12

2.5K 87 281
                                    

|Jadi Berantem Gak Sih?!

_________________

Esok pagi tepat hari Minggu, Rafa langsung cuzz ke rumah keluarga Maheswara. Berbekal sebuket bunga mawar merah dan beberapa bungkus makanan, dia membulatkan tekad untuk berbaikan dengan si ndoro. Jujur nih, Rafa juga sudah kangen pakai banget menjahili cewek itu sampai emosi. Jika hidup ibarat makanan, omelan dan bacotan Sera bagai micin yang buat hidupnya lebih maknyuzz.

"Eii, guten morgen, my son!"

Sapaan kelewat ramah dari Papi menjadi yang paling pertama Rafa dengar, sewaktu keluar dari mobil. Belum juga balas menyapa, pria paruh baya berpenampilan ala remaja milenial itu sudah duluan menoleh ke belakang, lalu memanggil seseorang.

"Miih, arek lanangmu datang nih!"

"Arek lanang yang mana??"

"Sing number loro!"

Nggak menunggu lama, muncul wanita dewasa yang meski masih dasteran, aura sosialita dan berduitnya nggak pernah ketinggalan.

"Eh? Selamat pagiiii, Anakku!" sapa Mami ramah, sembari melambaikan tangan riang.

Rafa memberi cengir lebar. Disambut hangat seperti ini membuat dia kian bersemangat. Segera ia pergi menghampiri kedua orang tua itu, lantas menyalami mereka dengan sopan nan santun spek calon menantu idaman.

"Selamat pagi, calon papa dan mama mertua."

Papi tertawa bangga. "Kayaknya udah lama banget kamu nggak ke sini."

"Iya, ih. Kalau pun datang, pasti waktu Papi Mami lagi nggak ada," sambung Mami. "Sera bilang kamu sekarang super sibuk."

"Heheh, aku lagi ngurus skripsi, Mi." Rafa menjelaskan.

"Ooh, gitu. Terus, dah rampung?"

"Belum. Masih ada beberapa yang mesti direvisi."

Papi dan Mami kompak mengangguk paham, sekilas teringat dengan zaman waktu mereka kuliah dulu.

"Jangan terlalu stres. Kamu pasti kurang tidur, ya? Lihat tuh, kantung matanya besar banget," ucap Mami yang cepat menyadari wajah Rafa nggak secerah biasanya. Kelihatan jelas kalau lagi capek. "Skripsi iku emang penting, boy, but your health still number one."

"Iyaa, Mi," jawab Rafa singkat dengan hati yang nggak tahan untuk menghangat.

Bukannya apa. Dia bahkan nggak pernah diingatkan seperti ini sama papa dan mamanya. Mereka memang sering menghubungi, tapi yang dibahas nggak akan jauh-jauh dari perkembangan bisnis. Rafa bukan bermaksud membanding-bandingkan. Namun, hal sepele seperti ini justru yang sangat ia butuhkan sekarang.

"Wes mangan, durung?" tanya Papi. "Kalau belum, masuk gih, Sera sama yang lain lagi sarapan."

"Uwes, Pi. Sebelum ke sini sempat makan bubur ayam seporsi."

"Seporsi wae mana kenyang? Mami mah hafal porsi makan kamu. Yuk, masuk. Tadi Mami bikin pancake, semoga belum abis."

"Kalau udah habis?" tanya Rafa niatnya hanya bercanda.

"Nanti Mami bikinin lagi. Anggap aja hadiah biar kamu semangat skripsian," jawab Mami yang kemudian menggandeng lengan Rafa. "Atau mau dimasakin apa?"

"Eng... dadar gulung kayak yang pernah Mami bikin itu, boleh?"

"Boleh, dong."

"Sama puding cokelat, boleh nggak?"

"Iyaa, boleh."

Induratize ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang