| Ini Masih Mimpi.
_________________
"Bisa dipastikan pasien mengalami fraktur clavicula atau keretakan pada tulang selangka. Dalam beberapa kejadian, apabila cedera yang dialami cukup parah seperti terjadi pendarahan akibat robeknya jaringan kulit, atau posisi tulang menjadi tidak sejajar dan tumpang tindih, maka perlu dilakukannya operasi pemasangan pen guna menyambung kembali tulang yang patah."
Sera hanya menjawab penjelasan dokter dengan anggukan samar. Tangannya belum berhenti tremor. Pikirannya masih kelabu dan kacau. Dia bingung harus bereaksi bagaimana. Separuh nyawanya juga mungkin masih melayang-layang dan belum benar-benar kembali.
"Kabar baiknya, jika dilihat dari hasil CT scan, cedera yang pasien alami ini tergolong ringan. Tidak ada tanda-tanda pendarahan dan posisi tulang tidak tumpang tindih. Kepala dan organ vital lain juga aman, tidak ada benturan yang terlalu serius. Beberapa luka pada bagian dada, perut, dan kaki juga sudah ditangani. Satu-satunya yang masih butuh perhatian lebih ialah tulang selangkanya ini."
"Jadi––" Sera sejenak melepas napas berat. "––dia bakal baik-baik aja kan, Dok?"
"Kami akan terus memantau perkembangannya. Dua hingga tiga bulan ke depan, pasien perlu menggunakan arm sling agar tulang tetap pada posisi normal. Untuk menghindari terjadinya komplikasi seperti frozen shoulder, pasien juga disarankan menjalani fisioterapi. Perawat akan menjelaskan lebih lanjut mengenai daftar obat yang perlu dikonsumsi untuk mengurangi rasa nyerinya." Melihat Sera belum sepenuhnya tenang, sang dokter kemudian berujar, "kondisi pasien saat ini stabil. Bila pengaruh obatnya sudah hilang, pasien akan segera siuman."
Sekarang jam sudah menunjuk pukul dua dini hari, Sera masih setia duduk di samping tempat tidur dan menunggu kapan Rafa akan terbangun.
Hampir saja.
Hampir saja dia kehilangan Rafa, dengan cara yang sama persis seperti cowok itu hampir kehilangan dia, satu tahun yang lalu.
Satu hal yang perlahan Sera sadari ialah perihal waktu, meski kerap kali terasa singkat, ada banyak hal yang dapat berubah dalam detik, menit, maupun jamnya. Yang tadi ada, bisa tiba-tiba tiada. Yang punya segalanya, bisa nggak punya apa-apa. Yang tadi menyenangkan, bisa mendadak menyedihkan. Pada akhirnya, kita harus siap dengan segala kemungkinan dan kejutan-kejutan hidup.
Semua yang terjadi ini layaknya rentetan adegan film. Di detik sebelumnya dia masih melihat Rafa baik-baik saja, masih mendengar suara dan tawa cowok itu, masih dibuat kesal akan kelakuannya yang menyebalkan, juga masih merasakan euforia kala berada dalam pelukan hangatnya. Lalu di detik yang lain, semua direbut begitu saja. Ini memang hanya sementara, tapi melihat Rafa terbaring lemah dan belum sadarkan diri, seperti menimbulkan goresan panjang di hati Sera. Luka yang pelan-pelan menganga lebar dan bertabur garam, hingga terasa amat perih.
Sera menyesal karena percaya bahwa Rafa akan selalu baik-baik saja. Kenyataan bagai menamparnya dengan telak, menyadarkan dia bahwa cowok itu bisa pergi kapan saja.
Jika kehidupan manusia sudah diatur oleh Sang Pencipta, maka Sera pikir ini memang cara terbaik untuk membuatnya mengerti bahwa Rafa benar-benar penting. Cowok itu bukan lagi bagian dari dunianya, melainkan dunia itu sendiri. Ia dibuat sadar bahwa meski hidup bukan hanya tentang bahagia, kelak akan ada lebih banyak masalah, kesulitan, kesedihan, dan frustrasi yang nggak bisa dihindari, semua bisa terlewati dengan lebih baik bila Rafa ada bersamanya.
Sera nggak mau membuang waktu lagi. Ia harus membayar banyak luka dan sakit hati yang dirasakan Rafa akibat keegoisannya. Masalah mereka harus selesai.
Kalau kehidupan manusia seumpama buku cerita yang ditulis langsung oleh Pencipta, maka Sera hanya ingin kisahnya dengan Rafa berakhir bahagia.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Induratize ✔️
Romance• PERFECT SERIES • [Completed] [Dapat dibaca terpisah] _________________________________________ Induratize [ in-door-a-tahyz] (verb.) to make one's own heart hardened or resistant to someone's pleas or advances, or to the idea of love. A side-e...