Seorang gadis duduk di dekat pelataran rumah yang sudah tidak lagi berpenghuni. Hancur lebur hanya meninggalkan bangkai dan luka pada ingatan yang tak bisa dihapuskan. Masih melekat dibenaknya kobaran si jago merah menari-nari merenggut semua yang menghalangi jalannya, termasuk dua orang malaikat pelindung yang kini hanya bisa ia temuni dalam mimpinya.
Cairan hangat menyelimuti wajahnya, hatinya selalu berat jika mengingat hari itu. Nafasnya terengah, sesak terasa lebih dalam saat ini, tangannya tersemat pada dada kirinya menahan rasa nyeri yang terlalu menusuk rongga.
"Ce.." Suara lembut dari penguat dalam hidupnya.
Dengan cepat ia menyeka air mata itu, mencoba menetralkan napasnya sebelum akhirnya berbalik menatap seperti tidak terjadi apa-apa.
"Kamu kenapa disini.." Tanyanya berusaha senormal mungkin, berharap tidak ada sisa kesedihan dalam raut wajahnya.
"Cece sendiri kenapa dateng kesini terus" Balasnya memasang wajah sedih.
"Yaudah, ayo pulang dedek" Gadis itu merangkul lengan gadis berambut sebahu itu untuk meninggalkan rumah lama mereka.
Tak jauh setelah mobil mereka melaju, matanya kembali dipertemukan oleh rumah besar yang juga tidak terlihat ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya, walaupun keadaannya masih jauh lebih terawat. Kembali teringat kenangan seorang gadis kecil yang sering menyendiri di balkon kamar itu. Wajah datar, sorot mata yang kosong, dan enggan membuka suara, sungguh berbeda dengannya yang sekarang.
"Lupain ce, dia udah berubah! Gak pantes buat kamu!" Ucap gadis dibelakang kemudi.
"Jangan terlalu membencinya, dia gak tau apa-apa, dek.."
"Karena itu ce! Dia terlalu bodoh sampai gak tau keadaan kamu!"
"Bukan salahnya, itu keputusan Cece sendiri.."
"Mereka penghancur!" Suara itu bergetar penuh emosi dengan cepat gadis itu menghapus air matanya.
"Ikut Cece pergi habis ini, ya? Kenapa kamu pilih sekolah disana.. jangan lakuin hal bodoh, dek" Pintanya lembut.
"Jangan khawatir, Ce.. Aku bisa jaga diri disini.." Jawabnya sembari menggenggam tangan kakak sekaligus orang tua baginya.
"Kamu yakin ce?" Tanyanya setelah mobil mereka berhenti dengan sempurna. Gadis yang lebih tua satu tahun itu mengangguk dan tersenyum memberi kepastian.
"Kabarin kalau udah selesai, nanti aku jemput lagi"
Gadis itu memastikan kepergian adiknya sebelum melangkah masuk. Tempat yang biasa ia singgahi, tempat yang memberikan sejuta kenangan, serta tempat yang menjadi saksi bisu perpisahan dengannya.
"Mohon maaf kak, hari ini kita tutup lebih awal" Ucap Cindy dengan ramah menyapa kedatangan pengunjung itu.
Gadis itu diam sejenak memperhatikan sekeliling ruangan, tiap sudutnya kembali mengingatkan pada kehangatan seseorang.
Matanya bertemu dengan beberapa sahabat yang telah lama tak bertegur sapa. Belum sempat ia membuka suara, teriakan seseorang mengalihkan pandangannya.
"Guys, kalian mau minum soda apa teh?"
Suara itu. Suara yang kerap menyapanya dalam dunia mimpi. Suara yang harus ia abaikan saat memintanya untuk bertahan. Suara yang membuat senyum dan air matanya bertemu disaat yang bersamaan. Suara yang selalu ia rindukan.
Untuk pertama kali dalam hampir 3 tahun terpisah, keduanya kembali ditakdirkan untuk bertemu. Sepertinya Santa Clause belum selesai membagikan hadiah malam natal, tanpa perlu cerobong asap kakek tua itu berhasil memberikan kado paling mengejutkan untuk mereka berdua. Mungkin bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG
Fanfiction•Ara• Jika bintang bisa berbicara, sampaikan bahwa aku merindukannya. •Chika• Jika bintang bisa berbicara, bantulah aku membuka hatinya. •Fiony• Jika bintang bisa berbicara, tanyakan masihkah aku ada dihatinya. [CHIKARA X FIORA] •Disclaimer• Cer...