44. KEPUTUSAN KELVIN DAN PENYELESAIAN MASALAH

1.5K 77 3
                                    

Kelvin melempar tubuhnya ke sofa apartemen kecilnya yang nyaman ini. Memejamkan mata sejenak lalu terpikirkan atas tawaran Alvin Anggara —orang yang sangat Kelvin benci.

Kelvin juga benci hidup seperti ini. Untuk apa lagi dia bertahan disini. Kelvin sudah tidak punya siapa-siapa. Ingin menyerah juga Kelvin teringat perkataan Bundanya yang ingin punya anak sukses.

Cowok jangkung itu membuka matanya kembali. Ya, dia sudah memantapkan pilihannya untuk mengambil sebuah jalan yang sangat berbanding terbalik dengannya.

Dengan sedikit berat hati Kelvin meraih tas ranselnya yang terletak tidak jauh dari posisinya rebahan. Tangan Kelvin masuk ke dalam tas dan menekan beberapa angka lalu yang terakhir —yaitu memencet tombol gagang telepone berwarna hijau. Butuh beberapa saat sebelum sambungan terhubung.

Tanpa basa-basi Kelvin berujar, “Kelvin bakalan lakuin semua perintah Papa. Kelvin terima tawaran Papa waktu itu.”

****

“Aris?!”

Tidak pernah terpikirkan oleh Ivana bahwa Aris selama ini yang melakukan itu. Cowok culun bertubuh pendek yang memakai kacamata bulat di sekolah.

“Jadi selama ini itu lo?” ulang Ivana. “Kenapa lo ngelakuin itu?”

Aris mengangguk. “Iya, Vana. Itu aku.”

“Ngapain?” Ivana bertanya dengan gemas. Habisnya gimana, wajah Aris itu imut. Cowok itu terlalu manis untuk dikasari. Bahkan berbicara dengan nada tinggi kepada Aris saja orang-orang tidak tega.

Terutama satu.

“A—aku,” ucap Aris dengan gagap. “Aku gak bisa bilang.”

Ivana mengernyitkan keningnya. Sebuah spekulasi gila kemudian muncul di otaknya. “Lo suka sama gue?”

“Uhuk! Uhuk!” Aris langsung batuk begitu Ivana melontarkan pertanyaan yang sangat ceplas-ceplos. “A—aku minta minum.”

Ivana ke belakang sebentar untuk mengambil segelas air putih kepada Aris lalu memberikannya. Ivana menunggu Aris selesai minum. “Jadi gimana? Lo beneran suka sama gue?”

“Eng—enggak.”

“Terus?”

“Aku gak bisa bilang,” ujar Aris agak memohon. “Tolong, jangan paksa aku, Vana.”

“Ris, ada yang jahat sama lo?” tebak Ivana membuat Aris menggelengkan kepala cepat. “Jujur aja sama gue. Kalo ada yang jahat ke lo, bilang, Ris. Lo harus ngelawan. Lo gak bisa gini terus.”

“Aku beneran gak pa-pa.”

“Liat mata gue,” suruh Ivana. “Siapa yang suruh lo kirimin makanan setiap hari ke rumah gue?”

“Ivana, tolong. Aku gak bisa bilang.”

Cewek itu berdecak pelan. Aris memang terlalu lugu. Jika Aris tidak menyukai Ivana, pasti ada yang menyuruhnya melakukan ini. Aris tidak mungkin punya inisiatif memberikan Ivana makanan.

“Yang nyuruh lo itu,” Ivana memberi jeda sejenak. “Apa dia berniat jahat sama gue? Makanan itu ada racunnya? Atau sesuatu gitu?”

Aris mengibas-kibaskan kedua tangannya. “Enggak! Kamu gak boleh berpikiran jahat!”

“Habisnya masa iya tiba-tiba ada orang yang peduli banget sama gue?”

“Emang ada,” kata Aris. “Dia baik, kok. Dia jagain kamu. Dia gak mau kamu kenapa-kenapa, Ivana.”

****

Hari ini adalah hari sabtu. Sekolah libur dan Ivana memutuskan untuk pergi ke rumah Kira. Ingin sesegera mungkin masalah ini terselesaikan.

KELV (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang