Ka(k)el

14 2 2
                                    

Halo!

Biar aku perkenalkan orang yang di sebrang itu, yang sudah sembunyi-sembunyi aku tatap selama lima menit dari balik buku matematika kelas XI. Namanya Kael. Kakak kelasku dua tingkat. Alias dia kelas dua belas. Dan aku menyukainya. Sangat.

Sebagai anak rutinan masuk UKS setiap upacara hari Senin, teman-teman sekelas, juga wali kelas sudah memberi izin khusus bagiku untuk tidak mengikuti upacara. Tapi kalau yang piket ngangkat tandu adalah Kael, aku rela pingsan berkali-kali. Sampai Kael capek dan tetap di sampingku.

Tapi tidak pernah terjadi, Kael sudah jarang piket dan fokus pada kelulusannya nanti. Lalu kenapa aku begitu menyukainya? Karena saat masa orientasi dulu, orang pertama yang mengangkat tubuhku ketika pingsan tanpa tandu, menungguku sampai siuman, lalu bertanya, "Kamu nggak apa-apa? Masih pusing? Minum dulu teh angetnya," adalah Kael.

Aku tidak pernah mendapat perhatian seperti itu, bahkan dari orangtua sendiri. Mungkin juga Kael begitu karena ia anak PMR yang sedang menjalankan tugas. Tapi semakin lama aku memperhatikan dirinya, perasaan ini muncul tanpa bisa aku bendung.

Dia selalu menyapaku jika tak sengaja bertemu di kantin, di lorong, di lapang, atau ketika ujian semester. Aturan sekolah ini jika sedang ujian, kami akan dicampur dengan kakak kelas. Kebetulan sekali aku bergabung dengan kelas Kael dan satu meja dengannya! Membuatku tidak fokus mengerjakan ujian karena wangi parfumnya yang maskulin, atau wajah seriusnya memecahkan soal.

"Sudah selesai? Atau ada yang susah?" Katanya ketika aku tertangkap basah memerhatikan dia. Aku gelagapan sampai menjatuhkan pensil, dan dia hanya tersenyum seraya menyodorkan isi pensil mekanik, "Kalau ada yang susah boleh tanya kakak," senyum lagi.

Mungkin saat itu seluruh ruang jantung sudah aku serahkan secara sukarela untuknya. Aku tidak bisa melihat laki-laki lain karena Kael.

Dia bukan laki-laki superior yang seluruh sudut sekolah mengetahuinya. Atau laki-laki seperti tokoh fiksi yang tampan, berwibawa, atau berkharisma.

Bukan.

Kael hanya Kael. Anak PMR yang ramah juga sopan ke semua orang, yang jika ia tersenyum ceruk di kedua pipinya muncul, yang suka jajan siomay pakai pilus dan timun banyak, yang suka numpang tidur di perpustakaan pakai buku sebagai alasnya. Seperti saat ini.

Aku rela menghabiskan jam istirahat hanya untuk duduk sejauh tiga meja darinya dan tidak melakukan apa-apa. Hanya melihat wajah Kael yang terlelap. Hanya itu. Waktu ini seperti milikku.

Tapi bagaimana jika Kael sudah tidak di sekolah ini?

Seketika perasaan was-was dan khawatir menghampiri. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hari-hariku di sekolah tanpa Kael. Sampai ketakutan-ketakutan itu pudar karena Kael sudah pindah duduk di hadapanku.

"Keana? Kan?" Ucapnya sambil memiringkan kepala.

"An.. Ana," jawabku sesak, "Panggil Ana aja kak."

Aku sibuk menenangkan gemuruh jantung.

"Oke, Ana." Senyumnya muncul, "Suka ngadem di perpus juga?"

"Nggak, ini lagi baca buku."

"Tapi bukunya kebalik dan kamu masih kelas sepuluh."

God, kenapa aku selalu tampak bego dihadapan Kael?

Dia terkikik melihatku menurunkan buku dan melipatnya rapih. Aku ingin menghilang saat ini juga.

"Kamu suka sama aku?"

"Hah?!"

Rasanya jantungku sudah menggelinding di lantai. Terjun bebas seketika.

"Aku juga suka kamu kok. Jadi gak usah malu-malu liatin aku dari jauh," Ia menatapku yang melotot tak percaya, masih dengan senyum berceruk ia menaruh kembali buku sebagai alas kepala, dan berkata, "Liatin dari deket aja, tapi jangan berisik."

Setelah lima detik jantung kembali berfungsi, aku berbisik di telinga Kael, "Kakak ngelindur?"

Dia menggeleng.

"Kakak beneran suka aku?"

Dia mengangguk.

"Dari kapan?"

"Dari dulu."

Aku masih ingin bertanya tapi Kael menggenggam tanganku dan berkata, "Aku ngantuk, nanti dijelasin alasannya, tapi sekarang jangan ganggu dulu ya pacar."

Kurasa sudut bibirku sudah menyentuh telinga. Senyum yang paling tak bisa aku kontrol dengan debar gemuruh detak dan desiran panas merambat di wajah.

Oh, begini ya rasanya cinta berlabuh.

-FIN-

ROTI PANGGANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang