35. Tolong, Jangan Ambil Dirinya

248 31 2
                                    

Pagi yang rada mendung di luaran sana.

Semoga hati tidak semendung itu juga.

Tetap semangat menjemput hari.

Aku temani dengan part baru ini.

Selamat membaca.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lio melajukan motornya dengan kecepatan tinggi membelah kawasan Semanggi. Tidak dihiraukannya lagi gerakannya yang terburu-buru setelah menerima telepon telah mengundang tanya rekan-rekannya. Teriakan temannya yang memangil tidak didengarnya. Yang ada di pikirannya hanya doa dan harapan, agar Tuhan berkenan tidak mengambil wanita yang sangat dikasihinya. Walau harapan itu mungkin hanya sebatas doa.

Motornya dia pacu secepat yang dia bisa. Rasanya Lio ingin membawanya terbang melewati simpang susun Semanggi agar tiba dengan cepat di tempat kekasihnya. Matanya menyorot tajam lalu lintas yang mulai padat menjelang sore itu. Beberapa kali bibirnya mengeram frustrasi melihat kendaraan yang sangat lambat bergerak di depannya. Setelah melewati titik krusial di jalan, akhirnya dia tiba juga di tempat tujuan. Dia hanya memarkir motonya asal saja, bahkan helmnya sempat terjatuh saat akan menyampirkan di setang, lalu bergerak cepat menaiki lift.

Degup jantungnya seolah berhenti kala menyaksikan kondisi Abby. Kakinya seolah tidak menapak lagi dan berlari menghampiri tubuh kekasihnya yang sudah lemas tak berdaya. Suara minta tolong terdengar lirih dari bibir yang sudah tampak pucat. Tidak lama, Abby kembali muntah. Kali ini yang keluar sepenuhnya adalah darah.

"By!" Lio memekik. Tidak ada lagi yang dipikirkannya selain membawa Abby secepatnya ke rumah sakit.

***

Hati Lio tak menentu. Kepalanya dia sandarkan ke dinding sembari memejamkan mata. Kengerian masih membayang jelas di pelupuk matanya. Napasnya pun belum teratur. Walau Abby sudah ditangani dokter, ketakutan kehilangan wanita yang sangat dikasihinya itu begitu menyiksanya. Setelah berdiam lama dengan posisi itu, perlahan Lio membuka mata. Ada baiknya dia memberitahu keluarga Abby. Mungkin nanti dia akan dihujani pertanyaan. Namun tadi, sebelum Abby kehilangan kesadarannya, kekasihnya itu masih sempat menyampaikan sesuatu.

"Tolong jangan info ke bokap, apalagi nyokap penyebab penyakitku ini."

Lio sudah tahu maksud dari kalimat itu. Abby tidak ingin menyeret dirinya menjadi penyebabnya. Bagaimanapun, Lio merasa perlu menyampaikan pada orang tua Abby. Dia siap dihujani pertanyaan dari orang tua kekasihnya itu.

"Abby sakit?" suara di seberang sana terdengar panik begitu Lio menghubungi.

Lio menarik napas sejenak, sebelum menjawabnya. "Iya, Pak. Saat ini sudah ditangani dokter."

Sambungan telepon terputus saat Lio memberi tahu tempat Abby dirawat. Hatinya kembali tidak menentu menanti kedatangan orang tua kekasihnya itu. Akan seperti apa tanggapan mereka nantinya? Mungkin saja ini adalah kali pertama Abby sakit. Nada itu yang dia tangkap saat mendengar respons di telepon tadi. Diam-diam Lio menyalahkan dirinya. Kalau saja dia tidak nekad menyatakan perasaannya pada Abby, tidak akan mungkin ada kejadian menakutkan hari ini. Sayangnya, logikanya sudah tertutup oleh rasa cinta yang begitu kuat pada Abby. Pun sebaliknya dari Abby. Bahkan wanita itu bersiap dengan segala risikonya.

Setangkai Mawar Di Taman Hati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang