40. Ujian Nasional

468 25 0
                                    

Happy Reading!❤

Hampir dua minggu lamanya seluruh siswa siswi kelas 12 melaksanakan ujian sekolah dan hari ini adalah puncaknya yaitu ujian nasional.

Pagi ini Keano berangkat pagi bersama Resta dan dibelakangnya disusul teman-temannya. Terlihat wajah seperti orang frustasi menyelimuti mereka kecuali Geri. Mau bagaimanapun keadaannya seorang Geri akan tetap tenang. Gimana gak tenang Geri saja juara Olimpiade.

Kali ini ruangan mereka terpisah karena urutan abjad. Sanu, Deo dan Bara satu ruangan. Mereka tak heran karena nama Sanu dan Deo diawali dengan abjad A, Alendrian Sanusi serta Andra Deo Maheswara.

Gibran sangat beruntung kali ini karena bisa satu ruangan dengan Geri, membuat Jordi benar-benar iri terhadapnya.

"Ingat kalau ngerjain gausah buru-buru, santai aja. Kemarin malam ngulang materi yang aku kasih nggak?" Resta berbicara pada cowok tinggi disampingnya.

"Iya, sayang."

"Aku ke kelas dulu, ya? Nanti sebelum ngerjain berdo'a jangan lupa." Keano mengangguk.

"Iya sayang iya. Beneran gamau dianterin?" Resta menggeleng sambil terkekeh pelan. "Gausah, Ken. Udah kamu buruan ke kelas. Semangat sayang!"

Resta berlari meninggalkan Keano dan teman-temannya di parkiran sekolah. Sudut bibir Keano terangkat menampilkan senyuman manisnya.

"SEMANGAT JUGA SAYANG!" teriak Keano tak tanggung-tanggung. Bahkan seluruh siswa-siswi yang masih di parkiran menoleh ke arahnya.

"Ck, uwu uwuan apalagi ini anjir? Kan gue jadi pengen," keluh Jordi seperti tak mempunyai semangat hidup.

"Ngeluh mulu hidup lo, belajar goblok! Kita mau ujian bukan ngejalanin hukuman." Sanu memukul punggung Jordi menggunakan penggaris besi.

Tunggu, penggaris besi ini Sanu dapat dari mana? Apa jangan-jangan—

"Btw, lo dapat tuh penggaris dari mana?"

"Oh ini, dapat dari depan lab bahasa kemarin. Punya si Andinanjing nih," ujar Sanu dengan santainya. Sudah mau ujian namun tetap saja menistakan guru, siswa durhaka.

"Biadap lo! Padahal gue yang ngambil, lo yang ngaku-ngaku." sahut Deo dengan muka kesalnya.

Sontak kelimanya menatap heran kearah mereka berdua. Baru kali ini ada orang mencuri malah bangga, apalagi barang ini milik Bu Andin. Jika Bu Andin tahu pasti sudah habis mereka.

"Goblok banget si Deo! Nyuri barangnya si nenek peot aja bangga. Belum punya si tua bangka, jungkir balik aesthetic kali lo!" ucap Gibran kelewat ngawur.

"Masuk kelas tolol! Mau ujian atau nyari penyakit lo?"

***

Gibran sedari tadi terus mengganggu Geri yang sedang memandang layar komputer. Ujiannya memang berbasis komputer sehingga tidak perlu menyiapkan alat tulis menulis.

Gibran yang tadinya bangga bisa satu ruangan dengan Geri kini malah merutuki kebodohannya sendiri. Ia lupa jika seluruh soalnya pasti diacak. Mana bisa menyontek Geri jika caranya seperti ini.

"Ger, kurang lima nih gue, kasih jawabannya dong,"

Geri menatapnya sekilas lalu melanjutkan mengerjakan soal. Gibran mendengus sebal lantaran Geri sejak tadi seperti itu terus, tak mau membantunya.

Jika saja ini bukan ujian nasional Geri akan memberikan jawaban secara percuma. Bukan Geri tak mau membantu Gibran, tapi ia hanya tidak ingin ketahuan pengawas ujian, bisa kacau urusannya.

KEANO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang