Selamat membaca
.
.
.
"Jadi, mm... Jimin-ssi namamu kan?" Chaeyoung ragu apakah ia benar menyebutkan nama laki-laki yang sedang mengemudi disampingnya ini. Ia juga melupakan nama orang yang tadi bersama Lisa.
"Ya, itu namaku, jadi berhenti memanggilku pendek, nona tupai." Jimin masih dongkol dengan sebutan yang diberikan gadis ramping yang duduk dengan canggung di bangku penumpangnya.
"Maafkan aku. Habisnya kau mengendap-endap, aku kan jadi takut. Tadi malam seperti itu juga."
Ckiiittt
Jimin mengerem mobilnya tiba-tiba, mereka mungkin terpental keluar jika tak mengenakan sabuk pengaman dengan benar. Ia lantas menepikan mobilnya pelan-pelan, bersyukur jalanan lengang sehingga tak ada tabrakan beruntun.
"Kau ingin mati? Mati saja sendiri! Aku belum mulai debut dan kau sudah mau mengajakku mati?!" Nada tinggi Chaeyoung menggema di telinga Jimin. Mereka bersebelahan dan gadis itu menggunakan telinganya menjadi mic.
"Maaf, Kau duluan yang membuat jantungku melompat duluan!" Ia tak sepenuhnya salah. Kalimat yang dilontarkan gadis disebelahnya membuat dirinya berdebar.
"Jelaskan maksud perkataanmu tadi!" Jimin melepas seatbelt dan mematikan mobil. Mengubah posisi duduk menyamping untuk memberi atensi penuh pada apa yang akan diucapkan gadis disebelahnya.
"Debut? Maaf aku tak bisa memberitahumu kapan." Tangan gadis itu terlipat didepan dada. Memalingkan wajah. Jimin membeo, siapa yang debut?
"Debut? Bukan! Tadi malam bagaimana? Ada yang masuk sebelum dirimu atau setelah kau didalam?" Jimin mencengkram bahu kurus itu, menariknya untuk menghadap pada dirinya dan berbicara serius.
"T-tadi m-maalam, pintunya sudah terbuka bahkan sebelum aku masuk." Chaeyoung memejamkan mata. Sorot mengintimidasi didepannya sangat menakutkan.
"Dan kau menginap di sana?" Chaeyoung menggeleng. Jimin melepas cengkramannya, menyugar rambut abu-abunya kasar. Dia bisa gila jika begini. Firasatnya buruk.
"A-aaku t-tak berani menginap disana. Lisa tak pernah membiarkan pintunya tak terkunci meskipun ia didalam." Pintar. Gadis lemot ini cukup pintar menyikapi keganjilan dirumah kawannya. Tapi mereka tadi pagi tak menemukan apa-apa.
"A-aku k-kembali kesana tadi pagi, aku mengecek rumah, ternyata sudah dikunci, kupikir Lisa didalam. Ternyata masih kosong. Aku menemukan celana dalam laki-laki yang rupanya milik temanmu dan akhirnya kau datang dan kita beradu tadi." Jimin sedari tadi memejamkan mata, menyandarkan punggungnya. Mendengarkan semua penjelasan gadis disampingnya sembari memikirkan jalan keluar. Ia tak boleh gegabah.
"Kau sudah memberitahu siapa saja?"
"Aku belum mengabari siapapun, aku tak ingin Lisa celaka."
"Maksudmu?" Jimin menegakkan tubuh. Jika Chaeyoung temannya saja berkata seperti ini, sudah berapa kali Lisa mengalami ini?
"A-aah,, maksudku... A-aku tak tahu apakah aku bisa memberitahumu ini. A-aaku... A-aantar aku ke agensiku sekarang! Aku sudah terlambat." Kebimbangan Chaeyoung sirna begitu saja setelah melihat jam tangannya saat berfikir untuk mengalihkan topik.
"Kita tidak akan kemana-mana sebelum kau memberitahuku semuanya nona Park!" Jimin menatap tajam dan menghentikan gerakan kecil penuh kegelisahan Chaeyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE A MOVIE
FanfictionLisa tak menyangka jika hidupnya akan menjadi layaknya drama di televisi. . . cerita ini beralur lambat, lebih lambat dari siput tetangga, harap bersabar karena mungkin satu part tidak menyelesaikan satu masalah atau malah menambah masalah