21. "Caught Up"

727 106 22
                                    

Tidak ada lagi suara percakapan, tangis ataupun musik. Hanya deru suara mobil yang memecah sunyi sore di dalam mobil itu. Suho menggertakkan giginya dan masih mencengkram stir kemudi kuat-kuat.

Selama berkonsentrasi mengemudi mencari jalan masuk ke jantung kota, Suho berinisiatif mencari tempat sela untuk mengobrol. Suho benar-benar tidak tahan dengan kebisuan yang hampir berlangsung selama setengah jam.

"Kemana kita?" tanya Irene mengetahui bahwa Suho menepi di sebuah depan restoran.

"Tempat pertama kali kita berkencan." Suho membuka pintu mobil tempat sisi Irene duduk dan mengulurkan tangannya.

Seketika Irene berpikir, akankah ia menerima uluran tangan itu? Irene benar-benar dibuat resah dengan ke-ambiguan hubungan mereka kini.

Irene memperhatikan sorot mata Suho, teduh dan sayu. Akhirnya ia luluh dan rela menerima uluran tangan tersebut. Suho senang bukan kepalang. Ia bisa mengisi sela-sela jari-jemari Irene kini, lagi, untuk kesekian kalinya.

Dengan erat, Suho menggenggamnya dan menyeret masuk ke dalam restoran. Irene memperhatikan isi restoran tersebut. Sungguh berbeda dari yang terakhir kali ia lihat. Dekorasinya terlihat ciamik masih dengan gaya mediterania.

"Sepertinya, pergantian musim mempengaruhi dekorasi restoran ini," celetuk Suho menjawab pertanyaan dalam benak Irene.

Irene terus memperhatikan tengkuk Suho yang sedang membawanya terus ke dalam restoran, sampai akhirnya cahaya sore matahari menerpa wajahnya, terasa sangat hangat.

Terdengar suara ombak dari kejauhan, Irene merasa sangat familiar dengan suasana seperti ini. Seperti déjà vu. Irene mengedarkan pandangannya, sangat sepi, bahkan mungkin yang disini hanya ia dan Suho juga sepasang kekasih di ujung sana.

Selama Irene mengedarkan pandang, ternyata Suho sudah mempersiapkan kursi yang ditariknya ke belakang agar Irene bisa masuk dan duduk di atasnya. Hanya lemparan senyum yang bisa Irene balas.

"Kau ingin makan sesuatu?" tanya Suho menutupi seluruh wajahnya dengan buku menu. Irene menghembuskan nafas, kini semuanya terasa sangat canggung. Bahkan hanya untuk saling menatap, semuanya terasa sangat ganjil.

"Suho," Irene menurunkan buku menu yang menutupi wajah Suho. "Aku tidak lapar, aku tidak sedang ingin makan apapun."

Suho menutup buku menu itu dan menatap dalam mata Irene. Irene tahu jika Suho sedang berpikir keras tentang suatu hal.

"Kau bisa sakit jika tidak makan, dari tadi siang kau belum makan apa-apa."

Seorang pria mengenakan hem putih dan apron hitam membawa sebuah gelas berukuran besar menjadi sela diantara mereka.

"Anda ingin minuman?" tawarnya.

"Ya, tolong," jawab Irene dan Suho bersamaan. Irene sempat melirik Suho beberapa detik, tatkala Suho menatap balik, Irene secepat mungkin mengalihkan pandangannya kembali pada gelas di tangannya yang sedang terisi oleh air mineral.

Irene meneguk air itu perlahan demi perlahan. Terasa kesegaran di seluruh tenggorokannya. Tiba-tiba ia merasa ingin sesuatu yang manis.

"Aku ingin es krim," celetuk Irene yang melihat sebuah menu dessert tercetak tinta merah disana.

Mendengarnya, Suho bungah. Ah akhirnya Irene mau juga memesan sesuatu.

Tak butuh waktu lama, sebuah es krim datang dengan ukuran jumbo. Irene bahkan sampai terperanjak kaget melihat satu es krim pelangi yang disodorkan padanya.

Love The Painful [SURENE ft. JINSOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang