25. BERBAGI CERITA

1.5K 104 0
                                    

Ivana keluar setelah beberapa menit. Rok abu-abunya sudah berganti dengan celana pendek sepaha. Ivana memang selalu membawa celana ganti kalau-kalau ada tamu yang datang tiba-tiba.

"Pulangnya nanti jangan pake celana pendek," pesan Kelvin. Tanpa di suruh dia mengambil kemeja dan rok abu-abu Ivana yang ada di tangan cewek itu. "Biar gue minta salah satu pembantu jemurin seragam lo."

Ivana mengangguk setelah mengucapkan terimakasih. Tidak ada beberapa detik Kelvin sudah kembali dengan tangan kosong.

"Lo kapan ganti bajunya?" tanya Ivana, baru menyadari Kelvin sudah pakai kaos hitam —tapi laki-laki itu masih mengenakan celana sekolahnya.

"Tadi, pas lo ganti baju."

"Lo ganti dimana?"

"Disini," balas Kelvin. "Tinggal lepas seragam, udah."

Astaga. Ivana lupa akan hal itu. Kelvin kan memang setiap harinya selalu pakai kaos hitam lalu di lapis seragam sekolah yang kancingnya tidak pernah dia pasang.

"Kalo ngantuk tidur aja," kata Kelvin, menunjuk kasur king size yang nganggur.

Ivana menggeleng. "Enggak, deh. Nanti lo anggur-anggurin lagi."

Kelvin lantas tertawa mendengarnya. Dia duduk di sofa yang ada di dalam kamar, hal yang sama juga di lakukan oleh Ivana.

Kelvin menyapukan rambutnya yang belum begitu kering dengan jari-jari tangannya. Meski memakai helm, rambut hitam tebal Kelvin tetap basah sedikit karena lepek dan keringat.

"Laper, kan? Tunggu aja. Gue udah minta pelayan lain siapin makanan."

Ivana iseng bertanya. "Pekerja disini ada berapa?"

Kelvin mengira-ngira. "Dua puluh lima."

"Hah?" Ivana mengerjap. "Banyak banget."

"Sepuluh ngurus rumah dan bersih-bersih, lima tukang kebun. Limanya lagi yang masak karena bokap gue orangnya ribet soal makanan. Itu udah berapa? dua puluh. Empat supir dan satunya lagi Pak Uda," jelas Kelvin panjang lebar.

"Pak Uda?"

"Satpam. Dia yang paling lama kerja disini."

"Selama apa?"

"Dari gue umur tujuh atau delapan."

"Lama juga, ya," gumam Ivana.

"Tinggal disini aja," ucap Kelvin setelah beberapa saat terjadi keheningan di antara keduanya.

Ivana menggeleng. "Kalo bisa sih gue pengen. Tapi di rumah itu terlalu banyak kenangan Ayah sama Bunda gue, Kelv."

"Sorry, Bunda lo udah meninggal?" tanya Kelvin.

Ivana mengangguk, sebuah senyum terbit di wajahnya. "Bunda meninggal setahun yang lalu, kena gagal jantung. Makanya kemarin sebelum meninggal Ayah pengen banget donorin jantung ke orang lain."

"Keluarga lo orang baik," kata Kelvin. "Sama kayak lo."

Ivana senyum lebih lebar. "Ayah lo juga orang baik, dia jadi Donatur Terbesar di sekolah kita."

Mendengarnya membuat Kelvin jadi tersenyum miring dan hal itu di tangkap jelas oleh Ivana. "Baik apanya, pencitraan." Kelvin memang berucap tanpa suara, tapi Ivana membaca dari gerak-gerik mulutnya.

Ivana teringat dengan kejadian dimana saat dia mendapati banyaknya luka di tubuh Kelvin sewaktu Ivana mengintip di gudang. Ivana ingin tahu, tapi dia tidak berani bertanya.

"Lo tau, Kelv? Gue sering mikir Tuhan itu nggak sayang sama gue," ujar Ivana membuat Kelvin menatapnya. "Dulu keluarga gue bahagia. Punya Ayah dan Ibu yang lengkap. Terus Tuhan ambil Bunda. Gue frustasi banget waktu itu, sering marah ke Ayah dan salahin Ayah kenapa nggak bisa jaga Bunda. Tapi gue nggak pernah liat Ayah marah sama sekali ke gue, dia tau gue sedih dan belum bisa nerima semuanya. Seiring waktu gue mulai dewasa, gue jadi sering liat Ayah nangis sendirian di kamar. Nangisin Bunda. Disitu gue tau, Ayah juga ngerasa kehilangan. Bukan cuma gue."

Kelvin teringat dengan kisahnya sendiri. Bedanya, keluarga Ivana manis. Beda dengan keluarganya.

"Ayah sering bilang, kalo ada apa-apa harus cerita ke orang lain. Jangan pendem sendiri. Emang, orang lain gak bisa bantu kita selesaiin masalah, tapi seenggaknya itu bisa bikin kita jadi gak nanggung beban sendirian. Lo bakalan langsung lega setelah ceritain semuanya, percaya, deh."

Ivana memastikan pada Kelvin dan berharap cowok itu mau terbuka padanya. Ivana lihat bahwa mata tajam itu menyimpan sesuatu di dalamnya, yang sangat dalam dan begitu gelap.

Kelvin awalnya ragu, dia adalah pribadi yang cenderung diam ketika punya masalah dan menyimpannya sendirian. Tapi melihat ekspresi tulus Ivana yang ingin mendengarkan, Kelvin jadi luluh dan menceritakan pada gadis itu tentang satu-satunya yang menjadi asalan di balik sifat kasarnya selama ini. Tadinya, hanya Vernon, Joshua, dan Pak Uda —satpam rumah Kelvin yang tau. Tapi sekarang, perlahan Ivana mulai menjadi bagian dalam dunia cowok itu.

Kelvin bercerita dan Ivana mendengarkan dengan seksama. Tentang Kelvin kecil yang setiap harinya selalu terkurung dalam kamar dan mendengar suara gaduh dari luar. Kelvin selalu ingin tahu apa yang terjadi di luar sana, tapi dia sama sekali tidak pernah di izinkan.

Kelvin sering mendapati Mamanya yang datang ke kamarnya dengan mata sembab habis menangis dan beberapa luka-luka di tubuh Mamanya itu. Namun setiap kali Kelvin bertanya kenapa, Mamanya akan selalu tersenyum dan bilang bahwa dia tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Kelvin mulai beranjak dewasa, dia tidak percaya lagi atas semua kebohongan yang di ucap oleh Sang Mama. Akhirnya Kelvin mengintip dan langsung menghampiri Ibu kandungnya yang sedang di pukuli oleh Alvin —Papanya sendiri.

Kelvin geram, dia ingin menghajar Alvin tapi Mamanya selalu melarangnya. Hingga suatu hari Mama Kelvin meninggal karena stress berat dan Kelvin mengalami depresi beberapa bulan. Akhirnya Kelvin yang jadi target Alvin selanjutnya saat cowok itu sedang marah atau merasa kesal dengan sesuatu. Setelah itu Kelvin jadi ikutan kasar dan mudah marah, sering main tangan. Semuanya Kelvin turunkan dari Alvin —Papanya.

Ivana perlahan mengerti. Kelvin sering bilang padanya bahwa bila Ivana bukan perempuan, Kelvin pasti sudah langsung menghabisinya.

Sekasar-kasarnya Kelvin, cowok itu tidak akan pernah berani menyakiti fisik perempuan karena Kelvin selalu teringat Mamanya yang meninggal karena ulah Alvin.

Kelvin menatap mata Ivana lekat, mencari sebuah tatapan yang harusnya Ivana berikan padanya tapi Kelvin tidak menemukan itu. Ivana tidak menatapnya dengan kasihan atau semacamnya dan Kelvin merasa senang. Yang di lakukan Ivana malah tersenyum manis dan mengusap punggung tangan Kelvin —sebuah ekspresi yang menggambarkan Ivana memberi semangat dan dukungan untuk Kelvin.

Ivana benar. Sekarang setelah menceritakan semuanya kepada Ivana Kelvin jadi bertambah lega. Kelvin dan Ivana saling lempar pandang selama beberapa detik sebelum akhirnya pintu kamar Kelvin terbuka dan terdengar sebuah suara dari luar.

"Den, makanannya siap."

Kelvin dan Ivana sama-sama tertawa tanpa alasan yang jelas. Mungkin keduanya sedang mengingat masa-masa dimana mereka saling membenci satu sama lain dan sekarang tanpa mereka tahu mereka jadi sedekat ini.

"Masuk aja," singkat Kelvin pada seorang pelayan di luar kamarnya.







—Kelv—







Maaf ya lama update. Mau curcol sedikit, aku shock banget dari SMP ke SMA. Super shock malahan. Dulu pas SMP, tiap malem begadang gak mikirin besok absen gimana karena aku punya banyak temen yang bisa diandalin buat ngabsenin aku wkwk. Gak ikut zoom juga gapapa kalo ada info penting nanti dikasih tau sama temen temen yang lain secara rinci dan gak ketinggalan berita apapun. Tugasnya selalu nyontek, telat juga gapapa santuy.

Lah ini??? Jam 9 aja harus udah tidur, bangun pagi buat absen karena gaboleh diabsenin orang. Kalo ga ikut zoom bentar aja ketinggalan berita. Harus coba mikir ngerjain tugasnya, sadar diri orang gak punya sekolah swasta mahal. Tugas gak langsung dikerjain nanti jadi malah numpuk-numpuk. HADUUUUUH. So, tolong hargain aku ya disini. Makasih <333

KELV (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang