Hari pertama masuk sekolah dan aku seneng banget. Kenapa? Karena aku bisa ketemu Nara lagi!
Selama libur kemarin tidak ada kesempatan untuk melihatnya. Dia keluar beli bubur langganan aja nggak. Kata mamahnya sibuk di sekolah jadi panitia MPLS. Yah, namanya anak OSIS kerjaannya begitu pan.
"Damar! Pakai dasinya!"
Akhirnya aku dengar lagi suara itu. Suara nyaring yang selalu menggagalkan aku memasuki gerbang.
Aku tersenyum melihatnya dan menepi.
"Sebenernya aku gak bisa pasang dasi, Ra." Kilahku seraya membetulkan posisi dasi dari lilitan di tangan ke leher.
Dia berdecak, "Sini!" Tangan lentik itu mengambil kasar dasiku, membuka kerah bajuku, dan mengalungkan dasinya di sana.
Aku membeku.
Melihat wajah cantik Nara dari jarak sedekat ini. Ya Tuhan, kebaikan apa yang aku perbuat kemarin? Sampai salah satu bidadari-Mu menghampiriku?
"Lihat tutorial di YouTube juga ada. Jangan jadi manusia goa, deh!"
Nara itu wakil ketua OSIS di sekolah, hobinya memang marah-marah, tapi ada satu momen dimana hatiku tercuri olehnya.
Saat itu kita berdua kesiangan masuk sekolah. Dia sih yang kesiangan. Kalau aku malah kepagian jam segitu tuh. Wajahnya pucat banget. Mungkin itu pertama kali dia datang terlambat.
"Mau aku bantu?" Dia terkejut mendengar suaraku, aku susah payah menahan tawa. "Ada pintu kecil di belakang pagar sekolah, kamu bisa lewat sana dan masuk kelas. Aku tunjukkin jalannya. Ayo!"
Dia mengekoriku dengan senyap. Sampai di tujuan aku kembali berkomentar, "Rahasiakan dari guru atau OSIS kalau kamu mau aman lewat sini."
Ia mengangguk dan masuk menunduk melewati pintu itu. Sebelum berpisah, dari sebrang ia berteriak, "Kamu gak masuk?"
"Duluan aja. Mau cari sarapan dulu."
"Tapi..."
"Bye!"
Saat itu aku gak tahu kalau dia anggota OSIS, dan sempat menyesal aku membantunya karena takut pintu masuk itu ditutup pihak sekolah. Tapi tenang, itu tidak terjadi.
Kita bertemu untuk kedua kalinya di ruang guru. Aku dihukum karena telat masuk kelas dan dia datang sebagai anak yang diminta sebagai perwakilan siswa ikut olimpiade. Mata kami bertemu sekian detik. Dan dia tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.
"Makasih ya Nara, nanti ibu hubungi kamu lagi soal jadwal bimbingan." Ucap Bu Rahma lembut, "Dan kamu, Damar! Ibu belum selesai sama kamu!" Nada bicaranya seketika berubah terhadapku. Bisa gitu, ya?
Nara pamit pergi, berjalan ke belakang badanku dan yang tidak kuduga ia meletakkan permen lollipop di tanganku. Aku menatapnya penuh tanya, seakan berkata, "Apa ini?" Tapi dia malah melempar senyum termanis yang pernah aku lihat dari Nara.
"Makasih. Semangat!" Bisiknya lalu menghilang dibalik pintu.
"Ngapain kamu senyum-senyum, Damar? Gak merasa bersalah datang terlambat, hah?!"
Ocehan Bu Rahma terdengar merdu di telingaku saat itu. Ajaib sekali ya senyuman perempuan.
Begitulah cara Nara mencuri hatiku. Oh, atau mungkin aku yang menyerahkannya duluan.Tapi yang jelas aku pernah diberi senyuman manis oleh Nara. Walau sekarang Nara lebih suka dipanggil nenek sihir karena sering marah-marah itu oleh anak-anak tukang kesiangan kayak aku.
Tapi dia nenek sihir yang cantik.
"Posisi kita kayak suami istri ya?"
Nara berhenti mengikat dasi, ia menatap mataku.
"Gini kali ya rasanya dipasangin dasi sama istri pas mau kerja."
Aku pikir dia bakal marah-marah, tapi dia malah tersenyum. Senyum itu lagi! Senyum yang mencuri hatiku.
Dua kali!
"Jangan mikir kejauhan. Masuk sekolah tepat waktu aja dulu." Ia menarik dasiku kencang hingga aku terbatuk, "Pintu kecil di belakang nyaris ketahuan pihak sekolah. Kamu harus lebih hati-hati. Mulai ubah kebiasaan kamu datang telat deh, ya!" Dia berbisik di telingaku, menimbulkan sensasi aneh di perut. Dan ia senyum lagi!
Damn!
"Nara, tolong bantu disiplinkan anak kelas X di sana. Aku gantikan kamu." Suara Gilang menyela, dan Nara berlalu setelah mengangguk.
Gilang adalah sang ketua OSIS dan sejauh ini aku rasa tidak ada urusan dengannya.
"Kamu suka Nara kan, Mar?"
Oh, I got the point!
"Kalau iya, emang kenapa?"
Gilang tertawa meremehkan, "Gak pantes kamu sama dia."
Dan percayalah saat itu juga rasanya ingin kutonjok wajah songongnya!
"Nara pacar gue kalo Lo belom tahu!"
Gilang membatu. Aku masuk gerbang dengan kemenangan.
Ya, betul! Nara pacarku. Kalian kaget juga?
Beberapa bulan setelah insiden kesiangan itu, aku gencar mendekatinya. Eh, siapa sangka malah bersambut baik, sampai sudah akrab dengan keluarganya.
Saat aku ceritakan kejadian pagi tadi, Nara terbahak.
"Jadi si Gilang orang pertama yang tahu hubungan kita?"
Aku mengangguk, mencomot kue kering di mangkuk dan kembali menonton tv di rumah Nara. Ibunya juga ikut tertawa.
"Lagian ngapain sih kalian sembunyi-sembunyi gini?" Kata Mamahnya Nara.
"Damar sih mau banget go public, tapi Nara tuh yang keukeuh banget harus dirahasiakan. Malu kali Mah, pacarnya bandel."
Nara memukul punggungku. Sakit, gila pukulannya itu. Kebiasaan keduanya setelah marah-marah di sekolah.
"Bukan gitu! Mamah nggak tahu aja kalo Damar populer di sekolah. Selain karena bandelnya, anak-anak cewek naksir wajahnya! Males aku klarifikasi kalau kita ketahuan pacaran."
"Iya sih, Damar ganteng."
"Ih, mamah!"
Aku kegirangan, "Makasih mamah mertua. Sayange!"
Dan begitulah kisah percintaan dua remaja ini. Begitu banyak cerita remeh temeh yang anehnya suka lebih nempel di memori kepala. Kelak di masa depan, Nara memang menjadi istriku. Begini-begini aku orangnya setia juga bertanggungjawab. Dan mungkin memang cuma Nara yang aku suka.
I Love you Nara
Dari suamimu, Damar 🤍
-FIN-
KAMU SEDANG MEMBACA
ROTI PANGGANG
Short Story#1 dalam 'tak berbalas' (26-09-2021) Berisi kumpulan cerita singkat. Tak sesingkat memanggang roti. Cover by: Sobat ambyar @favorflavour