Mereka berdiri di depan gerbang sekolah lama Anya dan Jeremy.
Anya menatap ke dalam dengan perasaan risau. Ia tidak mau bertemu Derren. Anya tidak tahu bagaimana ia akan bereaksi setelah mendapatkan mimpi buruk tentang Derren setiap tidur.
Saat mendapatkan mimpi untuk pertama kalinya, mereka melarikan diri di pagi buta, Anya pergi tanpa bertemu siapa pun yang berhubungan dengan mimpinya. Jadi, Anya tidak tahu. Apa yang akan terjadi padanya jika ia melihat salah satu dari mereka.
Anya menyentuh ujung pakaian Kenzie. "Ayah, aku tidak mau masuk ke sana." katanya jujur.
Kenzie langsung teringat dengan lebam yang ada di tubuh Anya. Kenzie menatap sekolah itu dengan emosi yang mulai memuncak.
Terlintas di kepalanya untuk menghancurkan sekolah yang sudah mengabaikan kedua anaknya.
Apa Anya juga menerima kekerasan fisik di sini. Membayangkannya membuat Kenzie menjadi sangat marah.
Kenzie tersenyum pada Anya dan mengangguk. "Tidak perlu dipaksakan. Ayah yang akan mengurus surat pindah sekolah kalian. Jeremy tunggulah di sini bersama Anya."
Jeremy mengangguk. Tanpa disuruh pun ia sudah berniat untuk bersama Anya dan tidak akan melepaskannya.
Kenzie masuk ke dalam sekolah, kembali ke auranya yang dingin dan tidak mudah untuk didekati.
Anya menatap punggung Kenzie yang semakin menjauh lalu menatap Jeremy.
"Kak, aku haus. Kita pergi ke toko dekat taman, ya?"
Lokasi taman dan sekolah mereka sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi cukup untuk Anya menghindar dari kebetulan bertemu dengan Derren.
Ini masih jam sekolah, seharusnya selama tidak berada di area dekat sekolah, Anya bisa menjauh dari Derren, 'kan?
Sayangnya, Anya melupakan satu hal. Derren bukanlah murid yang patuh dan mengikuti kelas dengan benar.
Jeremy setuju begitu saja.
Anya dan Jeremy berjalan berdampingan. Mereka melewati taman, Anya tersenyum menatap bunga yang ditanam di pinggir taman.
Kebanyakan bunga mawar. Anya memperhatikan mawar putih yang ditanam. Terlihat sangat cantik dan bercahaya di bawah matahari.
Tampak seperti cerita di dongeng. Apalagi karena hari ini masih hari kerja, tidak banyak orang di taman.
Taman terlihat sangat indah dan juga sepi.
Seperti perinya.
Pandangan Anya beralih dari bunga mawar ke lelaki yang berbaring di kursi taman.
Pakaian rumah sakit yang dikenakannya terlihat sangat mencolok.
Di hari yang bisa di bilang panas ini, lelaki itu berbaring dengan tenang tanpa pelindung. Matanya tertutup.
Anya mengerutkan keningnya, apa ia pasien yang melarikan diri? Atau sedang cosplay menjadi pasien?
Dengan alasan apa pun, lelaki itu pasti memiliki masalah dengan otaknya karena berbaring di teriknya matahari.
Anya menarik Jeremy untuk mendekat.
"Kak, lelaki itu terlihat aneh, bukan?" tanya Anya sedikit berbisik pada Jeremy.
Jeremy memperhatikan lelaki yang di maksud oleh Anya.
"Sedikit." Jeremy menatap Anya dan menghela napas. "Setiap orang punya masalahnya sendiri. Adikku juga, 'kan?"
Anya mengulum bibirnya. Jeremy baru saja menyindirnya.
Mereka berhenti mengamati taman dan masuk ke dalam toko. Anya mengambil air mineral begitu pula Jeremy.
"Apa kita belikan untuk Ayah juga, Kak?"
Jeremy mengangguk. "Boleh."
Anya mengambil satu lagi air mineral untuk Kenzie.
Anya melihat cuaca di luar yang sedang panas, ia menghela napas. Mengambil lagi satu botol air mineral. Anya melihat payung yang dijual, ia mengambil satu juga.
Jeremy menatap payung yang dipegang Anya. "Untuk apa payung itu?" tanyanya.
"Untuk pasien rumah sakit." jawab Anya sekenanya.
.
.
.11 Februari 2021
.
Huaa, di wattpad sudah chapter 40 ya. Banyak sekali😂
.
Mau tahu berapa chapter di wordku untuk sampai chapter 40 ini?
.
.
.9 chapter dengan 21k kata😅
.
Hasil tes paternitas bahkan belum keluar
.
Kalau ternyata Anya ataupun Jeremy bukan anak Kenzie bagaimana ya? Aku sempat terpikirkan hal ini😌
.
Red
KAMU SEDANG MEMBACA
DAN (END) - SEGERA TERBIT
Ficção AdolescenteDILARANG PLAGIAT!!!! BOLEH SUKA TAPI KALAU SAMPAI COPY PASTE, UBAH NAMA ATAU INTINYA PLAGIAT! INGAT, ITU DOSA!!!! JIKA KALIAN MENEMUKAN PLAGIAT TOLONG BERITAHU. TERIMA KASIH . . . Anya Kirania Pratista mendapatkan ingatan masa depan lewat sebuah mi...