33

561 56 1
                                    

Malam ini mereka apel sebelum keberangkatan. Setelah apel malam mereka berangkat ke bandara dengan bus Akademi Angkatan Udara. Sebenarnya mereka bisa saja lewat belakang, tapi karena ini perjalanan ke luar negeri jadi mereka harus mengikuti prosedur yang ada.

Setelah boarding mereka menunggu di ruang tunggu. Masih tersisa waktu satu jam sebelum keberangkatan. Tadi saat sampai di infokan bahwa penerbangan JOG-SIN akan delay.

Diperkirakan mereka akan sampai pukul 11:30 malam. Sekarang para taruna bisa istirahat dulu. Tentunya mereka menjadi pusat perhatian karena seragam yang dipakai. Tapi untungnya tidak terlalu mencolok karena mereka pakai jaket, tapi tetap saja sih.

Aliza sedang menikmati pemandangan di depan, memandang pesawat dalam gelapnya malam. Beberapa saat kemudian ada seseorang yang duduk di sampingnya. Awalnya Aliza berpikir itu teman temannya, tapi kenapa mereka tidak bicara sama sekali? Akhirnya dia melirik samping kirinya.

"Jangan sering ngalamun nggak baik."

"Aku rasa cara ini yang paling nyaman, Bang"

Abang. Yap! Panggilan Aliza untuk abang sepupunya, siapa kalau bukan Vano? Masih ingat orang ini kan? Abang paling sibuk yang hanya sesekali bertemu Aliza. Padahal jelas mereka satu Akademi, ditambah sekarang mereka satu kelas pula. Tapi ntah Allah selalu punya cara untuk tidak mempertemukan mereka.

"Aku kangen dia, Bang. Apa dia baik baik aja di sana. Gimana keadaannya, apa dia makan teratur. Udah lama nggak berkabar, dia super sibuk." jelas Aliza tanpa menoleh ke arah Vano

"Kangen hal wajar kok, dek. Hal yang manusiawi, tapi kalau kamu nggak coba mulai ngomong 'kangen' ke dia gimana dia tahu?" Kata Vano sambil melihat adiknya intens

Aliza memberanikan diri melihat ke arah Vano yang masih menatapnya. Aliza berusaha untuk tidak menangis, tapi matanya memerah. Vano yang melihatnya jadi tidak tega, selama ini Aliza adik yang dia kenal sangat kuat, hari ini dia melihat sosok Aliza yang berbeda.

"Kalau mau nangis luapin aja ya? Biar kamu lega, jangan pedulikan apa kata orang. Ada saatnya kamu rapuh."

Vano memegang pundak Aliza yang mulai bergetar, tapi dia tetap tidak menangis. Vano mengelus pundak Aliza, berusaha memberi kekuatan. Dia ingin memeluk adiknya ini, tapi dia takut jika ada rumor miring tentang mereka.

"Udah gapapa bang. Abang bisa balik ke temen temen."

Vano menggeleng, "Nggak bisa, kamu masih kayak gini kok. Luapin aja ya? Biar lebih tenang."

Aliza tetap kekeuh untuk mengusir Vano, dia tidak mau terlihat lemah sekarang. Apalagi teman temannya akan kesini sebentar lagi. Vano kesal bukan main, apa perempuan selalu begini?

Vano mulai mengotak atik WhatsApp-nya untuk menghubungi seseorang. Panggilan pertama tidak terjawab, panggilan kedua juga tidak dan panggilan ketiga.

"Halo Van, gimana?"

"Siap! Izin bang. Ada yang ingin berbicara dengan abang."

Orang yang di video call nampak mengerutkan alisnya sejenak. Lalu Vano mengubah kamera depan menjadi belakang, terlihat Aliza sedang melihat lurus kedepan.

(btw gais Vano pake earphone ya, jadi Aliza ga tau siapa yang nelpon)

"Matanya kayak habis nangis tuh."

"Siap benar bang."

"Kenapa dia?"

"Sepertinya lebih baik abang yang hubungi langsung."

Orang itu langsung menutup panggilan Vano dan menghubungi Aliza langsung. Aliza yang terkejut dengan suara ponselnya langsung mencari keberadaan ponselnya.

Abang Tarunaku (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang