27. Mempertaruhkan Harga Diri

194 26 5
                                    

Pasti lagi pada bersiap makan siang.

Aku temani, deh, dengan part baru ini.

Semoga jadi hiburan di jam istirahatnya.

Selamat membaca.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lio memasukkan mobil ke garasi setelah kembali dari bandara mengantar ayahnya. Dia berbenah dengan penampilannya sebentar, kemudian kembali ke garasi dan mengeluarkan alat transportasi andalannya menuju alamat yang sudah diberikan Abby pagi tadi. Hatinya mulai tak menentu, tetapi berusaha diredamnya sekuat mungkin. Apa pun yang akan terjadi nanti, Lio sudah menyiapkan hatinya. Namun, jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ada ketakutan akan kehilangan wanita yang sangat dicintainya. Entah akan seperti apa dia akan menjalani hidupnya kembali jika Abby tak lagi bersamanya.

Jalanan dari arah Pejompongan menuju Hang Tuah Raya lumayan padat. Jarak yang ditempuhnya tidak begitu jauh, tergolong dekat malahan. Hanya saja, sore itu bertepatan dengan para penghuni bangunan-bangunan tinggi di sekitar Sudirman sudah mulai memadati jalan. Lio memilih jalur ke arah Senayan, tidak melalui jalan utama agar tidak terjebak macet. Motor sportnya agak tersendat sedikit di Asia Afrika oleh kendaraan yang keluar masuk dua mall besar yang berhadapan. Setelah melewati area tersebut motornya kembali melaju tampa hambatan menuju tempat kediaman ibu kekasihnya. Memasuki kawasan Hang Tuah Raya, Lio memelankan laju motornya. Diamatinya nomor rumah yang tertera di gerbang. Tepat di depan rumah dengan nuansa klasik, bernomor lima, Lio berhenti. Suara motornya yang menderu dia matikan lalu memarkirnya tepat di depan jalan masuk. Pagar setinggi dua meter lebih dengan ornamen cutting berbentuk akar-akar pohon yang menjulur ke atas, tertutup dengan rapat. Perlahan pintu gerbang terbuka. Security berseragam warna gelap keluar dan menghampiri Lio.

"Selamat sore. Maaf, dengan siapa dan ada kepentingan apa?" tanya security itu dengan nada tegas.

"Sore. Saya, Lio. Saya ingin bertemu Ibu Laras."

Security tidak langsung menjawab, melainkan mengamati Lio penuh selidik. Lio tidak tersinggung. Baginya, itu adalah prosedur yang akan dijalankan oleh setiap security. Bahkan, biasanya mereka meminta ID card.

"Sudah ada janji sebelumnya?"

"Iya, saya diminta datang sore ini."

"Boleh saya lihat KTP-nya?"

Lio mengambil dompet dan mengeluarkan KTP yang diminta. Setelah itu, sang security masuk kembali ke posnya, kemudian keluar tak lama kemudian dan mengizinkan Lio masuk.

"Bawa aja motornya masuk, Mas." Cara security bersikap setelah kembali dari posnya, sedikit lebih ramah dari sebelumnya.

Tiba di depan pintu timbul keraguan dalam diri Lio untuk menekan bel yang terletak di sebelah kanan pintu. Seandainya Abby bisa mendampinginya tidak akan segugup ini yang dirasakannya. Tadi sebelum berangkat ke tempat ini Abby sempat menelponnya, memberikan semangat agar dirinya tetap tenang saat berhadapan dengan ibunya. Akan tetapi, sekuat apa pun Lio mencoba bersikap tenang, degup dalam dadanya mulai berulah. Lio mengatur napasnya. Setelah meyakinkan dirinya semua akan baik-baik saja tangannya pun menjangkau bel. Tidak berapa lama pintu kayu dengan sentuhan ukiran jepara pada handlenya, terbuka. Seorang wanita dengan penampilan yang sangat terkesan elegan, menggunakan dress selutut berwarna pastel berparas sangat cantik berdiri di depan pintu yang terbuka. Rambutnya dibiarkan tergerai di atas pundak. Dari wajahnya yang mirip dengan Abby, tanpa memperkenalkan diri pun, Lio sudah tahu jika wanita yang dari perkiraannya berumur lima puluhan adalah ibu dari kekasihnya itu. Tergesa Lio membungkuk memberi hormat dan menyapa.

Setangkai Mawar Di Taman Hati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang