16. SESEORANG YANG BARU

2K 146 2
                                    

Ivana berjalan menyusuri trotoar, menyugar rambutnya ke belakang beberapa kali. Ivana tidak peduli orang-orang yang melihat ke arahnya dengan aneh.

Ivana rasanya ingin berteriak untuk meluapkan kekesalannya pada dunia saat ini.

Gadis yang masih mengenakan seragam sekolah itu duduk di sebuah halte, menyembunyikan wajah lelahnya menggunakan kedua telapak tangan.

Ivana mulai menangis. Dia menyalahkan Tuhan atas semua takdir yang di berikan-Nya kepada Ivana.

Dulu keluarga kecil Ivana sangat bahagia. Seorang Bunda yang selalu menengahi perdebatan adu mulut antara Ivana dengan sang kepala keluarga.

Beliau tidak pernah marah karena rumahnya selalu berisik, justru malah merasa terhibur dengan tingkah laku suami dan anaknya.

Bunda Ivana juga tidak pernah mengeluh atas pendapatan sedikit yang di peroleh Juna. Bunda justru pernah berkata bahwa dia adalah orang terbahagia di dunia karena memiliki Juna dan Ivana.

Ivana bertambah terisak mengingat Bundanya, dia begitu merindukannya. Ivana tidak bisa membayangkan bagaimana saat Juna pergi menyusul Bunda di Rumah Tuhan.

Ivana kemudian merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Ivana mengangkat kepala dan sedikit terkejut karenanya.

Cowok itu tersenyum geli melihat penampilan Ivana yang berantakan. Dia mengambil sesuatu dari dalam saku dan memberikannya kepada Ivana. "Buat elap ingus."

Ivana mengambilnya, "Ma-makasih." menyusut ingus yang ada di hidungnya karena menangis menggunakan sapu tangan berwarna biru muda itu.

Cowok dengan satu seragam sekolah yang sama dengan Ivana itu tersenyum. "Lo lagi ada masalah? Cerita aja sama gue. Gue ada buat dengerin lo."

Bukannya berhenti tangisan Ivana malah bertambah kencang, membuat beberapa orang di sekitar jadi terganggu.

Cowok itu juga terkejut mendengar Ivana merengek seperti anak kecil. Dia mempuk-puk pundak Ivana seperti yang biasa dia lakukan kepada keponakannya saat menangis.

Dengan air mata yang berceceran Ivana bercerita, tentu saja dengan gaya khas gadis itu. "Kenapa Tuhan jahat banget sama gue? Apa yang udah gue lakuin ke Dia? Gue rajin ke gereja kok tiap minggu! Gue miskin, gak punya apa-apa kecuali Ayah. Tuhan udah ngambil Bunda tapi Dia mau bawa Ayah juga?"

Si cowok bingung mau menjawab apa, dia diam sebentar. Mencari balasan yang tepat agar terasa baik ketika menyampaikannya.
Beberapa detik terlewat begitu saja, Ivana memandanginya dengan mata yang polos, tangisnya sudah berhenti.

"Gue cerita terlalu banyak sama lo, ya? Maaf. Gue cuma pengen ngelampiasin apa kata hati gue aja," ujar Ivana dengan menyesal.

Cowok itu menggeleng. "Enggak apa-apa. Maaf juga gue gak tau harus ngebales apa."

Ivana berdiri membuat cowok yang ada di sebelahnya mengikuti. "Gak, dengan adanya lo disini itu udah bikin gue sedikit lega karena udah di denger." Kemudian Ivana mengulas senyum lebar. "Makasih. Sapu tangan lo...?"

"Bisa kembaliin di sekolah."

Ivana baru tersadar jika cowok yang berdiri di depannya itu memakai seragam yang sama dengan Ivana. "Oh, iya. Kalo gitu gue duluan, sekali lagi makasih, ya."

Saat Ivana berbalik, tangannya di tarik dan itu membuat tubuh Ivana kembali berputar ke belakang.

"Gue gak tau nama lo," katanya menatap Ivana. "Kita belum kenalan."

Ivana tersenyum lagi, mengulurkan tangannya lebih dulu. "Gue Ivana, Ivana Kassalia."

Cowok itu balas tersenyum, dia menjabat uluran tangan Ivana. "Bramasta, lo bisa panggil gue Bram."

KELV (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang