14. Veracity

15 3 0
                                    

Ini sungguh mengagetkan. Yuri adalah Sang Pelari Mimpi? Juga, aku ingat apa yang diberitahu Minhee. Ia bilang kalau Sang Pelari Mimpi bukan murni ciptaan Dewi Kelinci. Rahasia apalagi yang dipunyai dunia mimpi? Lalu, siapa lagi Dreamer selain aku? Sejauh ini cuma Yuri saja yang sudah muncul. Huh, si Yuri itu ternyata Dreamer. Aku masih ragu kalau dia adalah si Jeruk. Tidak mungkin perempuan menyebalkan itu cinta pertamaku dulu. Bicara soal perempuan menyebalkan, sepertinya aku mendengar suara Ibu.

Yap, dugaanku benar. Ibu sedang ribut dengan Ayah di kamar mereka. Gaduh sekali, bahkan para pembantu dan anak buah Ayah khawatir, tapi mereka langsung buang muka dari pintu kamar saat aku tiba disana. Dari dalam, suara Ibu terdengar jelas walau pintu ditutup. Ia berkata kalau tidak terima beberapa anak buah Ayah yang dimasukkan Ibu dipecat tanpa sepengetahuannya. Lalu melanjutkan dengan menyatakan bahwa Ayah menyimpan rahasia. Ibu terus memaksa jawaban dari rahasia Ayah, tentu saja Ayah menolak. Di dalam makin berisik, aku nyalakan kekuatan Sang Penakdir Mimpi dan meredam suasana, dengan caraku sendiri.

BRAK!

"BERISIK! BUKA PINTUNYA!"

Ibu membuka pintu. Nampak kamar mereka berantakan dengan beberapa buku-buku bertebaran di lantai, kasur tidak rapi, lalu lemari terbuka dengan baju-baju tergeletak. Dasar Ibu, sudah jarang pulang, kembali-kembali bikin ribut. Mana gak dapat oleh-oleh.

"Oh, kamu sudah bangun, sayangku."
Sapa Ibu padaku.

"Gak usah berisik. Memangnya kenapa kalau Ayah punya rahasia? Lalu memangnya kenapa kalau Ayah tidak memberitahu pada Ibu? Kalau Ayah tidak bisa memberitahu, berarti itu rahasia yang tidak ingin dia bagi pada orang lain. Harusnya Ibu menghargai itu."

"Cih,"
Ibu keluar dari kamar. Dengan dress warna mint dan sepatu ber-heels tinggi, ia keluar dari kamar.

"Apa yang kau lakukan pada anak kita, Minjae?! Dia sekarang sudah berani pada Ibunya sendiri."

"Salah Ibu tidak pernah di rumah."

Ibu menepuk dadaku, ku lihat ada selembar kertas yang tadi diremas.

"Ini rahasia Ayahmu tercinta!"

Kemudian Ibu pergi keluat rumah begitu saja tanpa pamit. Lembaran ini ku buka. Sepertinya sebuah peta, ada tanda silang merah di hutan. Dimana lokasinya ini? Huh, masa bodoh, lagi pula aku tidak tertarik. Ku berikan kertas rahasia Ayah saat mendekat.

"Terima kasih, Jaemin."

"Ah, pagiku kacau. Aku mau keluar saja."

***

Gudang Minhee adalah destinasiku saat ini. Lagipula aku ingin malas-malasan saja, di kampus juga mau ngapain? Mendingan quality time dengan diri sendiri, untung gudangnya Minhee berkonsep seperti rumah. Ada kulkas dan ricecooker yang masih fungsi. Mungkin aku bisa gunakan gudangnya sebagai markas Buddies and Baddies, mereka pasti suka.

Minhee sedang rebahan di sofa menghadap TV, ia tahu kalau aku masuk dan membiarkan begitu saja.

"Hei, nak."
Sapanya saat aku duduk di sofa lain.

"Apa kabar, Minhee?"

"Baik kok. Oh ya, nanti malam aku akan mengajarkan kemampuan lainnya di dunia mimpi."

Jaemin, The Dream Blesser [Book 3] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang