Aku temani weekendnya dengan part baru dari Abby dan Lio ini.
Semoga terhibur.
Selamat membaca.
Penghuni bengkel tempat Lio bekerja pagi itu, merasa ada yang berbeda. Lio yang biasanya datang dan setelah memarkir motor sportnya langsung bergelung dengan pekerjaanya, kali ini berbeda. Dari tempat parkir, dia berbasa-basi sejenak kemudian masuk menemui pemilik bengkel, bertanya mengenai pelanggan-pelanggan mereka. Tentu saja tindakannya ini membuat yang lain bertanya-tanya. Apakah menu sarapan Lio pagi ini? Mengapa sikapnya sedikit aneh? Bisa dikategorikan ramah bagi orang yang telah mengenal Lio bertahun-tahun. Karena selama ini, ekspresi yang ditampilkan Lio sangat tidak terbaca. Boro-boro menarik bibirnya sekadar tersenyum, mengeluarkan sepatah kata saja pelit sekali.
"Pak, Lio kayaknya salah makan, deh, hari ini," kata Dina pada Raksa—bos bengkel tempat Lio bekerja.
"Salah makan gimana? Balik dari lihat kakeknya memang sudah ada perubahan, kok. Kamu nggak menyadari aja," balas Raksa. Bagi Raksa, memang harus punya pendekatan berbeda saat berhadapan dengan Lio. Karena selama ini dia sangat dekat dengan Lio, bahkan memperlakukan pemuda itu seperti anaknya sendiri, maka setidaknya dia tahu karakter yang dimiliki Lio. Kepercayaannya pada pemuda yang sangat tekun dalam bekerja itu sangat besar. Bahkan Raksa pun sudah mulai mengatur pembagian saham untuknya.
"Tapi aneh nggak, sih, Pak? Kok, mendadak dia mudah menyapa gitu?" Dina masih tidak percaya perubahan sikap Lio. Menurutnya, perbedaan sikap Lio dengan sebelumnya sangat aneh di matanya. Dina mencium adanya pihak ketiga penyebab perubahan tersebut.
"Ya bagus, toh, kalau dia sudah ramah sama orang." Tidak ada yang aneh bagi Raksa. Karena sebelumnya Lio punya sikap yang cukup ramah sebelum kejadian yang menimpa pacarnya dan akhirnya meninggal. Memang pada dasarnya dia keras, tetapi untuk alasan tertentu.
"Atau jangan-jangan Bang Lio sudah punya pacar lagi, ya, Pak?" Dina masih saja penasaran. Lio memang sudah menunjukkan perubahan, meski Dina belum berani menegurnya lebih dulu. Iya kalau dibalas, kalau melengos, atau menatap tajam seperti selama ini saat berhadapan dengan Lio, kan, keki juga. Dulu, saat Lio punya pacar, Dina belum pernah melihat pacar pemuda itu datang ke bengkel. Bahkan menyebut namanya saja, Lio tidak pernah. Yang Dina tahu, wanita yang menjadi pacar Lio adalah anak dari klien mereka. Selain itu, kehidupan pribadinya sangat tertutup.
"Justru itu hal yang baik bagi dia. Seharusnya memang begitu, sih. Tidak usah lagi mengingat-ingat masa lalu. Fokus aja ke masa depan," jawab Raksa.
Kalau saja yang Dina katakan benar, Raksa tentu mendukung Lio. Saatnya pemuda itu bangkit, membangun masa depannya. Sudah menyelesaikan kuliahnya, berbakat dalam bidang olahraga, pekerja keras, semua itu ada pada Lio. Kalau saja kemampuan itu selalu diasahnya, tidak menutup kemungkinan Lio akan menjadi pengusaha sukses di masa depan. Harapan Raksa, Lio tetap menjaga sikapnya saja, tidak terpengaruh dengan kehidupan muda-mudi yang tidak jelas. Lebih banyak menghabiskan waktu dengan sia-sia, mudah bosan dan cepat menyerah. Raksa paling tidak suka dengan pemuda yang seperti itu. Apalagi kalau hanya mengandalkan kekayaan yang dimiliki orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Mawar Di Taman Hati (complete)
RomanceRancangan Tuhan pada setiap insan tentunya berbeda. Begitu hebatnya rancangan itu, terkadang membuat yang mengalaminya tidak memahami kondisi yang terjadi. Begitulah yang dialami oleh dua insan yang dipertemukan oleh rancangan indah tersebut, di seb...