17) Home

2.5K 348 22
                                    

"Biasa aja liatin Aranya, gak bakal ilang" Goda Flora

Chika. Sudah hampir satu jam ia tidak memutus pandangannya dari satu titik. Titik dimana banyak orang berlalu-lalang secara bergantian dan hanya satu manusia yang tetap. Ara.

"Rame banget sih yang deketin Ara" Gumamannya terdengar jelas oleh teman-temannya.

"Cembokur kawan" Ucap Adel terkekeh

"Chik ini belom seberapa, kalo Ara kesini malem minggu aja, beh bisa-bisa harus panggil satgas buat misahin" Olla tertawa

"Kalo lo mau deket sama Ara, ini salah satu yang harus lo pahamin tentang dia" Kini Mira ikut membuka omongan

Sementara si topik obrolan masih dengan santainya duduk di depan piano yang dulu sering menemani malamnya. Sesekali menyapa orang-orang yang mendekatinya, tak lupa melempar senyum yang akan berbalas dengan teriakan dan godaan para pemuja buaya.

Perpaduan kemeja hitam yang ditekuk hingga siku, celana hitam dan sepatu Docmart kesayangannya membuat semua mata tertuju padanya. Terlihat simple tapi ber-damage jika dipadukan dengan paras menawan milik Ara.

"Ara keren banget malem ini, tapi udah keren gini masih single aja. Gak mau nyari gandengan?" Ucap salah seseorang disana

Ara hanya tersenyum, senyum manis yang menjadi ciri khasnya. "Belum ada yang pas, tapi kalo kamu bisa sih dicoba" Ucapnya menggoda. Berhasil membuat lawan bicaranya salah tingkah

TAP

Hentakan keras pertemuan antara jar minuman dan meja cafe itu. "Gatel banget sih mereka! Yang satu itu juga pake senyam senyum segala. KESEL!"

Kini Chika meluapkan isi hatinya itu tanpa memperdulikan sekitarnya. "Ara kenapa sih malem ini, biasanya diem-diem aja" Sambungnya.

"Kan udah dibilang chik, BuAra namanya. Ara tuh banyak fansnya diluar, terutama yang kenal dia dari SMP." Seru Bang Oniel yang baru saja bergabung di meja mereka

"Di sekolah sekarang aja banyak sebenernya, tapi karna jarang tebar benih aja. Ada 'pawangnya' yang nempel mulu" Timpal Flora tertawa

Kembali Mira membuka suara, ia mengerti kerisauan di mata Chika. "Jangan pernah dilarang. Dia mah niatnya cuma humble dan berteman. Tapi sayang terlalu care dan kelebihan gula."

Selayaknya manusia biasa, semakin dilarang maka akan semakin berbuat. Itulah salah satu sifat Ara yang sangat diketahui oleh sahabatnya. Satu hal yang membedakan mantan kekasihnya dengan yang lain.

Ara melirik sisi pojok dari piano didepannya. FIORA. Sedikit pudar namun bisa dilihat dengan jelas oleh sang pengukir. Senyumnya mengembang.

"Gimana aku mau lupa, kalo semua yang ada selalu mengingatkan pada rumahku" Gumamnya lirih

Ara menutup matanya. Mencoba mengulang kembali memory tentangnya. Sakit memang berpisah, tapi hingga kini selalu ada senyum setiap kali ia mengingat bintang-nya. Jari jemarinya kembali menyentuh piano itu, suasana hatinya menuntun tanpa perlu ia suruh. Suara alunan piano kembali terdengar.

(To The Bone- Pamungkas)

Have I ever told you
I want you to the bone?
Have I ever called you
When you are all alone?

And if I ever forget
To tell you how I feel
Listen to me now, babe
I want you to the bone

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang