34. SORRY AND THANKS

1.4K 81 0
                                    

“Vana, gimana kemarin? Lo udah baikan sama Kelvin?”

Ivana tersenyum tipis menanggapi pertanyaan salah satu sahabatnya, Sista. Dia menaruh tas ranselnya ke atas meja dan duduk ditempatnya.

Ivana harus merahasiakan kejadian kemarin dari siapapun, kecuali orang-orang yang memang sudah tahu. Bukannya Ivana tidak terbuka dengan teman-temannya, hanya saja Ivana merasa malu dan tidak enak terutama kepada Sista. Tidak ingin gadis itu menyalahkan diri sendiri atas kesalahan yang tidak dia buat. Sebaliknya, harusnya Ivana berterimakasih karena Sista secara tidak langsung sudah menyelamatkannya dengan cara menelepon Kelvin.

Thanks, Sis. Sekarang gue udah baikan sama Kelvin, karena lo.” Ivana meraih satu tangan Sista dan menggenggamnya. “Btw, Wendy sama Kira mana?”

“Ke toilet, paling bentar lagi balik.”

Ivana dan Sista berbincang sebentar kemudian tidak lama setelahnya dua perempuan yang tadi Ivana tanyakan itu datang.

“Ivana!” sapa Kira.

“Hai.” Ivana membalas.

“Tumben lo baru dateng?” tanya Wendy karena jarang sekali Ivana baru sampai ke sekolah lima menit sebelum bel, seperti sekarang ini.

Ivana tertawa canggung. “Ahaha, kesiangan.” Padahal dia menghabiskan banyak waktu untuk overthinking ria.

“Eh, Van, tadi aku sama Wendy liat Kak Bramasta di ruang kepala sekolah sama Tantenya yang punya cafe itu,” ucap Kira. “Tante Luna, ya, namanya? Yang tempat kamu kerja.”

Mendengar nama Bramasta membuat bulu kuduk Ivana merinding. Sebisa mungkin menyembunyikan traumanya dengan Bram dari Sista, Wendy, dan Kira.

“Oh, ya? Ngapain?” tanggap Ivana seadanya.

“Tadi kita sempet nguping,” ucap Wendy dengan serius. “Kak Bram mau pindah sekolah. Eh, tapi yang paling penting, mukanya dia bonyok. Kira-kira kenapa, ya?”

Sista menoleh kepada Ivana. Terakhir kali dilihatnya Bramasta bersama Ivana. Apa ada masalah? Sista ingin bertanya namun sepertinya Ivana merahasiakan sesuatu darinya dan juga Wendy serta Kira. Sista enggan. Dia memilih diam dan menunggu Ivana bercerita sendiri nantinya. Kalau Ivana tidak mau cerita, ya, sudah. Sista akan mengubur rasa penasarannya.

“Semoga gak ada apa-apa,” doa Sista dalam hati.

****

“Va.”

Ivana menoleh dan menemukan Kelvin yang menjulang tinggi sedang bersandar di tembok depan kelasnya. Vibes laki-laki itu selalu sama. Seragam yang tidak dikancing sehingga menampilkan dalaman kaos hitamnya serta kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana abu-abu. Rambut yang berantakan menambah kegantengan cowok itu.

“Yaduh, yang udah baikan langsung nyamperin,” goda Sista.

Kelvin menatap salah satu teman Ivana itu. “Thanks, Sis.” Tidak terbayangkan oleh Kelvin bagaimana jika Sista tidak meneleponnya. Apa yang akan terjadi pada Ivana?

“Lo mau sama Kelvin?” tanya Wendy dibalas anggukan oleh Ivana. “Kita duluan kalo gitu.”

Sepeninggalan teman-temannya, Ivana mengajak Kelvin untuk pergi ke rooftop. Menikmati waktu istirahat dengan angin-angin sejuk.

“Jangan bilang apapun ke temen-temen gue, Kelv,” pinta Ivana.

Kelvin diam sejenak lalu mengangguk. Dia mengerti akan perasaan gadis itu. “Sorry, dia kayak gitu karena pengen bales dendam ke gue.” Kelvin memaksudkan Bramasta.

KELV (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang