Part 17

105 77 13
                                    

Happy Reading♡

***

Drrt...drrt

Ponsel Alina berdering sebuah telfon masuk dari Mita.

'Hallo, kenapa?'

'Lo ke Kafe Cateria sekarang!'

'Ngapain?'

'Lo gak usah banyak nanya sekarang, mending lo cepat kesini.'

'Oke oke gue ke situ sekarang.'

"Kenapa sih ni anak nyuruh ke sana dadakan gini?" Gumam Alina.

Alina segera pergi ke Kafe Cateria, ia sangat penasaran dan khawatir kenapa Mita tiba-tiba menelfonnya lalu menyuruhnya agar cepat ke sana. Sampai-sampai ia mengemudi mobilnya dengan sedikit ngebut.

Alina kini sudah sampai di kafe dan sedang memarkirkan mobilnya. Kemudian ia turun dan langsung menghampiri Mita yang berdiri menunggunya di depan pintu masuk kafe.

"Na, di dalam lagi ramai dan gue liat Agra sama teman-temannya lagi debat sama Genta."

"Debat? Kok bisa?"

"Gue gak tau soal apa?"

"Terus mereka, gimana?"

"Kita masuk aja, tapi lo jangan langsung nyelonong aja ya ke mereka." Saran Mita.

Alina mengangguk lalu mereka segera masuk ke dalam kafe.

Alina melihat pengunjung yang ramai sedang menonton perdebatan yang berada di tengah-tengah kerumunan. Dan ternyata ada Vika, Amanda juga di sini. Alina memerhatikan ke arah dua gerombolan sahabat itu yang sedang berdebat di tengah-tengah kafe.

Awalnya Alina hanya ingin menonton perdebatan itu. Ia tidak ingin mencampuri urusan mereka. Membiarkan dirinya memantau perdebatan itu dari sini saja sekaligus mendengar apa saja yang mereka perdebatkan.

Tapi, tiba-tiba Alina memandang seorang cewek yang maju ke depan Agra. Gadis itu sangat ia kenal, dan gadis itu juga yang selalu membuatnya curiga akhir-akhir ini.

"Loh kok dia bisa sama Genta?" Tanya Mita heran.

"Apanih, kenapa tuh cewek gabung dengan Genta?" Tanya Amanda yang juga heran.

"Kok Dea malah berpihak ke Genta sih?" Tanya Vika.

Lain halnya dengan Alina yang hanya diam memerhatikan apa yang akan gadis itu lakukan. Ia tidak heran melihat Dea yang berpihak pada Genta karena ada hal yang Alina sudah tahu tentang Dea.

Benar-benar penghianat. Batin Alina.

Perhatian Alina seketika tak terfokuskan ketika mendengar omongan gadis itu menyebut namanya. Sontak hal itu membuatnya sedikit emosi. Mau tidak mau Alina harus ikut campur sekarang.

"Na, lo gak usah ikut campur!" Cegah Amanda dengan memegang pergelangan tangan Alina.

"Lepasin gue Mit, gue harus ke sana."

"Tahan emosi lo, Na. Jangan sampai lo yang kenapa-napa." Cegah Mita.

"Gue bilang lepasin gue. Gue gak bisa tinggal diam liat mereka kayak gitu. Kali ini gue harus ikut campur. Kalian tenang aja gue bisa jaga diri kok."

"Oke, kalau itu mau lo." Pasrah Mita.

"Emang pemberani tuh anak." Gumam Amanda.

Di lain tempat yang di mana perdebatan itu terjadi, seorang gadis maju ke depan dengan tangan yang dilipat depan dada.

"Gue gak nyangka lo hianatin kami lagi, Dea." Ucap Naya dengan menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Lo benar-benar licik Dea. Kita sangka lo tuh udah berubah. Ternyata lo munafik!" Sahut Ussy.

Gadis itu adalah Dea. Dari pertama gabung kembali dengan Arvano dan teman-temannya, ia sebenarnya memang sudah mempunyai rencana. Dan ia juga yang memberitahukan pada Genta kalau Agra mempunyai seorang kakak perempuan.

"Gue juga munafik gara-gara lo semua tau gak! Justru yang gue heran, kalian itu punya otak yang cerdas, tapi kenapa bisa lo semua tertipu dengan kepalsuan gue." Ucapnya dengan terkekeh angkuh.

"Cewek grazy." Cibir Dion.

"Gue cuma pengen dekat dengan Arvano kembali, tapi lo semua ngelarang gue untuk berkomunikasi sama Arvano. Dan ternyata Arvano udah punya gebetan." Ucap Dea sembari berdecih.

"Karena kita tau sifat lo yang centil ke Arvano, makanya kita ogah deketin lo lagi!" Sahut Juna.

"Seharusnya lo bisa sadar diri dari awal kalau kami gak suka lo berhubungan lagi sama Arvano, apalagi sampai balikan." Timpal Ussy.

"Justru lo bersyukur kami bisa nerima lo kembali. Tapi apa, lo lebih dari kata munafik." Ucap Arsen yang sangat geram dengan kelakuan Dea.

"Terserah lo semua mau bilang apa. I don't care. Gue malah bersyukur karena gue berhasil buat kalian semua masuk ke permainan gue." Ucap Dea dengan senyum meremehkan.

Arvano yang sedari tadi diam kini maju ke depan Dea.

"Ohya? Permainan lo hebat banget ya sampai bikin kami semua gak sadar sama kemunafikan lo. Apa waktu lo ngajak gue balikan dan lo nangis itu air mata munafik juga?" Jeda Arvano. "Dea Dea itu alasan gue gak mau jalin hubungan kembali dengan cewek yang penuh dengan kepalsuan. Itu sama sekali bukan tipe gue. Dan asal lo tau kami juga bersyukur karena udah tau sifat asli lo. Ingat Dea ada hukum alam yang berlaku." Ucap Arvano panjang lebar.

Ucapan cowok itu seketika membuat dada Dea sakit. Ia menyadari kalau ia memang munafik, tapi air mata yang ia keluarkan saat di taman itu bukanlah kepalsuan. Ia benar-benar sangat berharap kepada Arvano untuk bisa menerimanya kembali dan menjalin hubungan yang lebih baik dari sebelumnya. Jika hal itu terjadi maka akan membuat Dea menjadi dirinya yang lebih baik. Namun kenyataan tetap kenyataan, ia harus menerima penolakan dari Arvano.

"Hei bro jaga ucapan lo. Dea juga udah bukan tipe lo kok." Bela Genta.

"Cih. Liat tuh lo dibela sama pacar, eh selingkuhan." Ucap Arvano dengan santai.

"Bangs--"

"Santai bro. Gue ngomong sesuai fakta kok." Bela Arvano dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Tapi, bisa kan gak usah buat adek gue sakit denger omongan lo. Asal lo tau, Dea nangis karena memang ia berharap banget sama lo supaya lo bisa nerima dia kembali. Itu tulus, Arvano." Ucap Reynand membela adiknya.

Reynand yang sedari tadi hanya diam kini membela Dea karena melihat gadis itu merasa dipermalukan. Dea memang tulus, tapi Reynand juga tau putusnya hubungan mereka diakibatkan dari Dea sendiri. Ia mengatakan itu karena biar bagaimana pun Dea adalah adiknya, dan ia sebagai kakak harus bisa menjaga adiknya. Itu pesan orang tuanya.

"Meskipun tulus gue juga gak peduli."

Mendengar ucapan Arvano membuat Dea tertawa getir. "Lo gak peduli karena lo udah punya gebetan. Apa lo gak nyadar gebetan lo kayak gimana?"

"Maksud lo apa? Gak usah bawa-bawa dia." Ucap Arvano yang mulai sedikit emosi.

Dea mengabaikan pertanyaan Arvano barusan. Kini ia beralih menatap Agra.

"Dan lo Agra, kakak lo si Alina itu murahan. Kok mau aja ya dia diajak dinner sama Genta. Terus pake milih Reynand segala lagi."

Baru saja Agra ingin manyahut, tiba-tiba terdengar suara seorang gadis yang sangat ia kenal dan membuat mereka semua langsung menoleh ke arah gadis tersebut.

Jangan lupa Vote&Komen♡

ALINA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang