37. [END]

905 84 236
                                    

| What If...

you and me make each other better.
we may not be perfect, but
we're perfect together.

ps : setelah baca ini, mohon baca author note ya, synk :*

________________

Entah ini benar terjadi atau hanya Sera yang merasakan, usai kejadian Rafa celaka dan segala keruwetan yang dramatis nan mellow itu, waktu seperti berlalu dengan cepat. Kayak baru kemarin hari senin, ehh–sekarang sudah hari minggu. Pun demikian, kayak baru kemarin dia menyaksikan Rafa lagi frustrasi sama skripsi dan dag dig dug menjelang sidang, ehh– hari ini si Kingkong mau wisuda saja.

Kata orang-orang sih, efek bahagia memang begitu. Pengaruh hati yang cerah ceria bisa bikin waktu terasa lebih cepat, macam sekali kedip mata was–wes–wos sudah berganti hari dan bulan.

Sera pikir, ya betul juga. Jika dibandingkan dengan sebelumnya kala dia sering bertengkar terus nggak lama kemudian putus sama Rafa, waktu bagai lebih lambat dan menyusahkan. Nggak ada satu hari yang ia lalui dengan sukacita, betul-betul seperti manusia tanpa harapan yang nggak punya semangat melanjutkan hidup. Bahasa bucin serempet noraknya, Rafa kan sumber bahagia dia. Jadi kalau cowok itu tiba-tiba nggak ada, ya dia nggak berdaya. ahay.

OKE, CUKUP!

Sera menggeleng berulang kali seraya menepuk pipinya agar berhenti senyam-senyum persis orang gila. Nggak ada waktu buat membucin! Dia mesti siap-siap menghadiri acara wisudanya Rafa.

Berhubung ini hari yang penting bagi si Kingkong, Sera pun berdandan dengan niat. Eh, nggak deh, sesungguhnya sangat niat.

Dari pagi-pagi buta, ia membangunkan Dara supaya membantunya memilih dress yang paling cocok dikenakan––sebagai orang yang berkecimpung di dunia fashion, selera berbusana kakaknya itu nggak perlu diragukan––lalu dari semua pilihan, ujung-ujungnya ia memakai dress merah ngejreng yang cling cling semriwing dan lebih bikin sakit mata dari yang biasa. Rambut panjang yang seringnya ia gerai atau gelung asal-asalan ini pun, sekarang sudah tertata rapi dengan sebagiannya dikepang manis oleh Mami. Setelah itu, nggak lupa ia sapukan beragam jenis makeup, juga memakai gincu warna berbeda dari yang biasa dia pakai. Pokoknya Sera harus totalitas! Bila perlu lebih cabay alias cantik baday daripada cewek-cewek yang wisuda juga hari ini.

"Yailaaah, Ser, kamu tuh cuma mau ke acara wisuda, bukan mau dilamar sama Kak Kingkong," celetuk Iresa bernada menyindir.

"Aku tau. Lagian kalo dilamar mah makeup aku made by Ryan Ogilvy, bukan made by Serena Maheswara."

"Open your eyes wide-wide, tuh dempulanmu udah mirip banci pasar malam."

"Heh! Apa kamu bilang?!"

"Nggak usah dipedulikan ucapannya Iresa, Kak," sambung Monita dari belakang, yang tengah asik memakai kuteks beragam warna di kuku jari kakinya. "Dia hanya iri dan dengki sebab Kak Sera keliatan cantik hari ini."

"Dih, nggak usah sok tau!" sahut Iresa.

"Aku nggak sok tau, toh dari jarak sepuluh meter saja aroma iri dengkimu sudah tercium dengan jelas. Betul apa benar, Cil?"

Disi yang sedang rebahan nyaman di ranjang empuk Sera, menjawab dengan anggukan tak acuh. Terlampau malas meladeni ucapan si kakak yang sama sekali nggak penting itu. 

"Hidungmu tersumbat ribuan dosa, makanya nggak bisa bedain mana aroma iri dengki sama mana aroma kejujuran," balas Iresa.

"Sesama masih berlumuran dosa, haram hukumnya mengatai aku seperti itu, Res."

Induratize ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang