Surat

98 3 3
                                    

-Thoriq-

[From: Aqila
To: Orang yang kepo sama surat ini (Namanya ada di isi surat)

DOR!!! Cieee, yang pingin banget dapet surat cinta dari gueee. Sok kecakepan, lu! Ngaca sonoh!

PS: Surat gue khusus buat elu! Iya, yang pegang dan baca surat ini pertama kali. Jangan diover ke orang lain, ya! Awas aja, lu!? Gue bikinnya sepenuh hati tau! Wkwkwk]

Begitulah 'surat cinta' yang saya dapat. Memang sudah tradisi yang entah dari kapan surat menyurat ini ada pada masa MPLS sekolah, surat beramplop hitam adalah surat benci, dan surat beramplop merah muda adalah surat cinta. Kami sebagai panitia MPLS mengumpulkan surat itu ke dalam dua kotak, lalu menyortir sesuai nama tujuan untuk dibagikan. Kebetulan saya dan Winda bertugas jadi tukang pengantar surat. Winda membagi surat benci dan saya surat cinta. Ada satu surat yang membuat saya penasaran, tak ada yang spesial dari amplopnya, hanya saja nama tujuan surat itu yang unik. Jadi saya ambil, toh tak ada nama pasti untuk siapa. Dan ternyata isinya cukup membuat saya jengkel.

"Ada yang dapat surat benci dari Aqila nggak disini?"

Di ruang OSIS ini panitia yang memiliki banyak surat dari para adik kelas sedang membacanya satu persatu, makanya saya berani bertanya demikian. Jika saya dapat surat cinta dari Aqila Aqila ini, lalu siapa yang dapat surat bencinya?

"Gue, nih!"

Galuh berteriak sambil mengacungkan amplop hitam yang belum di sobek.

"Coba baca isinya, Gal!"

Galuh menuruti, lalu membacanya dengan suara lantang hingga orang-orang fokus padanya.

[From: Aqila
To: Orang yang kepo sama surat ini (Namanya ada di isi surat)

Gak usah ngarep dibenci sama gue, deh! Dosa lu udah banyak! Setan aja mau temenan sama lu! Cepet tobat sonoh!

PS: Surat gue khusus buat elu! Iya, yang pegang dan baca surat ini pertama kali. Jangan diover ke orang lain, ya! Awas aja, lu!? Gue bikinnya diskusi sama malaikat Rokib-Atid! Wkwkwk]

"Anjir!"

"Tolong dijaga bahasanya Galuh."

Sepertinya dia juga merasa jengkel, terlebih semua orang di ruangan ini menertawakannya.

"Si Aqila yang mana sih anaknya? Kok pengen gue tabok, ya!"

Lagi-lagi ruangan dipenuhi gelak tawa.

"Tabok diri lu sendiri kali, bener tuh kata si Aqila, cepet tobat sonoh!"

Nauval menimpali, disusul riuh ricuh yang lainnya.

"Temen-temen, tolong dicek siapa mentor dan kelas yang ditempati Aqila ini, kayaknya yang menang dan bakal dibacain surat bencinya di lapang nanti punya dia, deh! Setuju, gak?"

Dian menyuarakan keinginan saya, juga keinginan semua yang ada di ruangan ini, karena mereka dengan antusias langsung berkoar sepakat. Ternyata dia di gugus 8 mentornya Alan dan kawan-kawan.

"Kalo si Galuh dapet surat benci, siapa yang dapet surat cintanya?"

Alan bersuara setelah tahu anak asuhnya jadi sorotan, dan spontan semua mata melihat saya. Sepertinya saya juga tidak bisa mengelak, kenyataan tadi menanyakan surat benci buatan Aqila secara terang-terangan.

Kenapa juga saya spontan seperti itu?

Saya mengangguk mengaku, lalu semuanya kembali tertawa. Jadi begini rasanya ditertawakan.

ROTI PANGGANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang