42. FOTO POLAROID

1.1K 72 0
                                    

You can't use someone to forget someone,” —Kira Purna Angelia.

Sesuai dengan apa yang Joshua pikirkan semalaman, disinilah dia berada. Di pembatas rooftop sekolah SMA Qwerty memandang ke bawah.

Beberapa saat Joshua berdiri disana sendirian sampai terdengar suara engsel pintu yang terbuka lalu kemudian tertutup, disusul derap langkah kaki seseorang yang dibalut sepatu.

Tanpa menoleh pun Joshua tahu itu siapa.

“Udah dateng, Ra.” Ia berbasa-basi.

Kira menunduk. Tidak berani melihat postur cowok yang menjulang tinggi di depannya.

Jujur, Joshua merasa bersalah. Selama ini dia mendekati Kira bukan untuk main-main semata. Dia memang menyukai sifat gadis itu yang ceria dan lemah lembut, namun Joshua lebih suka terhadap sikap unik Ivana yang sedikit gila.

“Ra, sorry.

Sudah terlihat bahwa Kira menahan tangis. Rambut cewek itu yang di kuncir satu ke belakang dan jaket berwarna merah muda menambah kesan manis terhadapnya.

“Gue emang brengsek. Gue sumpah demi Tuhan gue gak niat jadiin lo mainan gue,” aku Joshua sejujur mungkin agar Kira percaya.

“Aku gak apa-apa. Kalo kamu minta maaf cuma karena ngerasa bersalah sama aku, nggak usah.” Kedua tangan gadis itu tertaut. Kira mendongakkan kepala, berusaha menampilkan senyum. “Kenapa harus aku, Jo? Kalo emang dari awal kamu suka sama Ivana, kenapa kamu malah deketin aku?”

“Itu karena gue tertarik sama lo—”

“Sekarang gimana?” potong Kira. “Apa kamu udah gak tertarik sama aku sekarang? Apa karena Ivana udah gak deket sama Kelvin jadi kamu mau balik ke dia?”

“Ra, dengerin gue dulu,” tegas Joshua.

Mata Kira sudah terlapisi air mata yang siap jatuh kapan saja. “Aku cewek, Jo. Tolong pikirin perasaan aku. Cowok yang selama ini deketin aku ternyata suka sama sahabat aku, kamu pikir hati aku gimana?”

Joshua menunduk menatap gadis yang jauh lebih pendek darinya itu. “Maaf, Ra. Dari awal gue emang suka sama Ivana, tapi gue terlalu pengecut buat bilang suka sama dia. Gue gak pantes. Apalagi pas dia udah sama Kelvin, gue cuma bisa liat dia dari jauh. Gue mulai deketin lo karena berusaha buat lupain Ivana—”

“Kamu gak bisa pake seseorang buat lupain seseorang!” Setetes air mata sudah jatuh meluruh ke pipi mulus gadis itu. “Sekarang aku tanya. Gimana perasaan kamu? Apa kamu udah move dari Ivana terus pindah ke aku? Enggak, kan?”

Joshua diam, merasa kalah telak oleh Kira.

See? Kamu gak akan pernah bisa lupain Ivana meski kamu pake aku atau cewek lain sekalipun. Perasaan gak bisa di ubah segampang membalik telapak tangan, Jo.”

“Gue minta tolong sama lo, Ra. Jangan benci Ivana,” pinta Joshua. “Dia gak salah, yang salah itu gue.”

Ra, gue mohon sama lo ya. Apapun yang terjadi nanti, jangan pernah ngebenci Ivana.”

Kira tersenyum kecil mengingatnya. Merasakan atmosfer deja vu di sekeliling. Apa sebegitu banyaknya orang yang menyayangi Ivana? Tidakkah ada yang memikirkan posisi dan perasaan Kira?

“Aku belum tau bakalan gimana. Semoga aja aku gak benci Ivana, ya,” ujar Kira mengusap bekas air mata di pipinya. “Oh, ya. Tanpa kamu suruh aku juga bisa benci kamu dengan sendirinya.”

****

Bel istirahat berbunyi. Tanpa membereskan peralatannya Ivana bergegas bangkit dari kursi. “Kantin time!”

“Akhirnya! Gue laper banget,” sahut Sista. “Mau makan bakso, mie ayam, nasi goreng, batagor—”

“Lo laper atau belum satu tahun?” sela Wendy dengan cepat.

“Gimanapun juga intinya gue mau cepet-cepet makan!” Sista lalu menarik tangan Wendy untuk keluar lebih dulu.

“Ayok, Ra—” Ivana hendak meraih tangan Kira untuk dia genggam juga tapi gadis itu malah melengos. Membuat Ivana bertanya-tanya karena biasanya selalu Kira yang mengapit lengan orang lebih dulu untuk di gandeng.

Ivana memaksakan tawa kecil karena menganggap Kira sedang bercanda. “Dih lo ngapa, anjir? Bercanda, ya?”

Tidak ada sahutan dari Kira membuat Ivana tersenyum jahil dan segera menggelitiki gadis itu.

“Apa, sih?” Respon jutek dari Kira semakin menambah kernyitan di dahi Ivana.

“Ra, lo kenapa? Lo sakit?” Ivana menempelkan punggung tangannya di pelipis Kira namun ditepis. “Lo lagi PMS, ya? Ah, tapi gak mungkin lo judes sekalipun lo PMS. Lo kan anaknya gak tegaan buat ngacangin orang.”

“OH! Lo nge-prank gue, ya? Dimana kameranya? Lo taruh mana? Jangan sampe muka gue jadi jelek di kamera karena salah angle.” Ivana cengengesan. “Lo mau jadi youtuber sekarang? Biar kayak Ria Ricis, ya?”

“Udah, deh, Van. Kamu jangan ganggu aku,” balas Kira akhirnya membuka mulut. Malas harus menanggapi celotehan Ivana. “Kalo mau ke kantin, pergi aja. Aku gak laper.”

“Ra?” Ivana mengejar Kira. Merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Kira, gue salah apa? Ra, lo marah sama gue?” tanya Ivana namun tidak ditanggapi.

****

Kelvin membuka matanya, menatap sekitar yang kosong. Hanya terisi beberapa murid yang memilih menetap di kelas saat jam istirahat.

Ya, setiap harinya di sepanjang pelajaran Kelvin selalu tertidur dan tidak ada yang berani menegur karena notebene Kelvin masih sebagai anak dari Direktur Terbesar sekolah ini —meski Kelvin sudah tidak mengakuinya.

Cowok itu menegakkan tubuhnya, matanya mengarah ke ponsel yang tergeletak di atas meja. Mengambilnya dan membuka case yang melindungi benda pipih berbentuk persegi panjang itu.

Niat hati ingin mengecek, berapa sisa uang bulanan yang dia punya yang biasa ia simpan di belakang casing handphone namun sebuah foto polaroid yang ada disana menarik perhatiannya.

Itu foto seorang perempuan yang dia ambil aibnya saat di danau sebelum dengan teganya ia dorong hingga jatuh. Kelvin bangkit dari kursi, ingin pergi ke toilet sekaligus membuang foto ini ke tempat sampah.

Berjalan ke luar kelas, Kelvin melihat seseorang yang dia kenal melewatinya tanpa menoleh sama sekali. Cewek itu adalah Kira.

“Kira, jangan cepet-cepet jalannya. Ra, tungguin dong!”

Langkah Kelvin memelan begitu mendengar suara itu. Bersamaan dengan kaki jenjangnya yang memaku di tempat, mata tajamnya bertemu dengan mata seseorang yang sudah lebih dari dua minggu ini tidak dia tatap.

Deg.

Baik Kelvin maupun Ivana sama-sama terkejut dan terdiam di tempatnya. Masing-masing seolah melepas rindu dengan tidak bergerak sama sekali.

Tanpa sadar, foto polaroid di tangan Kelvin tadi terlepas dan jatuh begitu saja. Tidak terpikirkan oleh Kelvin untuk mengambilnya karena cowok itu langsung berlalu melewati Ivana melanjutkan langkahnya.

Dada Ivana naik turun, napasnya tersenggal-senggal. Entah karena habis mengejar Ivana atau karena kejadian yang tidak disangka-sangka dan sangat mengejutkan barusan.

Ivana hendak kembali mengejar Kira yang sudah tidak kelihatan namun sesuatu yang ada di dekat kakinya mengalihkan atensi Ivana untuk berjongkok dan mengambilnya.

Ivana melihat bahwa gambar yang dia pegang itu adalah dirinya. Ivana tahu betul foto polaroid ini milik siapa. Dengan hati yang dongkol, Ivana lantas merobek foto itu hingga lebur tidak tersisa.

****

Haii, aku mau tripple up nih wkwk. Siap enggak? Kebetulan mood lagi bagus, ehehe.

KELV (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang