Mungkin hari ini akan tercatat dalam sejarah percintaan SMA Bintang, bahwa Ilyas cowok populer tapi irit ngomong itu mengajakku nonton akhir pekan nanti.
Teman satu mejaku--Asri, pun dibuat bungkam. Satu kelas hening. Dan dia masih menjulang menunggu jawaban.
"Jadi? Ikut atau nggak?"
Sadar karena satu kalimat itu, aku menghirup napas. Entah kenapa juga aku tahan napas.
Berusaha tak terkejut, aku menjawab, "Oke, jam berapa?"
Bisik-bisik di kelas menggema.
"Jam sebelas, aku pilih yang awal. Sisanya kita bisa main seharian."
Perut mulai bereaksi, ingin rasanya tawaku meledak. Dia pasti sedang taruhan.
"Oke."
"Nanti aku jemput kamu."
Aku mengangguk, ia berlalu pergi, tapi tak lupa mengingatkan sekali lagi sambil melempar senyum, "Jangan telat, ya, Gea."
Sontak satu kelas ribut. Dan mendadak jadi wartawan amatir.
Gimana bisa aku dekat dengan Ilyas?
Sejak kapan kalian ngobrol santai?
Kamu kan gak sekelas sama dia?
Kok bisa?Dan segudang pertanyaan yang bahkan aku pun tidak tahu jawaban benarnya.
"Gaeeeees, sabar satu-satu. Kita dengar klarifikasi dari bintang utama kita." Asri menengahi, membuat semua penonton diam siap mendengarkan.
Emang the power of cewek cantik ya, beda.
Aku membuang napas, "Oke, aku juga gak ngerti kenapa dia ngajakin aku jalan, bukan Asri. Ya, kan?"
Mereka kompak mengangguk. Sialan.
"Paling potensial, mungkin dia taruhan dengan gengnya. Atau mungkin ujung-ujungnya minta dikenalin ke Asri. Betul?"
Mereka mengangguk lagi, Asri menganga.
"Inget, gak ada hubungan apa-apa antara kita, jadi ini cuman ajang saling manfaatin. Aku ada alasan main, dan dia ada alasan nuntasin maksudnya, yang entah apa itu. Betul?"
Hening, lalu Ali nyeletuk, "Tapi dipikir-pikir bisa jadi emang gaada maksud apa-apa. Lu manis kok Ge kalo diem. Cocok-cocok aja sama Ilyas."
"Wah, ada yang minta digeplak. Maksudnya apa, 'kalo diem'. Muji tuh yang tulus, Al."
Asri tertawa, "Sabar, Ge, sabar. Ali ada benernya. Selama ngajakin tadi, matanya cuma natap kamu. Cuma kamu. Dan kalian kan satu ekskul, wajar dong naksir."
"Ilyas juga sering lewat sini kalo abis dari kantin atau ruang guru, padahal kan muter ya buat ke kelas dia. Apalagi coba kalo bukan pingin liat Gea." Agung mengompori.
Aku hanya bisa menghela napas.
Ilyas adalah manusia percobaan buatku. Karena irit ngomong, dan minim ekspresi, aku sering jahilin dia. Ucapan dia yang keluar ketika aku pecicilan, atau ekspresi ketika ada hal yang diluar perhitungannya, itu menjadi candu buatku. Ilyas juga tak pernah mengusirku, ia membiarkan aku berkeliaran di sekitarnya. Tapi sebatas itu. Setelah keluar dari lingkungan ekskul aku jarang menempel padanya--karena kelas kita juga beda. Efeknya malah kejadian hari ini. Eh, tapi apa benar karena itu?
Lalu Ilyas benar-benar menepati janjinya. Dan kita main seharian. Nyaris waktu Isa kita pulang.
"Are you happy today?" Ilyas bertanya disela bising kendaraan lain.
"Banget. Makasih banyak Ilyaaaaaaaas." Senyum lebarku tertutup helm, tapi dengan menyebut namanya sepanjang enam harokat, sudah mewakilkan ya, nggak?
Ilyas mengangguk, lalu hening tercipta sampai besok. Iya, Senin besoknya ia bertingkah seperti kemarin tidak terjadi apa-apa. Seperti mimpi hari Minggu yang indah. Dan itu membuat tanda tanya besar. Bukan hanya pada diriku, tapi teman sekelasku, dan satu sekolah.
Si Gea beneran diajak main Ilyas?
Atau itu cuman gosip?
Ilyas lagi TOD kali.But it's true, I'm not dreaming.
Aku punya bukti foto siluet dirinya.
Ah, hanya siluet. Foto punggungnya, sepatunya, atau helmnya. Tidak ada foto kami berdua. Bukti tidak kuat. Bisa aja ada yang fitnah kalau foto itu aku ambil dari Pinterest.
Kembali teman sekelasku mengerubung.
"Pas jalan sama dia, gimana? Canggung, ga?"
Aku menggeleng, menjawab pertanyaan Mia.
"Nanyain Asri, ga?" Ali ikut bertanya. Aku tetap menggeleng.
Kompak kita semua menghela napas. Padahal kemarin aku merasa sangat bahagia. Main seperti anak kecil dan Ilyas sungguh...menawan. Eh?
Tapi ya...ujungnya seperti ini. Aku bisa apa?
Kejadian aneh itu tetap menjadi misteri sampai sekarang, sepuluh tahun kemudian. Dan kembali terangkat ke permukaan karena Ilyas kini berada di depanku. Menyodorkan kotak biru beludru seraya berkata, "Mau gak jadi istri aku?"
De Javu.
Dia nggak akan nge-prank lagi, kan? Terima jangan?
-FIN-
KAMU SEDANG MEMBACA
ROTI PANGGANG
Short Story#1 dalam 'tak berbalas' (26-09-2021) Berisi kumpulan cerita singkat. Tak sesingkat memanggang roti. Cover by: Sobat ambyar @favorflavour