|Mas(h)a Lalu.
And look at you,
you have so much meaning.
_________________Awal Juli, belasan tahun lalu.
Jika anak TK pada umumnya––atau mungkin hampir semua anak sekolah––suka sama yang namanya jam istirahat, Sera justru sebaliknya. Dia nggak suka tiap disuruh keluar kelas untuk bermain, atau menyaksikan anak-anak seusia dia sibuk tertawa, berlarian, juga melakukan aktivitas lain. Nggak ada alasan khusus. Sera cuma merasa itu nggak menarik. Semua kelihatan membosankan.
Dari awal masuk sekolah sekitar satu bulan lalu, Sera nggak memiliki teman. Wajah dia yang kelewat jutek bikin yang lain enggan untuk mendekat dan berkenalan, kemudian mulai menyebut dia anak aneh yang harus dijauhi. Oleh karena itu, Sera memilih nggak keluar kelas sama sekali sampai waktunya pulang dan dijemput oleh Uncle Jo.
Belakangan, karena sang guru melihat Sera terus-terusan sendiri, dia pun nggak diperbolehkan untuk berada dalam kelas saat jam istirahat lagi. Sera sempat protes dan minta pada Uncle Jo agar pindah ke sekolah lain. Tapi, si uncle nggak mau.
"Itu karna Sera sendirian terus. Bu Juni mau kamu punya teman dan bisa main sama mereka," jelas Uncle Jo di perjalanan pulang mereka.
"Nggak ada yang mau jadi temenku."
"Masa?"
"Bener, aku aja dipanggil Nesi."
"Nasi?"
"Nesi, Uncle." Sera melarat. "Tulisannya en e es i."
"Nesi?"
"Iya, artinya nenek sihir."
Uncle Jo kelihatan kaget dan rada nggak percaya. Namun, menilik raut wajah Sera yang serius, sepertinya keponakan dia ini memang nggak berbohong.
"Kok dipanggil begitu?"
"Nggak tau, mereka bilang muka aku cocok jadi orang jahat."
Sang uncle jadi terdiam lama, mulai memikirkan apa yang harus dia katakan. Sebenarnya, Bu Juni pun sudah beberapa kali memberi laporan bahwa Sera sedikit nakal dan sering membuat anak lain menangis. Tapi, Uncle Jo percaya yang dilakukan Sera itu pasti ada sebabnya.
"Kalau nggak ada yang mau jadi teman kamu, maka kamu yang harus mau jadi teman mereka."
Sera menatap bingung. "Maksudnya?"
"Kamu ingat sama pesan aunty setiap pagi sebelum berangkat sekolah?"
"Ingat, bekalnya mesti dihabisin."
Uncle Jo tertawa. "Selain itu?"
Kening Sera berkerut mencoba mengingat-ingat kembali pesan dari si aunty. "Eng... harus sopan sama guru, nggak boleh bawa pulang mainan, kalau salah bilang maaf, kalau minta bantuan bilang tolong, kalau udah dibantu bilang terima kasih, dan... harus selalu senyum?"
"Itu dia." Uncle Jo membenarkan. "Uncle rasa, yang lain bukannya nggak mau temenan sama kamu, tapi mereka sedikit pemalu. Kalau kamu senyum terus ajak mereka kenalan, mereka pasti senang dan mau jadi teman kamu."
"Kalau udah begitu tapi tetap nggak ada yang mau, gimana?"
"Nggak mungkin. Kamu kan anak baik, orang yang baik bakal selalu punya teman."
"Gitu, ya?"
"Iya. Sera mengerti 'kan maksud uncle?"
Saat itu, Sera membalas dengan anggukan paham, namun besoknya tetap nggak menunjukkan perubahan.
Ketimbang mulai bersikap manis dengan tersenyum dan mencari teman, berbekal buku mewarnai serta crayon yang ia seludupkan dari rumah, jam istirahat ia gunakan untuk duduk memojok di kursi dekat perosotan, lalu sibuk dengan dunianya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Induratize ✔️
Romance• PERFECT SERIES • [Completed] [Dapat dibaca terpisah] _________________________________________ Induratize [ in-door-a-tahyz] (verb.) to make one's own heart hardened or resistant to someone's pleas or advances, or to the idea of love. A side-e...