Jeremy duduk di samping Anya sambil mengerjakan tugas rumah yang diberikan guru hari ini. Setelah pulang sekolah dan berganti pakaian, Jeremy langsung menuju rumah sakit tanpa menunda-nunda waktu.
Seharian ini Jeremy tidak bisa berkonsentrasi dan terus saja memikirkan Anya yang sendirian di rumah sakit. Jeremy tidak mau Adiknya bosan karena bersama Kenzie yang tidak cocok bergaul dengan anak muda. Saat Jeremy sampai, Anya masih tertidur pulas.
Kenzie duduk di sofa sambil mengerjakan pekerjaan kantornya yang sempat tertunda. Ponsel Kenzie bergetar, sebuah panggilan masuk datang.
"Sudah selesai?" Suara Kenzie bergema di ruangan. Kenzie melihat Anya yang tertidur dan berjalan ke teras. Pihak sana berbicara beberapa patah kata, Kenzie mendengarkan kemudian membalas, "Tidak. Aku akan mengambilnya sendiri di bawah." Kenzie lalu mengakhiri teleponnya.
Kenzie menatap Jeremy. "Aku akan ke bawah sebentar." serunya.
"Lama pun tidak masalah." balas Jeremy, masih saja kesal dengan masalah sebelumnya.
Kenzie tertawa geli. Tidak berkata apa- apa lagi dan turun ke halaman parkir rumah sakit untuk bertemu bawahannya. Selepas Kenzie pergi hanya ada Jeremy dan Anya yang tersisa.
Pintu ruang rawat Anya terbuka lagi, Jeremy sempat mengira bahwa Kenzie kembali lagi namun begitu ia berbalik ada dua sosok asing yang memandangnya.
Jeremy menaikan alisnya. Apa kedua orang tua di depannya salah kamar?
Keenan menatap ke arah istrinya, Reina. "Sayang, apa hanya penglihatanku saja atau anak kita menjadi remaja lagi?"
Reina terkikik geli di samping Keenan. Ia masuk ke dalam ruangan, berdiri di samping Jeremy dan memperhatikan wajah remaja itu dengan saksama. Benar-benar mirip dengan Kenzie. "Kamu pasti Jeremy, 'kan?"
Jeremy mengangguk. Kemudian Reina menatap Anya yang tertidur. "Lalu ini Anya?"
"Iya." Jeremy menatap Reina, mencari dalam ingatannya sosok Reina namun Jeremy yakin tidak pernah bertemu dengan Reina ataupun Keenan. Ya, meski Keenan terasa sedikit akrab dengan seseorang. "Maaf, apa aku mengenal Bibi?"
Reina tersenyum lembut. "Maafkan orang tua ini yang lupa memperkenalkan diri. Aku adalah Ibu Kenzie jadi secara otomatis aku nenek kalian." Keenan ikut berdiri di samping Reina. "Lalu ini Ayahnya Kenzie. Kamu bisa memanggilnya Kakek." Reina memperkenalkan dirinya dan juga Keenan.
"Bocah ini terlalu mirip dengan anak itu." Keenan mencubit pipi Jeremy. Menarik-nariknya sambil memeriksa setiap sudut wajah Jeremy. "Kita hanya tidak bertemu dengannya selama beberapa bulan dan tiba-tiba saja kita menjadi kakek-nenek."
Reina memukul tangan Keenan yang masih bermain di pipi Jeremy. "Kamu menakutinya!"
Keenan melepaskan tangannya dari pipi Jeremy dan mendengus. "Anak itu masih saja melakukan sesuatu tanpa bertanya pendapat kita. Bahkan saat cucu kita sakit, kita harus mendengarnya dari Pak Sam. Kapan anak itu akan tumbuh dewasa?!" keluhnya.
Reina mengabaikan keluhan Keenan dan duduk di seberang Jeremy. "Dia sangat cantik sama seperti Kirania." Reina mengusap pipi Anya, Jeremy merasa wanita di depannya tidak akan menyakiti Anya jadi ia tidak menghentikannya. Lagi pula, mereka memperkenalkan diri sebagai orang tua Kenzie.
Usapan Reina membuat Anya membuka matanya. Ia melihat Reina yang tersenyum. Anya berkedip beberapa kali sebelum duduk. "Berbaring saja." ingat Jeremy.
Anya menggeleng. "Aku sudah terlalu banyak berbaring."
Anya melihat Reina dan Keenan yang menatapnya, ia tidak mengenal kedua orang ini. "Kakak?" Anya memegang tangan Jeremy, menjadi gugup seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAN (END) - SEGERA TERBIT
Fiksi RemajaDILARANG PLAGIAT!!!! BOLEH SUKA TAPI KALAU SAMPAI COPY PASTE, UBAH NAMA ATAU INTINYA PLAGIAT! INGAT, ITU DOSA!!!! JIKA KALIAN MENEMUKAN PLAGIAT TOLONG BERITAHU. TERIMA KASIH . . . Anya Kirania Pratista mendapatkan ingatan masa depan lewat sebuah mi...