2.7 ᝰ Dasawarsa Berlalu

957 95 26
                                    

Kemarin Nana, dan Rayna kira si Bungsu adalah yang terakhir. Juga untuk terakhir kalinya dirinya akan menghadapi rasa takut akan kehilangan. Namun sayangnya, takdir tidak mau berlalu begitu cepat. Takdir tidak mau selesai dengan begitu bahagia, takdir ini tidak mau berhenti mengerahkan setiap rintangannya. Terutama, untuk Jeffrey.

Rayna terpaksa meninggalkan Vano dan Nana di rumah bersama beberapa asisten rumah tangga, sedangkan dirinya harus dengan cepat membawakan obat untuk Jeffrey. Beruntung jalanan di pagi menjelang siang ini tidak begitu padat, sehingga mobil yang dikendarai Rayna mampu berjalan di atas tujuh puluh kilometer per jam.

Tidak membutuhkan waktu lama, hingga Rayna tiba di kantor Jeffrey. Persetan dengan parkirnya yang sembarangan di depan lobi, yang pasti secepatnya ia harus menemukan sang Suami. Beberapa kali menghubungi Jeffrey juga tidak diangkat. Langkahnya dipercepat menuju ruang pribadi Jeffrey. Rayna membenci situasi ini, namun inilah yang harus ia hadapi.

"Kak!"

Jeffrey di sana, bersandar pada sofa di ruangannya. Tangannya tidak berhenti meremat bagian dada, wajah pria itu juga sudah terlampau pucat. Rayna mendekat, untuk membantu Jeffrey menelan obatnya. Dengan cepat, wanita itu mengambil segelas air putih yang disediakan di meja kerja.

Rayna mendekap kuat daksa sang Suami, dirasakannya suhu tubuh yang tinggi di sana. Maniknya malah mengalirkan air mata, "Kak Jeff ..., masih dengar aku kan?"

Jeffrey menenggelamkan kepalanya dalam dekapan sang Istri, jujur tiba-tiba ada hawa dingin yang menyiksa tubuhnya. Dingin itu malah membuat sakit di dadanya semakin menjadi, dahi Jeffrey sampai mengernyit tak kuat. Semuanya memang seperti terulang, namun kali ini Jeffrey merasakan banyak rasa sakit yang sulit ia hadapi.

"Sebentar, kita ke rumah sakit, ya?" bujuk Rayna, tangannya sambil menghubungi seseorang di telepon.

Seorang karyawan Jeffrey menjawab panggilan Rayna, ia mengatakan akan segera ke ruangan bosnya ini. Setelah berhasil dengan karyawan Jeffrey, Rayna langsung menghubungi dokter, "Mas Juan ...."

"Ray? Kenapa?"

"Mas ada di rumah sakit sekarang?"

"Ada, kenapa?"

"Kak Jeffrey kambuh, aku sudah akan berangkat kesana. Mas Juan tolong standby, ya?"

"Oke ... oke, kamu tenang dulu. Aku pasti akan tangani Jeffrey dengan baik. Jeffrey sudah minum obatnya?"

"Sudah, tapi baru saja."

"Yaudah, nggak papa, seenggaknya bisa mengurangi rasa sakitnya. Aku tunggu di rumah sakit ya, Ray?"

Rayna mengangguk, kemudian memutuskan hubungan telepon keduanya. Tak lama, dua orang laki-laki berpakaian formal datang untuk membantu. Dua pria itu segera memapah atasannya tersebut, menuju sebuah mobil yang di arahkan Rayna. Dengan cekatan pula, Rayna segera memasangkan sabuk pengaman untuknya dan Jeffrey.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit, hingga mereka tiba di parkiran rumah sakit. Ketika sampai, beberapa perawat menghampiri sembari membawakan brankar. Kala itu, Rayna baru menyadari kalau sang Suami sudah tak sadarkan diri dengan peluh di wajahnya. Genggaman tangan Rayna tidak mampu dilepas, untuk ke sekian kalinya Rayna tidak ingin kehilangan siapapun dalam hidupnya.

"Kak Jeffrey ...."

Rayna tidak diperkenankan masuk ke ruang instalasi gawat darurat. Ketika itu, kedua tungkai Rayna melemah, setelah dipaksa kuat selama satu jam terakhir. Wanita itu terisak pelan, mengingat betapa tersiksa wajah suaminya tadi. Jeffrey merasakan demam sekaligus nyeri hebat di dadanya dalam waktu bersamaan. Sudah cukup hebat ketika melihat hal itu beberapa waktu lalu dengan Nana, kini tidak boleh lagi dengan Jeffrey.

Married Her [New Season On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang