2.2 ᝰ Jantung dan Nana

1.2K 147 9
                                    

Mungkin ada banyak takdir yang terjadi tanpa kita ketahui, tapi seharusnya ada juga takdir yang mampu kita prediksi. Itulah sebabnya, kita benar-benar memilih dengan baik tentang siapa jodoh kita, siapakah orang yang akan kita jadikan teman hidup. Karena semuanya menyangkut pada keturunan.

Malam itu, langkah Rayna dan Jeffrey begitu cepat, membantu para medis mendorong brankar hang membawa si Bungsu. Keduanya masih sibuk memandangi wajah Nana yang begitu pucat, dengan masker oksigen yang sudah bertengger untuk membantunya menangkap oksigen. Rayna jelas tau, Nana begitu tersiksa saat ini.

Ketika sudah sampai di instalasi gawat darurat, keduanya dilarang masuk dan membiarkan para dokter menangani Nana. Butuh beberapa menit, hingga Jeffrey akhirnya menyadari sesuatu, "Sayang ... Vano mana?"

Rayna ikut celingukan, jauh di belakang sana ada presensi Vano yang diam dengan tangisnya. Anak itu tidak berani protes ketika kedua orang tuanya malah membiarkannya sendiri. Vano sendiri juga sama khawatirnya dengan kedua orang tuanya, hanya saja dirinya tidak tau harus apa. Kakinya juga sudah lemas, memandang sang Adik dalam kondisi buruk seperti ini.

Jeffrey berlari menghampiri Vano, pria itu segera mendekap erat tubuh mungil si Sulung. Ada sedikit rasa bersalah karena sempat melupakan Vano tadi. Apapun yang terjadi, tidak boleh ada kesenjangan antara pemberian kasih sayang, sekalipun nanti dokter telah benar-benar menyatakan penyakit apa yang sedang diderita Nana.

"Maafin ayah, No. Maaf ...."

Vano terisak, "Adek, yah ...."

Jeffrey membawa daksa anaknya untuk ikut menunggu di kursi tunggu bersama Rayna. Tangis Vano yang semakin keras ketika memandang sang Ibu, membuat Rayna langsung mendekap Vano. Punggung Vano yang bergetar dielus pelan oleh sang Ibu, memberikan sedikit ketenangan di tengah hati Vano yang sedang kacau.

"Kak ..., Kakak biasanya baca Qur'an di dekat adek kan? Sekarang coba ya, sayang? Biar di dalam sana, adek dibantu sama Allah juga."

Vano mengangguk disertasi nafasnya yang sesegukkan, "Buna ...."

Jeffrey mengambil alih pandangan Vano, "Ayo, bareng sama ayah."

Usul Rayna benar-benar dilaksanakan dengan baik oleh si Sulung, tidak berhenti Vano melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Bahkan, ketika sudah lewat satu jam ketiganya menunggu, Vano masih terus membaca dari ponsel ayahnya. Meskipun nafasnya masih sedikit tersendat karena habis menangis, Vano tetap berusaha membaca demi sang Adik.

"Jeff," panggil seseorang.

Seorang dokter keluar dari instalasi gawat darurat. Dokter laki-laki itu tidak perlu lagi berteriak untuk memanggil mantan pasiennya itu. Presensi dokter itu membuat Rayna ikut terkejut, meskipun wanita itu sudah memiliki prediksi, tapi tetap saja masih berharap agar prediksinya tidak benar.

Dokter Juan tersenyum kecil, "Dokter anaknya tadi langsung bicara sama aku, pas tau Jenanda itu anaknya Jeffrey, mungkin hal ini tidak lagi mengherankan."

Rayna menggeleng pelan, lelehan air perlahan jatuh, "Mas Juan ...."

Jeffrey mengusap wajahnya kasar, "Jantungnya kena ya?"

Juan mengangguk, "Angina unstable yang pernah kau derita itu disebabkan oleh kelainan jantung sejak lahir. Kali ini, juga terjadi dengan Jenanda, dia memiliki jantung yang unik dibanding anak-anak lain."

Rayna menarik nafasnya yang sudah berantakan karena panik, "Mas, lakuin apa aja buat anakku! Terserah berapapun biayanya, yang penting Nana bisa normal lagi!"

Jeffrey merangkul sang Istri, berusaha menenangkan, "Pemasangan ring, atau prosedur bypass sepertiku dulu, bisa dilakukan kan? Atau bahkan pendonoran jantung baru, terserah apapun yang terbaik, mas."

Married Her [New Season On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang