2.6 ᝰ Kenyataan Tidak Berakhir Terlalu Cepat

877 104 33
                                    

Arti dari sebuah keluarga itu bukan perihal beberapa orang yang tinggal bersama, namun juga mempersatukan mereka dalam satu tujuan. Adanya seorang ayah sebagai penunjuk arah, seorang ibu sebagai penyejuk hati dan penasihat terbaik, dan anak-anak yang masih berhak mengungkap setiap pendapat. Orang tua wajib mengarahkan, tapi anak juga berhak mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri.

Disini, tujuan Jeffrey kembali mengambil alih perusahaan juga bukan hanya karena dirinya satu-satunya pewaris. Namun juga karena Jeffrey ingin menjadi seperti sang Ayah, dan Jeffrey harus berbakti pada sang Ayah. Setelah semua sebab ia tidak bisa mewariskannya sudah selesai. Penyakit itu mungkin masih ada, tapi hanya untuk dijaga, jangan sampai kembali lebih parah.

Juga kini, Jeffrey tidak hanya dihadapkan pada cerita cinta biasa, namun juga bagaimana ia membahagiakan istri dan anak-anaknya dunia, akhirat. Tidak bisa dipungkiri jika dirinya juga ikut terkejut melihat ada dua luka tercipta di wajah anaknya, serta rambut yang masih kusut. Beruntung, sang Istri langsung merangkul anak pertama Bachtiar ini.

"Rupanya kau orang tuanya? Pantas kelakuannya tidak jauh berbeda," ucap Pak Baron tertuju pada Jeffrey.

Laki-laki itu mengernyit tidak mengerti, "Maksudnya apa ini ya, pak?"

"Pak Baron! Saya bisa pecat anda kalau berkata tidak sopan begini pada wali murid," sentak Kepala Sekolah.

Baron masih menatap sengit pada Vano, begitupun sebaliknya. Seharusnya memang Baron bisa merasakan malu, karena bisa-bisanya bertengkar dengan anak murid. Vano bahkan sampai kesal setengah mati pada guru yang sama sekali tidak mencerminkan profesinya ini. Mata mungilnya itu sudah bagaikan ingin membunuh lawan di hadapannya.

"Vano, sekarang bisa ceritakan sama bapak apa yang terjadi, nak?" tanya Kepala Sekolah untuk Vano.

Rayna mengelus pelan surai Vano, berusaha menjadi penenang di kala suram anaknya. Dengan senyuman kecil, Rayna berkata, "Katakan semuanya dengan jujur, kepala sekolah pasti percaya sama kamu, sayang."

Tatapan Vano berubah lembut untuk sang Ibu, bahkan terlihat begitu tulus. Vano mengangguk, kemudian menarik nafasnya panjang, "Vano cuman mau belain Nana, pak. Lagipula, sekolah ini sudah setuju bahwa Nana tidak akan ikut praktek olahraga, jadi kenapa Bapak Baron tetap memaksa? Kenapa Pak Baron tidak bisa percaya dengan apa yang dikatakan muridnya?"

"Iya, kami setuju atas permintaan orang tua kamu Vano. Pak Baron juga seharusnya mencari klarifikasi akan apa yang dikatakan anak murid kita, pak. Bapak sekarang bekerja untuk anak-anak ini, dan seharusnya bapak bisa menghargai setiap pendapat mereka." Kepala Sekolah masih terlihat begitu bijak, meski sungguh pria paruh baya itu sudah malu.

Jeffrey memberikan senyumannya kepada setiap orang yang ada di dalam ruang guru, "Saya juga dulu seorang guru, guru sekolah menengah atas. Bukan hal yang mudah, tapi tidak perlu sampai ribut begini. Saya tau bagaimana rasanya takut dibohongi anak murid, tapi setidaknya bapak bisa tau siapa anak yang sedang berbohong dengan bapak, siapa yang tidak."

Rayna menarik Vano tenggelam dalam pelukannya, "Yasudah, pak. Apa kedua anak kami bisa pulang duluan hari ini? Saya takut mereka kelelahan, dan Vano sepertinya harus menenangkan diri."

Kepala sekolah membalas senyuman kedua orang tua muridnya itu, "Sekali lagi saya mewakilkan sekolah ini, minta maaf sebesar-besarnya atas kekacauan yang terjadi. Sampai Vano terluka begini."

Seorang guru perempuan yang juga menemani di ruang guru tersenyum, "Tadi kami sudah mau mengobati lukanya, tapi Vano nggak mau, bu. Katanya maunya sama bunda."

Rayna tertawa kecil, kemudian mengelus pelan wajah kusut si Sulung, "Yaudah, nanti buna obatin di rumah ya?"

Dalam pelukan sang Ibu, Vano mengangguk pelan, "Iya ...."

Married Her [New Season On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang