20. "Desperate Love"

800 107 25
                                    

Pandangan Seokjin tak pernah lepas dari sosok wanita yang tengah berbaring dengan mata terpejam di depannya itu. Matanya melirik ke arah salah satu tangannya yang sedang berada dalam genggaman Tzuyu, ia menghela nafasnya saat perempuan itu bersikukuh untuk tetap menggenggamnya hingga tertidur.

Kedua mata elangnya kemudian melirik jam dinding yang ada di dalam kamar mewah itu. 22:30, hari semakin larut, tapi dia malah terjebak di rumah Perdana Menteri. Dengan perlahan ia mencoba melepaskan tangannya, namun Tzuyu malah makin mengeratkan genggamannya.

Melihat keadaan dari adik sahabatnya itu membuat Seokjin tidak tega untuk pergi begitu saja, bahkan membutuhkan obat bius untuk membuat perempuan itu tertidur setelah mengamuk. Kalau dipikir-pikir, andai saja saat itu Seokjin tidak ada, mungkin Tzuyu sudah hanyut di bawah jembatan.

Ceklek

Seokjin menoleh saat mendengar suara pintu yang terbuka, tampak Minho berjalan masuk dengan kedua tangannya yang masing-masing sedang memegang kopi. Pria itu kemudian menari kursi tepat di sampingnya dan duduk di sana.

‘’Untukmu,’’ ucap Minho.

Seokjin kemudian menerima kopi yang disodorkan Minho untuknya, ‘’Terimakasih,’’ ucapnya sembari menyesap cairan berwarna hitam itu.

‘’Terimakasih karena telah menyelamatkan Tzuyu.’’ Minho ikut menyesap kopi miliknya, matanya memandang sosok adiknya yang tengah tertidur sembari terus menggenggam tangan sahabatnya itu.

‘’Tidak perlu berterimakasih, lagipula aku tidak sengaja berada di sana.’’ Seokjin kembali menyesap kopinya.

‘’Kami mungkin akan menerima berita buruk lagi jika kau tidak ada di sana. Ayahku sedang sibuk mengurus media sekarang, sebuah keberuntungan Tzuyu tidak tertangkap media.’’ Minho tampak menyingkirkan anak rambut Tzuyu yang menutupi dahi perempuan itu.

‘’Tzuyu masih terlalu muda, emosinya terlalu labil untuk menerima keadaan seperti ini,’’ ucap Seokjin, ia merasa sangat bersimpati dengan keadaan sahabat dan adik sahabatnya itu.

‘’Tidak lama lagi hari ulang tahunnya tiba, dan Ibuku sudah tidak ada. Entah bagaimana kami akan merayakannya,’’ celetuk Minho, pria itu memandang lurus pada kopi yang berada di tangannya.

Bagi Seokjin yang juga pernah kehilangan orang yang begitu ia kasihi, tentu saja tahu bagaimana rasanya. Apalagi jika harus mengalami itu di usia semuda Tzuyu, tingkat emosional pasti akan lebih tinggi dari biasanya.

Lalu mereka terdiam tanpa suara. Hening, begitulah suasananya. Tanpa di sangka Tzuyu tampak tak sadar jika tangan Seokjin sudah lepas secara sendiri dari genggamannya, hal itu mampu membuat Seokjin akhirnya bernafas lega. Ia pun menoleh pada Minho yang tampak masih setia memandang kopi di tangannya.

‘’Hari sudah sangat larut, dan Tzuyu juga tampaknya sudah tidur nyenyak. Aku harus pulang sekarang,‘’ ujar Seokjin, ia berdiri dari duduknya.

Minho kemudian menoleh dan ikut beridiri, salah satu tangannya menepuk pelan bahu Seokjin. ‘’Terimakasih untuk hari ini, kau banyak membantu proses pemakaman Ibuku dan masalah Tzuyu.’’

Seokjin tersenyum tipis, ‘’Kita sudah seperti saudara, Tzuyu juga sudah seperti seorang adik perempuan yang harus kulindungi. Orang tuamu juga sangat baik padaku, tidak perlu berterimakasih.’’

Minho menganggukkan kepalanya pelan, ia merasa sangat bersyukur dengan kehadiran sosok sahabat seperti Seokjin.

‘’Kalau begitu aku pulang dulu, sudah terlalu larut untuk berpamitan pada Ayahmu.’’

Love The Painful [SURENE ft. JINSOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang