Dunianya hancur, dunianya runtuh dalam sekejap mata. Kalimat Dokter Juan di kala malam membuat pertahanan Rayna hancur. Rasa kehilangan yang tadinya terasa semu, kini malah begitu nyata sakitnya. Tangis gadis itu tidak bisa berhenti, kepalanya pening ketika tidak lagi bisa berpikir jernih.
"Ray ...."
"Ray ...."
"Kak Jeffrey!" Rayna membuka matanya lebar, nafasnya terengah, tubuhnya dipenuhi oleh keringat. Maniknya memandang sekitar, sang Ayah tengah berbincang dengan Dokter Juan di depan ruang operasi dan dirinya masih duduk di kursi tunggu.
Rayna masih belum mengerti apa yang terjadi, hingga menyadari kehadiran sang Ibu di sampingnya, "Ma ... Kak Jeffrey ma?"
Genggaman tangan Rayna begtu kuat, air mata gadis itu juga mengalir. Anehnya, wajah Amy malah mengernyit heran, "Kamu kenapa? Kok nangis?"
Kini Rayna yang dibuat sangsi, "Ma, Kak––"
Belum selesai kalimatnya, beberapa perawat laki-laki dengan Dokter Juan dan Arbayong di belakangnya mengiringi ranjang pesakitan Jeffrey. Rayna masih belum bisa membedakan mana yang nyata dan mimpi sekarang, ketika di hadapannya daksa suaminya masih terlihat sama dengan tambahan masker oksigen di wajahnya.
"Alhamdulillah ... operasinya lancar, sayang," ucap Arbayong sambil tersenyum pada Rayna, "Tunggu sebentar ya, papa mau kabarin ayahnya Jeffrey."
Arbayong beranjak dari sisi Rayna dan istrinya. Meninggalkan anak gadisnya yang masih linglung, belum bisa yakin jika saat ini adalah kenyataan yang sesungguhnya. Rayna menggenggam tangan ibunya kuat, ketika tungkainya dibawa ikut mengiringi ranjang pesakitan Jeffrey itu.
"Ma ... cubit aku sebentar."
Amy mengernyit, menatap aneh pada anak gadis itu, "Kamu kenapa sih?" Dengan gemas, Amy mencubit pipi Rayna.
Rayna tersenyum kecil, kenyataan bahwa cubitan sang Ibu memang sakit membuktikan, ini nyata. Jeffrey masih disini bersamanya, tidak ada yang pergi. Tadi, rupanya hanya mimpi buruk yang memang mampu membuat tenangnya goyah.
Rayna menyenderkan kepalanya di bahu sang Ibu, "Ternyata aku cuman mimpi, ma."
Amy terkekeh, "Mama tau kamu capek banget sampai ketiduran di ruang tunggu. Sekarang Jeffrey akan baik-baik saja. Mungkin masih belum bisa beraktivitas berat, tapi yang pasti kesehatan Jeffrey tidak akan seburuk yang dulu, Ray."
"Aku nggak nyangka akan jatuh sedalam ini pada Kak Jeffrey, ma. Dia yang manis, dia yang sayang aku, kadang aku juga suka dia yang cemburuan. Aku suka dia yang bisa bimbing aku dengan baik, dia nggak pernah maksa, tapi aku yang bisa menurut begitu saja tanpa dia harus memaksa. Aku beruntung kan, ma?"
Amy mengecup kening Rayna singkat, "Kalian berdua sama-sama beruntung. Kalian sudah memperjuangkan cinta kalian sampai sejauh ini. Kalian sudah membuktikan bahwa perjodohan bukanlah awal yang buruk untuk pernikahan yang sempurna."
Rayna memeluk sang Ibu erat, "Mama, makasih buat Kak Jeffrey-nya."
.
.
.
.
.
.
Sinar matahari yang muncul sedikit menyinari daksa Rayna pagi itu masih tidak mampu membuat Rayna bangkit dari tidurnya. Gadis itu malah berguling berganti posisi, hingga maniknya menemukan wajah sang Suami dengan tangannya yang masih memeluk sang Istri.
Rayna mengecup singkat sudut bibir Jeffrey. Tidak mau membangunkan, hanya ingin menyampaikan rasa bahagia dan terima kasih karena pria itu masih disini sampai sekarang. Di usia pernikahan mereka yang hampir menginjak dua tahun, Jeffrey masih bisa ia lihat dengan nafas teratur berbaring di sisinya.
Manik Jeffrey terbuka sedikit, tapi setelahnya tertutup lagi karena kantuk belum mau hilang. Rayna terkekeh renyah, "Kak, aku nggak nyangka kita bisa sampai disini. Kita masih bersama setelah satu setengah tahun lebih, hampir dua tahun kali ya?"
Jeffrey membuka matanya perlahan, "Kamu yang dulunya cuman murid SMA kesayangan guru, sekarang udah mau jadi mahasiswa."
Rayna tertawa kecil, kemudian tangannya memeluk kuat leher kokoh Jeffrey, "Jangan kemana-mana lagi, jangan buat aku capek dengan perasaan takut kehilangan lagi. Aku sudah berikan seluruh hatiku buat Kak Jeffrey."
Jeffrey mengelus pelan surai hitam Rayna, "Kalau bukan karena permintaan kamu, aku nggak akan bisa sampai disini. Kalau bukan karena bukti sayang kamu sama aku, aku nggak akan bertahan sampai ke titik ini. Kalau bukan karena kamu, aku nggak akan bisa bertahan."
"Terima kasih sudah menjadikan aku sebagai alasan kakak bertahan. Ternyata benar, kalau pasangan itu akan melakukan segalanya berdua, melewati semuanya berdua, kalau sendiri-sendiri mereka nggak akan sanggup."
Maka hari ini, masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Badai yang begitu hebat menerpa keduanya sudah berlalu. Biarlah kini pelangi yang mengiringi perjalanan hidup keduanya, biar pun ada sedikit hujan tapi pelanginya akan terus muncul lagi.
Bahagia sudah mereka genggam, maka sedikit kesedihan tidak akan bisa lagi menggoyahkan. Harapan keduanya untuk sang Kuasa hanya satu, bahwa mereka ingin menjalani semuanya berdua, karena salah satu dari mereka tidak akan sanggup jika harus berdiri sendirian.
Nge-prank nggak sie aku?
Okey, rencana bakal ada bonus chapter
Tentang apa?
Punya anak?
atau
Liburan berdua?
Seneng banget yang abis nge-prank😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Her [New Season On Going]
RandomNew Season : "Kita ini keluarga, kita jalanin semuanya bareng-bareng. Jangan putus asa dulu." Perjalanan setiap keluarga tidak ada yang selalu lurus tanpa rintangan, besar ataupun kecil pasti ada. Yang dipertanyakan adalah, apakah mereka masih bisa...