Malam ini, aku sudah ada di Surearium. Pasir-pasir emas saja yang ku lihat malam ini. Tidak ada tanda-tanda kehidupan lain, bahkan Minhee yang biasanya tidur lebih awal pun tak ada.
Aku mendekat ke aliran air. Aku ingat cara yang digunakan Minhee untuk berpindah tempat dengan mengeluarkan darah, lalu dicelupkan ke aliran air. Terakhir, menyebutkan lokasinya. Ku gigit bagian engsel tulang di jempolku sampai berdarah. Segera ku celupkan dan mengucapkan 'Namukum'. Tubuhku bersinar dan seketika aku langsung berpindah tempat.
KATS!
Tunggu dulu. Ini bukan tempat yang seharusnya aku kunjungi. Lokasi yang ku pijak adalah hutan yang gelap dengan suasana yang terasa nyata. Bukan seperti di dunia mimpi. Apa ini hutan yang ada disamping pohon beringin? Tapi, gelap sekali. Cuma sinar bulan purnama yang masuk ke sela-sela daun lebat.
"Ini bukan Namukum."
Monologku untuk memecah hening. Kalau begini, aku akan cari jalan keluar. Perjalananku dimulai ke arah kiri. Entah kemana aku harus pergi, jalan keluar mana yang harus ku lalui. Terlintas di pikiranku untuk bangun begitu saja. Tapi, nihil. Meskipun aku mencoba dan ku cubit terus kulit tangan, aku masih disini. Rasa dingin tembus ke pakaian yang ku kenakan. Aku sadar kalau pakaian yang ku pakai sama dengan di dunia nyata. Jadi, untung saja hoodie putih ku pakai sebelum tidur.
Bermenit-menit lewat, puluhan langkah juga sudah ku tempuh. Rasa lelah ini sungguh aneh. Semua terasa sungguh nyata, walau di dunia mimpi memang rasanya nyata, hanya saja... Tempat ini seakan 'nyata' yang nyata. Aku tiba di sebuah lokasi yang cukup luas. Tempat ini seperti lapangan kecil, dikerubungi pepohonan dan disirami bulan purnama.
Tiba-tiba, aku dengar ada beberapa kaki berlari kepadaku. Banyak orang dengan pakaian seperti pasukan kerajaan, mereka menodong pedang padaku. Satu, dua, tiga, ada 6 orang mengitariku. Tanpa aba-aba atau apapun, mereka menyerangku dengan pedang tadi. Aku berhasil menghindari semua serangan tersebut.
"Apa mau kalian?"
Orang-orang ini tidak merespon. Masih fokus padaku dengan niat membunuh yang tinggi.
"Oh, kalian ingin membunuhku? Bagus. Kebetulan aku sedang tidak dalam mood yang baik."
Ku bunyikan sendi-sendi jemari. Pasang kuda-kuda bertarung yang tidak seperti biasa. Teknik ini diberikan oleh salah satu anak buah Ayah yang ahli dalam bertarung tangan kosong. Kuda-kuda dengan posisi dua tangan hampir menutupi wajah dan siku sejajar bahu, teknik ini digunakan apabila lawan cukup tangguh, memiliki senjata, atau berbadan besar. Dan tak lupa, ku nyalakan kekuatanku sebagai tambahan. Akan ku gunakan bahasa dunia mimpi untuk melawan orang-orang ini.
Satu orang maju lebih dulu. Ia menghunuskan pedang tepat ke arah wajahku. Aku putar badan 90° ke kiri, menarik tangan kanan ke bawah lalu melontarkan genggaman tepat ke dagunya. Sebelum jatuh, ku ambil pedang lancip yang dibawanya. Selanjutnya, dua orang tiba bersamaan. Mereka mengincar perut dan kepalaku. Ku tahan pedang di bagian kepala dengan pedangku, kemudian menginjak pedang kiri yang akan menancap di perutku. Ku tatap tajam lelaki di kananku.
"Hi nos folaan mun. Zu'u rahgron nu. DAH!"
(Kau menyerang orang yang salah. Aku sedang marah sekarang. Dorong!)Dua orang tadi terpental. Kemudian, ku tatap pedang yang ku genggam. Ku rasa ini akan berhasil.
"Yolos tuz." (Pedang berapi.)
BWUZH!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaemin, The Dream Blesser [Book 3] ✓
Fantasía[TAMAT - continued in Book 4] Seri ketiga dari pentalogi "The Dreamers", yaitu "Jaemin, Sang Penakdir Mimpi". Fantasy "The Dreamer" universe by Silver Vermouth Na Jaemin, mahasiswa semester 4 yang sekelas dengan Yuri. Dia terkenal nakal dan jahil. H...