Sembari menikmati hari libur, baiknya baca part baru ini deh.
Semoga terhibur.
Selamat membaca.
Jarak dari rumah ke bengkel tempatnya bekerja bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja. Pagi ini, tanpa ditemani Kawasaki Ninja-nya, Lio tiba di bengkel dalam kondisi yang masih sepi. Tidak ada deru mesin dari arah halaman belakang. Pun tidak ada suara besi yang beradu. Jarum di tangan kirinya masih menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Biasanya, rekannya baru memulai aktivitas ketika jarum jam sudah menunjukkan angka sembilan. Ada dua pasien yang harus ditanganinya. Keduanya jenis motor sport dengan mesin 250 cc dan satu lagi moge—motor gede—dengan mesin yang setara dengan mobil 1600 cc. Moge itu milik seorang pengusaha kondang tanah air yang suka touring bersama teman-temanya. Khusus moge, Lio masih taraf desain dan sudah beberapa kali bertemu dengan pemiliknya, berdiskusi mengenai desain modifikasi yang diinginkan.
Saat Lio masuk ruang loker hendak mengambil pakaian kerjanya, Raksa yang melihatnya melintas sedikit mengerutkan keningnya. Masih sangat pagi untuk memulai aktivitas, tetapi anak kesayangannya itu sudah bersiap. Tidak biasanya.
"Tumben pagi gini sudah tiba? Ada yang mendesak mau diselesaikan, Lio?" tanya Raksa saat Lio sudah keluar dari ruang loker dengan pakaian berwarna hitam beraksen warna oranye pada bagian pundak dan lengannya. Itulah pakaian kerja sehari-hari yang dia kenakan saat berada di bengkel. Terkadang juga dia hanya mengenakan overall tanpa lapisan lagi di dalamnya.
"Nggak juga, hanya pengen datang lebih pagi aja."
"Oh, gitu. Sudah sarapan?"
"Sudah."
"Atau mau ngopi?" Raksa seperti belum mau melepaskan Lio begitu saja. Dia menatap pemuda itu penuh selidik. Dari raut wajahnya, sangat tampak ada yang sedang dipikirkannya. Namun, Raksa juga tidak ingin mendesak pemilik wajah yang selalu tanpa ekpresi itu menceritakan apa yang sedang bersarang di kepalanya.
Tadinya Lio ingin cepat-cepat menyeret kakinya ke tempat di mana pasiennya sudah menunggu. Akan tetapi, bertemu dengan bosnya di pantry rasanya sulit untuk menghindari ajakannya.
"Oke."
Bergegas Raksa menuangkan kopi yang sedang diraciknya ke gelas kosong kemudian menyodorkannya pada Lio. Berdua lalu menikmati kopi dalam hening. Hanya ada tarikan napas dan suara menyesap kopi yang terdengar.
"Kamu nggak berminat lanjut kuliah atau mengembangkan karier?" Setelah beberapa saat saling berdiam diri, Raksa membuka percakapan. Dari pengamatannya selama ini, Lio adalah sosok yang sangat tepat menggantikannya nanti. Memang tidak ada hubungan darah sama sekali, tetapi nalurinya yang mendorongnya untuk menetapkan pemuda itu sebagai penggantinya kelak. Istrinya pun menyetujui usulannya. Juga, sebagian saham akan diberikan pada Lio. Loyalitas pemuda itu pada usaha yang didirikannya beberapa tahun silam sangat patut diapresiasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Mawar Di Taman Hati (complete)
Любовные романыRancangan Tuhan pada setiap insan tentunya berbeda. Begitu hebatnya rancangan itu, terkadang membuat yang mengalaminya tidak memahami kondisi yang terjadi. Begitulah yang dialami oleh dua insan yang dipertemukan oleh rancangan indah tersebut, di seb...