2.1 ᝰ Pagi untuk Si Kembar

1.4K 174 40
                                    

Waktu memang tidak bisa diprediksi seberapa cepat kiranya ia akan bergerak. Mungkin bukan karena waktu, tapi karena kita manusia yang kadang tidak ingin sesuatu berlalu terlalu cepat atau malah terlalu lama. Tapi setidaknya, waktu sudah mengajarkan kita agar mampu mengikhlaskan sesuatu yang telah berlalu, waktu yang mengajarkan kita untuk perlahan bangkit dari terpuruk.

Jika dihitung, sudah sembilan tahun lamanya Jeffrey dan Rayna berumah tangga. Bukan hal yang mudah untuk melewati segalanya. Namun seperti yang pernah disebutkan, bahwa ketika mereka bersama, maka mereka akan berhasil. Saling percaya, saling berbagi keluh kesah, dan tentunya saling berbagi pendapat adalah hal yang paling ampuh untuk bebas dari masalah rumah tangga.

Meskipun umur Rayna terbilang begitu muda untuk menikah kala itu, namun dirinya mampu membuktikan bahwa ia sudah dewasa dalam berpikiran. Jeffrey juga mampu membimbing sang Istri dengan baik, hingga keduanya sanggup bertahan sampai detik ini.

Di kala pagi menyapa, Rayna sudah membuka mata. Sayangnya, rutinitas memandangi wajah Jeffrey sebelum beraktivitas sudah berkurang sekarang. Rayna menggantinya dengan kecupan singkat di bibir Jeffrey, hanya bertujuan untuk membangunkan laki-laki itu.

"Sholat subuh dulu, yah."

Jeffrey terkekeh dengan mata yang masih terpejam, "Udah bertahun-tahun dipanggil ayah, tapi masih belom biasa kalo sama kamu."

Sambil berjalan menuju kamar mandi, Rayna menyahut, "Balik jaman dulu lagi? Kak Jeffrey, ayo bangun!"

Kali ini Jeffrey malah tertawa, "Lucu banget kamu, dek."

"Lagian, kalo kakak sama adek lagi, nanti ketuker sama Vano-Nana."

Jeffrey mengucek matanya, "Tapi kan lucu, bun. Biar keluarganya bingung sekalian."

Letak kamar mandi yang tidak terlalu jauh, membuat Rayna masih bisa mendengar suara Jeffrey sambil berwudhu. Emang ada aja kelakuan keduanya, ngobrol pake disambi sama persiapan sholat subuh. Selesai wudhu, Rayna kembali menanggapi, "Ada-ada aja deh. Hari ini pake kemeja warna apa?"

Jeffrey mengganti posisi tidurnya menjadi duduk, "Aku kan yang punya perusahaan, bun. Ngapain pake milih-milihin warna kemeja dari kemarin."

Mengingat soal perusahaan, karena Jeffrey sudah dinyatakan sembuh dari penyakitnya beberapa tahun lalu, maka ayahnya Jeffrey ingin dirinya melanjutkan perusahaan. Pekerjaannya juga sudah tidak terlalu berat, berubung sudah banyak sepupu-sepupu Jeffrey yang dipercayakan menjadi CEO perusahaan dalam naungan ayahnya Jeffrey.

"Udah cepetan wudhu dulu, aku mau bikin sarapan buat anak-anak."

"Iya, buna ...."

"Buna!"

Rayna beserta Jeffrey yang tinggal satu langkah lagi mencapai kamar mandi menoleh bersamaan. Si Sulung datang tanpa mengetuk pintu, nafasnya terengah seperti habis dikejar hantu. Tapi sepertinya, hantu saja takut pada Vano yang sudah senang menghafal Al-Qur'an ini, di umurnya yang genap tujuh tahun.

"Kenapa?" tanya Jeffrey.

Rayna menghampiri, sambil mengelus pelan surai Vano yang sedikit lepek, "Kok lari-lari, kak?"

"Buna ... adek nggak bisa dibangunin. Badannya panas banget, bun," adu Vano pada sang Ibu.

Rayna menghela nafasnya panjang, berusaha tetap tenang di hadapan si Sulung, "Iya, buna cek adek dulu. Kamu siap-siap sholat subuh sama ayah, ya?"

Vano mengangguk mantap, kemudian pandangannya teralih pada Jeffrey yang tengah berdiri di depan kamar mandi sambil tersenyum. Ayahnya ini, memang selalu punya seribu satu cara mencairkan suasana, "Ayo, wudhu dulu, kak."

Married Her [New Season On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang