dan lagi, gila Jungkook ingin menyerah, tapi dia tak bisa membiarkan yang lain menjadi sasaran. Lagi dan lagi Jungkook bangkit, wajahnya tak lagi hanya memerah, ujung bibirnya sobek, pelipisnya lebam dan sobek, tubuhnya? Jangan ragukan lagi, perutnya terasa kram untuk digerakkan, sepertinya akan membiru.

***

"Hah Hah Hah Hah...."

Dua onggok tubuh itu akhirnya tumbang ditengah ring. Yang satu masih tampak sedikit lebih baik dari si babak belur satunya. Jungkook cukup bersyukur camp nerakanya sudah berakhir. Dari awal pertandingan saja sudah tak imbang, tapi hasilnya cukup memuaskan Jungkook, mereka seri, sama-sama babak belur. 'kalah jadi abu menang jadi arang' ingat!

"Maafkan aku, Jungkook-ah."

"Hahhh.... tak apa hyung, kenapa kau seperti ini? Kau marah padaku karena menginap di rumah Lisa?" itu hipotesa yang dapat ditariknya mengingat usai dia melapor tanpa sepatah kata pun Taehyung bangkit, menghajarnya habis-habisan diruang latihan.

"Aku..." Setetes air mata itu jatuh dari sudut matanya yang terpejam tertutup lengan besarnya, "Aku makin merasa gagal menjadi kakak, kenapa kita tidak mencarinya disana dahulu? Kenapa kita terlalu lama menemukannya? Dia menderita sendirian disana Jungkook-ah, sedangkan aku hidup nyaman sendirian disini. Dia harus bekerja dengan tubuh kurus itu? Aku disini hanya duduk dan semua tersaji di depanku. Dia seorang gadis di dunia yang seperti ini Jungkook-ah. Kenapa dulu ayah dan ibu tidak membawaku saja?" Ahh dia kecewa pada dirinya sendiri dan Jungkook menjadi pelampiasan. Juga ucapan sang Nenek tadi pagi menghancurkan mood-nya dan ditambah laporan Jungkook yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan kepala dingin.

LIKE A MOVIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang