32. THE DEVIL

1.3K 76 1
                                    

Ivana membuka matanya kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar. Atap berwarna putih dengan lampu yang remang. Gadis itu berusaha bangun namun tidak bisa. Ivana mengerutkan kening ketika baru saja menyadari kaki dan tangannya diikat kuat pada sisi-sisi ranjang.

Ivana memberontak, berusaha melepaskan ikatan itu namun tidak bisa. Kaki satu dan yang lainnya diikat berjauhan, begitu juga tangan Ivana yang jadi merentang.

“TOLONGG! APA ADA ORANG DI DEPAN? SIAPAPUN TOLONGIN GUE!”

Teriakan Ivana membuahkan hasil. Pintu ruangan terbuka dan Ivana bertambah lega begitu Bramasta masuk. Cowok itu sempat menutup pintu sebelum mendekati Ivana.

“Bram! Tolongin gue! Gue gak tau kenapa bisa kayak gini.”

Bramasta tersenyum. Laki-laki itu naik ke atas ranjang membuat Ivana awalnya berpikir Bramasta ingin melepaskan ikatannya namun ternyata salah. Cowok itu malah mengelus lekuk wajah Ivana dengan gerakan sensual.

“Cantik,” kata Bramasta.

“Bram? Tolong lepasin gue dulu,” pinta Ivana.

Bramasta mendekatkan wajahnya pada Ivana, membuat gadis itu semakin mengerutkan keningnya dan bertanya-tanya apa yang akan Bramasta lakukan.

Di detik itu juga Bram mencium bibir Ivana dengan brutal, menggigit bibir Ivana dengan kasar dan menuntut balasan.

Ivana terkejut bukan main. Dia ingin menampar Bramasta yang sudah berlaku kurang ajar dengannya namun Ivana tidak bisa karena tangannya diikat. Ivana memaksakan kepalanya menoleh ke kanan agar terlepas dari cowok itu.

Bramasta tertawa. Tawa yang selama ini terdengar manis bagi Ivana sekarang terdengar begitu menjijikan.

“Apa maksud lo ngelakuin semua ini?” tanya Ivana masih baik-baik.

Simple, because I love you,” jawab Bramasta.

“Lo gila, ya?”

“Iya, tergila-gila karena kamu, Sayang.”

“Bram, lo kenapa? Kenapa lo kayak gini? Lo bukan kayak orang yang selama ini gue kenal.” Suara Ivana mulai bergetar.

“Karena semua itu topeng,” balasnya. Bramasta membuka kaosnya, menampilkan tubuhnya yang sispek. Mungkin jika Bram menunjukkannya kemarin-kemarin Ivana akan terpesona melihatnya. “Dan gue yang sekarang ini nyata.” Cowok itu dengan kurang ajarnya mencium Ivana lagi.

Ivana menangis. Dia dilecehkan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ciuman pertamanya diambil oleh orang yang tidak dia cintai dan dengan cara yang salah juga kasar.

Bramasta menggigit bibir bawah Ivana sehingga mau tidak mau Ivana membuka mulutnya. Kesempatan itu Bramasta gunakan untuk menjelajahi rongga gadis dibawahnya itu dengan leluasa.

Tangan Bram naik dan mengelus lengan Ivana dari bawah lalu ke atas kemudian berhenti di kancing paling atas kemeja sekolah Ivana.

“Nikmatin permainan yang gak akan pernah lo lupain seumur hidup, Vana,” pesan Bramasta.

Kancing Ivana sudah terbuka dua dan saat Bramasta ingin membuka kancing yang ketiga, tubuh cowok itu sudah ditarik ke belakang oleh seseorang.

Kelvin langsung memberikan sebuah bogeman matang di wajah Bramasta. Cowok yang telanjang dada itu langsung jatuh ke lantai karena belum siap menerima pukulan dari Kelvin.

Sekarang yang terlihat seperti iblis bukan Bramasta melainkan Kelvin. Matanya merah dan tatapannya nyalang. Rahang cowok itu benar-benar keras dan gigi-giginya bergemelatuk. Urat-urat di tangan dan lehernya Kelvin terlihat jelas menunjukkan dia sangat amat marah.

KELV (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang