Halo....
Part baru ini semoga menggugah tangan kalian bergerak lebih cepat menekan tanda bintang ya.
Spam komen juga bisa kok.
Ramaikan ya.
Selamat membaca.
Ternyata tanjakan terakhir yang ditemui Abby, adalah tanjakan yang paling tajam. Sampai terengah-engah dia melalui jalan berlapis batu cadas. Kalau saja saat itu hujan, Abby sangsi sanggup melaluinya. Jurang di sebelah kanan jalan juga tampak sangat dalam. Hanya rimbun bagian atas pepohonan di bawah sana yang terlihat. Abby bergidik. Sementara Lio berjalan dengan santainya menuju tanjakan terakhir yang sudah di depan mata. Jangan tanya lagi Daeng Ahmad, malah dengan riangnya sesekali dia berdendang. Stamina mereka sangat bagus.
"Pelan-pelan aja, bentar lagi nyampe," Lio memberi semangat pada Abby yang seperti tak sanggup lagi berjalan. Rasanya Lio mau gendong saja wanita itu agar tidak kepayahan. Tarikan napasnya saja sudah berat dan putus-putus. Abby hanya mengangkat tangan menanggapi ucapan Lio.
Tiba-tiba Lio berjongkok di depan Abby dan menyuruh naik ke punggungnya. Tentu saja Abby menolak. Dia rasanya tak sanggup lagi berjalan, tapi tidak juga menerima bantuan Lio. Risi banget kalau dia sampai naik ke punggung pemuda itu. Seumur-umur baru kali ini ada orang yang sedemikian rupa mau membantunya. Abby menggeleng menyatakan penolakannya.
"Tapi lo sudah capek banget begitu?" Lio masih ngotot dengan bantuannya.
"Gue masih bisa jalan, kok. Pelan-pelan aja, seperti kata lo tadi."
Karena Abby kukuh menolak bantuannya, Lio berdiri. Kali ini dia memegang erat lengan Abby agar wanita itu bertumpu pada tubuhnya. Abby tidak menolak. Posisi ini bertahan hingga mereka tiba di tempat istirahat. Abby lega setelah bokongnya menyentuh tempat duduk yang terbuat dari material bambu. Susah payah dia mengatur napas yang sejak tadi seolah akan berhenti. Diraupnya sebanyak mungkin oksigen memenuhi rongga dadanya, lalu melemaskan otot-ototnya yang seolah mau patah saat meniti jalan. Setelah sepuluh menit napasnya berangsur-angsur normal.
Lio bercakap-cakap dengan Daeng Ahmad. Betapa hatinya tak ingin mejauh dari Abby karena kondisinya yang sangat rentan dengan medan seberat ini. Hanya saja wanita itu tidak mudah menyerah begitu saja. Lio kagum bersamaan dengan rasa khawatirnya.
"Abby keras, Nak Lio. Sebaiknya jangan dipaksa," nasihat Daeng Ahmad saat Lio mengeluh sikap Abby yang menolak bantuannya.
"Kondisinya itu yang buat aku cemas, Pak." Daeng Ahmad maklum dengan kekhawatiran Lio. Tujuan cucu Pak Amril itu sangat mulia. Namun, dia juga memaklumi sikap Abby. Pastilah wanita itu risi naik ke punggung pria yang baru dikenalnya. Akan berbeda jika mereka sudah saling mengenal sebelumnya. Daeng Ahmad sangat memahami situasinya. Agak susah menjelaskan hal ini pada Lio. Karena menurut Lio, bantuan yang diberikannya sangat wajar dengan kondisi seperti ini. Tidak perlu merasa sungkan atau risi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Mawar Di Taman Hati (complete)
RomanceRancangan Tuhan pada setiap insan tentunya berbeda. Begitu hebatnya rancangan itu, terkadang membuat yang mengalaminya tidak memahami kondisi yang terjadi. Begitulah yang dialami oleh dua insan yang dipertemukan oleh rancangan indah tersebut, di seb...