Suasana duka terasa begitu kental di kediaman Perdana Menteri, pemakaman berlangsung secara tertutup tanpa ada media yang diberi izin untuk melakukan liputan secara langsung. Hanya di hadiri para pejabat Negara dan kerabat serta keluarga Perdana Menteri, Seokjin dan Irene yang merupakan sahabat Minho juga turut hadir, mereka berdua tampak tengah memberikan penghormatan terakhir dengan sujud kearah potret, sebelum berjalan menghampiri Minho.
Pria bernama lengkap Choi Minho itu nampak tengah duduk dan menatap lurus kearah potret sang Ibu dari pojok ruangan, penampilan pria itu tampak sedikit kacau, rambut yang tidak beraturan dan dasi hitam yang tidak rapih.
‘’Minho,’’ panggil Irene sambil mengusap punggung pria itu, sementara Minho hanya menyahut dengan lirikan mata.
‘’Aku turut berduka cita atas kematian Ibumu,’’ ucap Irene dan Seokjin.
Minho tersenyum, lantas berdiri dan memeluk kedua sahabatnya itu, ‘’Terimakasih, kalian memang teman yang baik.’’
‘’Pada akhirnya kita semua juga akan pergi, cepat atau lambat,’’ ucap Minho lagi dengan pandangan yang masih tertuju kearah potret sang Ibu.
Kita semua juga akan pergi, cepat atau lambat. Ucapan Minho barusan membuat Irene terdiam, pada dasarnya tidak ada yang abadi di dunia ini. Bahkan bumi juga akan hancur jika waktu yang di tentukan Tuhan sudah tiba, tapi bagaimana dengan dia? Bahkan dia seolah sudah tahu kapan dia akan pergi. Sungguh itu adalah kenyataan yang menakutkan untuknya.
Irene berusaha mengusir pikiran anehnya itu, berusaha untuk tidak ambil pusing. Ia berdeham dan menatap Minho. ‘’Aku dengar Tzuyu sudah kembali dari luar negeri,’’ ucapnya.
Minho mengangguk mengiyakan, ‘’Sudah lama.’’
‘’Di mana dia sekarang? Bukankah dia seharusnya di sini melayani tamu bersamamu?’’ tanya Irene lagi, sebenaranya dia agak penasaran dengan wajah adik Minho itu, walaupun mereka pernah bertemu saat kecil tapi itu sudah lama sekali.
‘’Dia sedang menjalani perawatan di kamar atas, dia tidak bisa mengendalikan dirinya saat pemakaman dilakukan. Alhasil dokter harus memberinya suntikan penenang.’’ Sorot mata Minho tampak lebih meneduh saat mengingat bagaimana kacaunya keadaan sang adik.
‘’Dia masih sangat muda, hal seperti ini akan sangat berpengaruh kepada mental beberapa orang,’’ ujar Seokjin.
Sejenak terasa hening, Perdana Menteri sibuk melayani tamu dan begitu pun dengan Minho. Seokjin melirik Irene, tatapan perempuan itu tampak biasa saja, namun pria itu yakin jika ada luka yang sedang Irenne tanggung.
‘’Kudengar kau sedang mengerjakan gaun pernikahan Jisoo.’’
Irene menoleh, ia kemudian menghela nafas dan terkekeh hambar, ‘’Begitulah.’’
‘’Pasti berat mengurus pernikahan sepupumu sendiri dengan orang yang kau cintai.’’ Seokjin menatap lurus kearah potret, tatapan pria itu berubah sendu.
‘’Itu semua sudah takdirku,’’
‘’Takdir murni dari Tuhan, atau sebuah kerumitan yang seseorang buat?’’ Seokjin tertawa hambar, namun matanya masih menatap sendu.
Irene tersenyum tipis mendengarnya, entah itu karena takdir atau karena sesorang? Yang ia tahu Tuhan tidak pernah salah.
‘’Aku… akhirnya sadar akan sesuatu,’’
KAMU SEDANG MEMBACA
Love The Painful [SURENE ft. JINSOO]
RomanceIrene awalnya tidak pernah menyangka jika kepulangannya ke Korea akan mengubah banyak hal. Rencana pernikahan Jisoo dan mantan kekasihnya membuat Irene menemui babak baru dalam kehidupannya yang semakin rumit. Ia pikir waktu sudah membawanya berlaya...