Sebelum tidur, Minhee bilang untuk mencabut rambutku sendiri dan diletakkan di kepala. Setelah itu, badan akan menggigil seperti demam pada umumnya. Minhee menyuruhku mencari bola api ketika sudah terlelap. Aku ikuti semua perintahnya. Rasanya tidak nyaman, dia menyuruh untuk menahan rasa itu.
Setelah beberapa menit lewat, di belakang ada suara seperti obor yang baru dinyalakan. Sebagian ruang hampa yang ku pijak sedikit terang akibat sinar api. Bola api mulai bergerak. Pelan dan tak terarah. Kadang ke kanan, putar balik, diam di tempat, kembali lagi, lalu ke kiri, kemudian lenyap tanpa sisa. Minhee mengatakan ketika bola api hilang, berarti ada sesuatu di depannya. Ku depankan telapak tangan. Seperti dinding dingin membatasi gerakanku. Ada benda menonjol, aku merasa kalau ini seperti gagang pintu. Tanpa ragu langsung ku tekan.
Lagi-lagi hamparan pasir. Tak ada aliran air, cuma lautan pasir yang luas dan langit biru padam tapi tak gelap.
"Hei, hadap kemana?"
Langsung ku toleh sumber suara berasal.
Minhee, dengan rambut panjang putih, berdiri dengan menggenggam jam pasir warna emas. Namun, dalam kaca kosong, tak ada pasir sedikitpun.
"Ujian pertamamu adalah mendapatkan maaf dari orang yang pernah kau sakiti di masa lalu. Kalau berhasil, benda ini akan terisi pasir untuk ujian selanjutnya. Gimana, siap?"
"Orang yang ku saikiti ya. Hm."
Dari banyak orang yang ku sakiti di masa lalu, aku teringat pada si Jeruk. Aku meninggalkannya tanpa pamit waktu itu. Aku ingat betul hari itu, kami berjanji untuk bertemu sore harinya. Tapi, Ayah dan Ibu mengajak berangkat ke Seoul siang.
"Ada seseorang, perempuan, temanku sewaktu kecil. Aku belum sempat mengucapkan perpisahan dan tidak menepati janji. Aku rasa dia sakit hati padaku. Apa itu bisa?"
"Coba saja."
"Bagaimana?"
"Duduk."
Setelah aku duduk, Minhee mengitariku sambil kakinya diseret. Ia membuat pola lingkaran di sekitarku. Lalu, mengambil segenggam pasir.
"Setelah ku taruh pasir ini diatas kepalamu, tutup mata dan fokus pada wajah atau fisik perempuan itu. Kamu akan kembali ke masa lalu yang kau inginkan."
Minhee mulai menjatuhkan pasir di atas kepalaku pelan-pelan. Lalu dia menambahi,
"Aku juga hadir di ujianmu, tapi aku hanya melihat dari jauh. Nah, tutup matamu.""Thanks, Minhee."
Kedua mata ku tutup. Aku ingat-ingat wajah bulat dengan pipi tembemnya. Kemudian area pantai, dan hari sebelum aku pindah ke Seoul.
ZERRRRSSSS! ZZRRRRSSS!
Deru ombak yang menjangkau bibir pantai buatku terkejut. Aku berada di pantai yang dulu sering ku kunjungi saat bermain. Hembusan angin ini memancing ingatan, ditambah lagi bangunan-bangunan yang sesuai dalam pikiranku. Tubuhku menyusut, aku bisa melihat dari bayanganku sendiri. Aku kembali ke Busan yang mana aku masih di umur 7 tahun. Sekarang, mana si Jeruk?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaemin, The Dream Blesser [Book 3] ✓
Fantasy[TAMAT - continued in Book 4] Seri ketiga dari pentalogi "The Dreamers", yaitu "Jaemin, Sang Penakdir Mimpi". Fantasy "The Dreamer" universe by Silver Vermouth Na Jaemin, mahasiswa semester 4 yang sekelas dengan Yuri. Dia terkenal nakal dan jahil. H...