|Panic Attack
sometimes we just need a hug.
no words. no advice. just a hug.
_________________
Bulan September, delapan tahun lalu.Selama bertahun-tahun jadi teman, mulai dari jaman bocil yang hobinya main tamiya dan jajan cilor sembunyi-sembunyi, sampai sekarang duduk di bangku kelas dua SMP, bisa dibilang Sera nggak pernah lihat Jendral menangis. Cowok itu kayak selalu dikelilingi aura positif dan bahagia, bahkan saat Sera tahu perasaannya lagi nggak baik-baik aja. Bukan berarti Sera mau Jendral sedih nih ya, cuma dia penasaran gitu gimana muka temannya ini kalau lagi mewek. Meski yang pasti bakal tetap ganteng sih.
Tapi lebih dari itu, kalau dipikir-pikir lagi, ini sungguh nggak adil. Jika Jendral memang menganggapnya teman, sudah seharusnya cowok itu mau berbagi kesedihan tanpa perlu simpan-simpan sendiri. Sama seperti dia yang nggak pernah malu nangis bombay cirambay hanya karena hal sepele kayak film yang mereka tonton berakhir sedih, atau karena diomeli Mami gara-gara iseng bikin Monita dan Disi nangis.
Maksud Sera ialah, ia bisa kok jadi wadah penampung curhatnya Jendral. Jadi cowok itu nggak perlu berusaha senang padahal lagi sedih. Papi sering bilang, semua yang pura-pura itu nggak baik. Sera nggak mau Jendral seperti itu.
"Sedih kan emang nggak boleh diumbar, Seren. Selama bisa tahan, ya baiknya ditahan aja," jawab Jendral dengan santai, waktu Sera sampaikan protesnya.
Mereka baru selesai bimbel dan berhubung tempatnya nggak terlalu jauh dari kompleks, mereka putuskan buat berjalan kaki sambil nikmati pemandangan langit sore yang kata Jendral kelihatan lebih cantik ketimbang pagi atau malam.
"Kalau terus-terusan ditahan juga nggak baik tau! Nanti bisa depresi, stres, abis itu jadi gila," balas Sera.
Jendral malah ketawa. "Aku nggak akan begitu."
"Bukan nggak akan, tapi belum waktunya aja," cibir Sera. "Dengerin deh, Jend. Walau muka aku tuh kelihatan meragukan, aslinya aku pendengar yang baik. Kamu nggak usah ragu kalau mau cerita sesuatu. Rahasia seribu persen terjamin aman. Suwer. No tipu. Kalau kamu nangis, aku nggak bakal ketawa kok, paling juga..."
"Apa?"
"Ledek dikit. Heheh."
"Itu sih sama aja."
"Beda lah! Kalau ledek dikit, ketawanya cuman hihihi doang."
"Kalau ledek banyak?"
"Ketawanya BUAHAHAHAHAH. Beda kan?"
Jendral hanya bisa mengangguk. "Terserah kamu aja lah."
"Intinya nih, kayak kata Bruno Mars, you can count on me like one two three, I'll be there. And I know when I–"
"Iya deh, iyaa." Jendral cepat memotong sebelum suara gambreng Sera makin menusuk telinga.
"Nah, gitu dong! Janji ya, kalau ada apa-apa mesti cerita."
"Iya, janji."
"Kalau lagi sedih, nggak boleh sungkan buat ngomong."
"Iyaa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Induratize ✔️
Romance• PERFECT SERIES • [Completed] [Dapat dibaca terpisah] _________________________________________ Induratize [ in-door-a-tahyz] (verb.) to make one's own heart hardened or resistant to someone's pleas or advances, or to the idea of love. A side-e...