Selamat membaca
.
.
.Ketenangan sudah lama di hapuskan dari kamus kehidupan seorang Kim Taehyung. Ia bahkan lupa kapan ketenangan memenuhi hatinya. Semua yang ia ingat hanya tentang bagaimana menjadi sempurna dan cakap dalam banyak hal. Mencoba memenuhi ekspektasi yang ditetapkan sang nenek setelah sang ayah gagal memenuhi semua ketentuan wanita yang telah melahirkan dan memberikan takdir hebat padanya itu.
Taehyung bahkan hampir lupa seperti apa sebuah senyuman hangat nan tulus. Semua yang dilihatnya hanyalah ubun-ubun orang-orang yang membungkuk hormat padanya. Meski sejak lahir dan bahkan belum paham jika pipis itu harus di toilet pun orang-orang sudah memberi hormat padanya, tapi Taehyung tak ambil pusing. Toh, orang-orang itu hanya menghormati sang ayah dan karena ia putra ayahnyalah ia dihormati sedemikian rupa. Belum lagi, kini, ialah calon pemegang kekuasaan tertinggi negaranya.
Taehyung jadi memahami jika hidupnya sudah ditentukan bahkan sejak sebelum ibu dan ayahnya menikah. Ketenangannya hilang setelah ia mengerti bagaimana mengeja huruf. Guru dan tutor datang silih berganti. Hidup Taehyung monoton dan ia jalani bersama dengan rival sekaligus role model-nya. Hingga wanita yang ia panggil 'Eomma-mama' memberinya gelar baru sebagai seorang kakak.
Ia kira, semua kebahagiaan baru yang ia rasakan selama lima tahun tak akan hilang begitu cepat. Lily-nya hilang bersamaan dengan meninggalnya kedua orang tuanya. Di jalanan ini, jalan di mana Lisa menangis dalam tidurnya.
Hati Taehyung remuk redam, tak tahu bagaimana untuk menenangkan gadis yang berstatus adiknya itu. Hanya usapan lembut di punggung yang ia peluk yang mampu ia berikan.
Ekor matanya beberapa kali sempat bertemu pandang dengan mata cantik yang kerap mencuri pandang dari rareview-nya.
"Menyetirlah dengan benar, Kim Jisoo."
Kuku cantik hasil perawatan salon mahalnya patah, menerima akibat dari pemiliknya yang terus menggigit satu bagian itu tanpa henti. Bahkan kakinya kali ini tak luput menjadi korban atas kegundahan hatinya. Menopang dan membawa tubuhnya ke mana pun di dalam ruangan kerja miliknya.
Tak tenang, sebuah kata yang dapat menggambarkan bagaimana dirinya saat ini. Praduga dari laporannya menjurus pada tindakan berbahaya yang telah dilakukan oleh keluarga kerajaan. Jika dugaannya benar, Negaranya akan mengalami guncangan hebat. Bahkan mungkin, bisnis keluarganya tak akan mampu mempertahankan negaranya dari krisis yang pasti melanda kala masalah itu keluar.
"Ini gila." Racaunya, "Ani, kau harus berpikir tenang, Kim Jisoo."
"Apa yang membuat Presiden Direktur hebat kita ini tampak kacau seperti ini, hm?" Suara berat penuh wibawa memecah keruwetan pikirannya.
"Oppa!" Panggilnya penuh semangat.
"Apa yang kau pikirkan?" Tanyanya lagi.
"Ini gawat."
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE A MOVIE
FanfictionLisa tak menyangka jika hidupnya akan menjadi layaknya drama di televisi. . . cerita ini beralur lambat, lebih lambat dari siput tetangga, harap bersabar karena mungkin satu part tidak menyelesaikan satu masalah atau malah menambah masalah