|Sebenarnya Gengsi, Tapi Yaudahlah.
_________________
Meski nggak sampai yang gempar-gempar amat, heboh nan geger hingga jadi trending twitter lalu diperbincangkan oleh seluruh rakyat Indonesia pakai hastag #stopbullying, kabar soal Devia yang terkunci di toilet dan ditemukan dalam keadaan lumayan memprihatinkan tetap tersebar luas dan jadi topik hangat seantero kampus. Reaksi yang dituai pun beragam. Ada yang merasa iba dan kasihan kemudian berharap si pelaku cepat tobat. Ada pula yang menanggapi kritis, berpendapat bahwa segala tindakan pasti ada sebab dan Devia nggak mungkin jadi korban jika dia nggak melakukan sesuatu yang salah.
Rafa awalnya nggak tahu-menahu, sampai besoknya Jojo mengirimkan berita itu, lengkap beserta foto hasil jepretan tangkas para mahasiswa yang pekerjaan sampingan jadi wartawan gadungan.
Reaksi Rafa? Kagetlah, masa enggak.
Selain karena Devia adalah orang yang lumayan dia kenal, cara cewek itu 'disiksa' sungguh familier. Biar nggak ada jejak bukti yang kuat dan Devia sendiri enggan memberitahu siapa pelakunya, insting Rafa tuh kayak spontan merujuk pada satu orang, yang udah dia kenal entah luar maupun dalamnya, sisi baik maupun sisi buruknya, ketika lagi cakep maupun jeleknya.
Siapa kalau bukan si ndoro ratu, alias Serena Maheswara.
Bukan mau bercuriga sama pacar sendiri nih ya, tapi rentang waktu saat Devia terkunci itu pas banget dengan Sera yang menolak dijemput, dengan alasan ingin lakukan tugas penting demi kesejahteraan bersama. Belum lagi, kemarin-kemarin si ndoro sempat tanya-tanya soal Devia, yang Rafa jawab aja sesuai yang dia tau. Sera juga singgung tentang chat random yang sering Devia kirim, namun nggak pernah Rafa balas barang sekali sebab dia takut kena cincang atau dikubur hidup-hidup jikalau ketahuan ganjen.
Maka dari itu, ketimbang terus kepikiran dan kepo berkepanjangan, Rafa mending tanya langsung sama Sera. Walau boleh jujur sih, dia rada berharap bukan si ndoro pelakunya.
"Serser."
Sera yang sedang fokus pakaikan kuteks warna hijau lumut pada kuku tangan Rafa –jangan heran karena selain samsak tinju, tugas sampingan Rafa juga sebagai objek percobaan. Mereka sempat debat panjang perihal ini gara-gara Sera maunya dia pakai kuteks warna merah atau pink yang ngejreng, tapi dia masih lumayan waras untuk ikut keinginan cewek itu– diam nggak menjawab, menganggap suaranya cuman angin kebetulan lewat.
Rafa berdeham sekali. "Seraku."
Sera masih diam.
"Cantikku."
Masih diam juga.
"Sayang."
Masih tetap diam.
"Baby, honey, cutie, sweety, the apple of my eye, my love?"
Masih nggak dijawab juga.
Sejenak Rafa pejamkan mata dan tarik napas panjang. Telinga Sera emang mendadak malfungi kalau dipanggil yang manis-manis. Tapi kalau yang ini, pasti bakal langsung nyahut.
"Heh, Medusa!!"
"APA SIH?!"
Tuh kan, Rafa benar.
"Liat nih, jadi nggak rapi!!" protes cewek itu sambil menunjuk pada kuku yang kuteksnya rada keluar jalur.
"Kamu yang pakeinnya nggak telaten," celetuk Rafa santai.
"Enak aja! Ini tuh hampir jadi estetik ala nail art profesional, kalau badan kamu tenang dan mulutmu diem, nggak sar-ser sayang hani switi-switian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Induratize ✔️
Romance• PERFECT SERIES • [Completed] [Dapat dibaca terpisah] _________________________________________ Induratize [ in-door-a-tahyz] (verb.) to make one's own heart hardened or resistant to someone's pleas or advances, or to the idea of love. A side-e...