Halo....
Aku datang membawa part baru.
Ini untuk menemani weekend kalian ya.
Tolong tetap jaga kesehatan dan patuhi prokes.
Selamat membaca.
Kesan pertama Abby, saat pertama kali melihat pemuda dengan tubuh tinggi dan atletis itu adalah keras. Tatapannya saja aneh begitu, tajam pula. Sekarang makin yakinlah Abby begitu mengetahui namanya dari Bapak yang mendampinginya. Lio. Nama itu jelas-jelas menggambarkan pemiliknya. Tidak mungkin kan dia yang menyuruh Bapak tadi untuk bertanya ke mereka. Kalau saja itu inisiatifnya, betapa pengecutnya dia, pikir Abby. Kalau dilihat dari sikapnya, sih, rasanya sangat tidak mungkin. Lihat saja, si Bapak dengan ramahnya bertegur sapa, dia malah asyik bermain ponsel. Astaga! Mengapa juga dirinya harus sepeduli ini, sih? Biasanya anak muda seperti dia memang cenderung lebih peduli dengan dirinya, abai dengan keadaan sekitarnya. Yang membuat Abby bertanya-tanya, kenapa dia selalu berada di belakangnya? Kalau melihat fisiknya, dia sangat bisa mendahului rombongannya.
Abby sudah bersiap berjalan kembali setelah agak lama beristirahat. Sungguh, kakinya sudah mau patah dan napasnya mau putus. Dia berjanji, balik dari tempat ini dia akan mulai berolahraga. Padahal ada treadmill menganggur di apartemennya. Sengaja Abby beli karena malas ke gym, tetapi malah tidak pernah digunakan. Sebelum melangkah, Abby menoleh dan memperhatikan pemuda bernama Lio itu. Pemuda itu juga sedang memperhatikannya dan terburu memalingkan wajah begitu Abby melihatnya. Benar-benar bikin penasaran saja.
"Dia, kok, tegang aja mukanya, ya?" Reina menyikut Abby sembari dagunya mengarah ke Lio.
"Memang begitu kali dari sononya. Sudah ah, nggak usah dilihatin ntar ngamuk anaknya," ucap Abby sambil membenarkan letak sling bagnya.
"Seram amat, ngamuk," Reina terkikik kemudian buru-buru membekap mulutnya.
"Sudah tidak capek?" tanya Pak Syamsul melihat dua wanita tamu mereka sudah bersiap kembali melanjutkan perjalanan. Dia tidak bisa banyak membantu karena medannya memang seperti ini. Makanya dia mewanti-wanti sejak kemarin agar yang menjemput minimal empat orang agar bisa membawa koper.
"Sudah, Pak. Yuk, kita lanjutin perjalanan ini," jawab Reina dengan semangat dan berharap jalanan sudah tidak menanjak lagi. Sayangnya, yang diharapkan tidak terkabul karena jalanan justru tambah menanjak. Infonya ini belum puncaknya masih ada di depan. Semoga saja mereka tidak pingsan sampai di puncak tanjakan nanti.
"By, kayaknya kalau aku perhatikan nih, si Lio suka banget lihatin lo, deh." Ini bukan mengada-ada, karena begitu kenyataannya. Walaupun Reina tadi berjalan di depan, tetapi ekor matanya bisa menangkap pemuda itu memperhatikan Abby. Sejak awal malah. Tadinya Reina beranggapan Abby mengenalnya, nyatanya tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Mawar Di Taman Hati (complete)
RomanceRancangan Tuhan pada setiap insan tentunya berbeda. Begitu hebatnya rancangan itu, terkadang membuat yang mengalaminya tidak memahami kondisi yang terjadi. Begitulah yang dialami oleh dua insan yang dipertemukan oleh rancangan indah tersebut, di seb...