Anya tahu ada yang berbeda pagi ini. Tapi ia tidak tahu apa itu. Anya duduk dengan tenang di kursinya, menggigit rotinya dengan pelan sambil menatap Kenzie dan Jeremy bergantian. Matanya menyipit menatap keduanya. Sepertinya ada yang terjadi tanpa sepengetahuannya.
"Makanlah lebih banyak Jeremy." seru Kenzie dengan lembut.
"Baik ... Ayah." Jeremy membalas dengan canggung.
Anya tersenyum. Apa pun itu, hubungan keduanya sepertinya semakin dekat. Itu hal yang baik.
Kenzie menatap Anya yang berhenti makan.
"Tambahlah lagi. Makanmu sedikit sekali, Anya."
Anya menggeleng, memajukan bibirnya.
"Aku kenyang, Ayah."
Kenzie menghela napas. "Jika kamu makan sedikit seperti ini bagaimana kamu bisa tambah tinggi."
Anya manyun. "Aku akan minum susu lebih banyak!"
"Nutrisi itu harus seimbang." balas Kenzie.
"Akan lebih mudah mencari pacar yang lebih tinggi dariku jika aku pendek." canda Anya sambil tertawa kecil.
Kemudian ia melihat Kenzie dan Jeremy yang menatapnya dengan ekspresi tercengang.
Anya berhenti tertawa, ia lalu pura-pura melihat arlojinya, ia lalu memasang wajah panik.
"Astaga, Kak Jeremy kita harus berangkat sekarang!" Anya berdiri dari duduknya dan menarik Jeremy.
"Ayah, kami berangkat dulu." Anya memeluk Kenzie sekilas dan berlari keluar sebelum Kenzie sempat berbicara sepatah kata pun.
Anya duduk di sepedanya. Ia melihat mobil yang dipakai Aksa masih terparkir di depan rumah. Begitu pandangannya melihat sosok Aksa di dekat mobil, Anya melambaikan tangannya. Aksa terdiam saja, tidak membalas. Anya manyun. Ia pikir Aksa akan rindu padanya karena mereka tidak bertemu kemarin. Yah, Anya bisa memaklumi. Aksa masih belum membuka hatinya untuk Anya. Perlahan Anya. Perlahan.
"Apa yang kamu tunggu? Ayo berangkat." ujar Jeremy.
Anya melihat Aksa yang sudah berada di dalam mobil. Anya menghela napas, ia lalu mulai mengayuh sepedanya.
Aksa keluar dari rumah. Dari kejauhan ia melihat Anya yang sedang berlari keluar rumah bersama Jeremy. Anya terlihat sangat bahagia. Aksa memperhatikan seragam yang Anya kenakan. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat sedikit.
"Hari ini kamu tidak absen." gumamnya.
Saat mau masuk ke dalam mobil, mata Aksa bertemu dengan Anya. Anya tersenyum lebar dan mengangkat tangannya untuk menyapa dengan penuh semangat. Aksa terdiam di tempat, berdiri dengan canggung. Tangannya yang sedang memegang pintu mobil bergetar.
Aksa berada dalam dilema.
Haruskah ia membalas lambaian Anya?
Tangan Aksa terlepas dari pintu mobil. Begitu ia ingin membalas lambaian tangan Anya, Aksa berhenti dan masuk ke dalam mobil.
"Kita berangkat." kata Aksa.
Pak Udin mengintip kaca mobil. Wajah Aksa terlihat sangat merah.
"Tuan Muda, Anda baik-baik saja?"
"Hm." Aksa bergumam tidak jelas. Ia tidak tahu mengapa wajahnya sangat panas dan jantungnya berdebar tidak menentu.
Bukankah ini tidak normal?
Aksa melihat tangannya dalam diam. Ia lalu melihat keluar jendela mobil, ada Anya dan Jeremy yang sedang mengayuh sepeda.
Tangan Aksa bergerak sedikit membentuk lambaian, mengarahkan ke Anya meski gadis itu tidak bisa melihatnya. Aksa menurunkan tangannya dan memegang dada kirinya. Ia bisa merasakan debarannya.
"Apa ini rasanya memiliki teman?" Aksa tersenyum kecil.
.
.
.
19 Juni 2021
.
Hua, terima kasih atas doa kalian. Responsiku berjalan lancar dan dipermudah :)
.
Sebagai hadiah, aku akan update 2 kali hari ini
.
Hanya saja, satu chapternya menyusul setelah aku selesai makan ya, hehehe
.
Selamat Menikmati
.
Red
KAMU SEDANG MEMBACA
DAN (END) - SEGERA TERBIT
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!!! BOLEH SUKA TAPI KALAU SAMPAI COPY PASTE, UBAH NAMA ATAU INTINYA PLAGIAT! INGAT, ITU DOSA!!!! JIKA KALIAN MENEMUKAN PLAGIAT TOLONG BERITAHU. TERIMA KASIH . . . Anya Kirania Pratista mendapatkan ingatan masa depan lewat sebuah mi...