28

1K 80 271
                                    

|Petuah Tiga Tuyul.

_________________

Jika hidup ibarat sebuah makanan, Rafa pikir hidupnya sekarang ini bagai bubur yang dimasak tanpa garam, terus dibiarkan sampai dingin dan hampir kering. Hambar. Enek. Orang sehat pun kalau makan bisa langsung sakit. 

Serius. Benar-benar sehampa itu.

Semakin ia merasa butuh sendiri, semakin segala tentang Sera hadir tanpa permisi dalam pikirannya, lalu berlari-lari manja nggak mau berhenti. Bikin Rafa nyaris macam orang gila, yang sepanjang hari terus menggeleng-gelengkan kepala demi mengusir bayang-bayang si mantan. 

Ini memang bukan kali pertama Rafa putus cinta. Namun jelas ini kali pertama dia patah hati. Padahal, dia yang memilih berhenti. Dia yang mutusin Sera lebih dulu. Mestinya sih sakit hati kayak gini tuh nggak terlalu terasa. Tapi, yang justru terjadi ialah hari-hari Rafa makin nggak karuan. Rasa lelah dia menghadapi sikap-sikap Sera, kini bagai tertutup oleh satu perasaan lain, yang dia sangat tahu itu apa. 

Rafa kangen Sera. 

Banget.

Ingin rasanya segera menghampiri cewek itu, lalu ia peluk kuat-kuat. 

Hanya saja...

Ya, nggak bisalah! Kan sudah mantan!

Rafa malah nggak yakin Sera masih mau melihat wajahnya. 

"Lou." 

Louis yang tengah asik mencakar-cakar sofa hanya menoleh sekilas, setelah itu kembali sibuk dengan dunianya. Si kucing mungkin sudah terlampau bosan mendengar curahan hati Rafa tentang Sera, yang nggak pernah ada habisnya. Andai dibikin jadi sinetron nih, episodenya bisa ribuan bahkan puluhan ribu. 

"Louuu." 

Louis masih nggak menanggapi. 

"Louuu??"

"..."

Karena tak kunjung mendapat tanggapan, Rafa pun memutar tubuhnya menghadap si anabul. Keningnya lantas mengerut kesal, mendapati kucing itu sibuk sendiri. Louis ini lupa ya kalau dia sedang super galau?? 

"Lou! Papah daritadi manggil loh!" 

Barulah Louis dengan tampang super datar, balik menoleh pada Rafa. 

"Meongg..."

Rafa berdecak. "Kamu jangan gitu, dong. Papah ini lagi kangen berat sama Mam– maksudnya, mantan mamah."

"Meong meong."

"Iya, kangen yang kemarin itu segini––" Rafa membentuk jarak kecil menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, sedetik kemudian membentangkan kedua tangannya lebar-lebar. "––kalau hari ini jadi begini."

"Meong meong meong."

"Nggak bisa, Louuu, yang namanya udah putus, nggak bisa lagi seenak kepala ngapel-ngapel ke rumahnya." 

Bilang saja Rafa sudah nggak waras karena mengobrol sama kucing. Tapi, gimana ya? Kadang dia merasa Louis ini jauh lebih mengerti perasaannya. Kayak lebih senang saja curhat sama si kucing, ketimbang buang waktu dan tenaga buat cerita panjang lebar sama manusia, terus ujung-ujungnya tanggapan mereka cuma haha hihi oke sip doang. Lega, enggak. Makin nyesek, iya. 

"Meong meong..."

"Mantan mamah kamu itu emang nyebelin, suka marah-marah, kasar, keras kepala, nggak pernah mau mengalah, gengsian, suka jadiin Papah samsak tinju, dan sekarang doyan banget simpan-simpan rahasia. Tapi, ya gitu, Lou," Rafa menarik napas panjang, lalu menatap langit-langit kamar. 

Induratize ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang