Enjoy weekendnya ini dengan part baru ini.
Aku tahu kalian masih menebak-nebak akan ke mana muara ceritanya.
Yakinlah, cerita ini akan memberi nuansa baru, kok.
Jadi jangan lewatkan setiap partnya.
Selamat membaca.
Setelah bangun dan mendapati kabut tebal yang menutupi area rumah, Lio rasanya ingin kembali ke tempat tidur. Tadinya dia berminat menuruni tangga dan berolahraga sejenak di halaman. Begitu kakinya melangkah ke teras, rasa dingin menyergapnya. Kakeknya tertawa melihatnya kedinginan.
"Lama-lama juga terbiasa. Biasa kalau baru bertemu alam pengunungan seperti ini, tubuh masih butuh adaptasi. Sebaiknya mandi, biar tidak dingin lagi," nasihat Amril pada cucu satu-satunya yang akhirnya meringkuk di sofa, berusaha menahan rasa dingin.
"Bentar yang Kek, dingin banget ini." Lio makin merapatkan kaki dan tangannya. Giginya sampai gemeletuk menahan dingin. Gila, baru kali dia merasakan dingin yang seakan membekukan tulangnya, susah untuk bergerak.
"Nanti kakek minta Mina masakkan air panas untuk mandi." Cucu kesayangannya itu masih saja meringkuk di sofa, tak mampu bergerak menahan rasa dingin. Datang jauh-jauh mengunjunginya untuk membuka tabir yang berusaha ditutupnya rapat-rapat. Namun, Amril juga sadar, tidak selamanya menyimpan rahasia ini. Sudah saatnya Lio tahu masa lalu keluarganya.
Setelah kakeknya masuk ke ruang tengah, Lio berlari mengambil selimut di kamar dan kembali membenamkan dirinya di sofa. Rasanya sangat malas berbuat sesuatu dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Lio meniup jemarinya untuk memberi rasa hangat. Seandainya rumah kakeknya punya tungku, dia akan menjerang di situ mengusir rasa dingin. Semalam dia tidak merasakan apa-apa, bahkan bertelanjang dada. Lio hampir saja tertidur ketika terdengar suara kakeknya memanggil.
"Lio, mandi dulu. Air hangatnya sudah siap," suara tegas kakeknya terdengar dari ruang tengah. Tubuhnya masih berat. Lio bangkit kemudian melipat selimut, membawanya ke kamar dan kembali keluar bersiap untuk mandi. Kamar mandi berada di sisi sebelah kiri bagian belakang rumah, tak jauh dari tangga yang di atasnya terdapat dapur. Berbeda dengan rumah panggung lainnya di desa itu, kamar mandi di rumah kakeknya terletak di area belakang. Rumah panggung besar dengan halaman luas yang ditumbuhi beberapa pohon buah dan tanaman hias serta rumput jepang layaknya permadani menutupi hampir semua halaman, kecuali jalan setapak untuk naik ke rumah. Letak rumah agak jauh dari rumah-rumah lainnya sehingga tampak selalu sepi. Ada satu rumah panggung dengan ukuran kecil berada di samping kanan. Info yang Lio terima saat tiba kemarin, itu adalah rumah Daeng Ahmad dan keluarganya.
"Nak Lio, ini sabunnya," sebelum turun tangga Mina memberikan sabun mandi yang baru diambilnya di lemari pada Lio.
"Oh, nggak usah Bu. Saya bawa kok," tolak Lio dengan sopan. Dia memang terbiasa membawa perlatan mandinya sendiri kala bepergian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setangkai Mawar Di Taman Hati (complete)
RomansaRancangan Tuhan pada setiap insan tentunya berbeda. Begitu hebatnya rancangan itu, terkadang membuat yang mengalaminya tidak memahami kondisi yang terjadi. Begitulah yang dialami oleh dua insan yang dipertemukan oleh rancangan indah tersebut, di seb...