79. Menunggu

10K 1.6K 120
                                    

Di sekolah, menunggu Anya sudah seperti kegiatan tambahan untuk Aksa. Ia akan memeriksa pintu setiap kali mendengar seseorang masuk.

Entah sudah berapa kali Aksa memeriksa pintu hari ini. Aksa berangkat terlalu cepat, apa sebaiknya ia berangkat sedikit lebih lama?

Murid kelas sudah mulai berdatangan satu per satu. Aksa tidak pernah meninggalkan pandangannya dari pintu. 

Jeremy masuk ke dalam kelas dengan menggerutu. Masih terlihat kesal akan Ayahnya yang bersikap kekanakan. 

Jantung Aksa berdebar, ia menekan pulpen hingga jarinya memutih. Aksa menunduk, kemudian melirik pintu lagi, ia tidak mau Anya tahu bahwa ia menunggunya.

Tapi setelah cukup menunggu hingga Jeremy duduk di kursinya dan membuka buku pelajaran, tidak ada batang hidung Anya melewati pintu kelas.

Aksa menatap punggung Jeremy dengan heran, ingin bertanya mengapa Anya tidak ada namun ia tidak berteman dengan Jeremy. Mereka tidak dekat hingga bisa berkomunikasi.

Di saat seperti ini, hanya satu orang yang bisa Aksa pikirkan untuk bertanya. 

Malik!

Sebelumnya hanya Malik yang menyadari bahwa Anya tidak hadir. Kali ini juga pasti sama. 

Aksa menatap ke arah Malik, menunggu lelaki itu bertanya pada Jeremy. Namun, Malik terlalu sibuk bertanya kepada yang lain untuk meminta contekan tugas hari ini. Ia sama sekali tidak memperhatikan bahwa Jeremy tidak datang bersama Anya.

Alis Aksa naik satu. Aksa memegang pelipisnya. Apa yang harus ia lakukan? Ia juga tidak dekat dengan Malik! 

Sejujurnya, ia tidak pernah berbicara dengan satu pun teman sekelasnya. Aksa tidak suka kebisingan dan menurutnya berteman hanya akan membuang waktu.

Lagi pula, semua akan menjauh jika mengetahui masa lalunya. Dari dulu selalu seperti itu. Berteman dengan Anya pun merupakan taruhan terbesar yang pernah Aksa lakukan.

Seseorang bisa hidup dalam kegelapan jika tidak pernah melihat cahaya. Jika cahaya menghilang saat sudah memberikan kehangatannya, apa yang akan terjadi?

Aksa menghela napas pelan. Sekarang Aksa hanya ingin tahu alasan Anya belum juga hadir. Aksa menganggukan kepalanya. Ia sudah memutuskan. Aksa mengambil buku tugasnya, berjalan ke arah Malik kemudian memberikannya. Buku tugas itu terulur dengan manis di depan Malik.

Malik menatap Aksa tidak terduga. Mereka tidak pernah berbicara sejak sekolah dimulai, Malik tidak menyangka bahwa Aksa akan datang menolongnya saat ia membutuhkan seperti ini.

Jika Malik pikirkan, mengapa dirinya tidak pernah mendekat ataupun berbicara pada Aksa. Malik menatap Aksa yang masih berdiri di hadapannya. 

Kulitnya putih pucat, matanya sedikit tertutupi poni sehingga tidak terlihat dengan jelas namun menatap dari bawah Malik dapat melihat bahwa mata Aksa sangat indah. 

Malik berdeham. Meski Aksa adalah saingan cintanya, Malik harus mengakui bahwa Aksa tampan. Tentu saja, dirinya lebih tampan.

Malik menerima buku tugas Aksa. "Terima kasih. Aku akan menyalinnya dengan cepat lalu mengembalikannya padamu!" 

Malik membalik beberapa halaman kemudian memfokuskan diri sepenuhnya untuk menyalin.

Aksa menatap Malik yang menunduk. Tangannya bergerak cepat untuk menyalin jawaban Aksa. Bukan ini yang Aksa mau! Kenapa Malik tidak menanyakan Anya pada Jeremy?! 

Masalahnya yang mencari contekan sudah teratasi bukankah Malik seharusnya sadar bahwa Anya tidak ada! 

Aksa kembali ke kursinya dengan perasaan tidak senang. Usahanya sia-sia. Dan sekarang buku tugasnya sedang dipakai Malik. Aksa menghela napas.

Pintu kelas terbuka, Wendi datang dengan peluh seperti biasa. Aksa menatap Wendi dengan antusias. 

Kali ini Aksa pasti mendengar kabar Anya, 'kan?! 

Anya selalu mengucapkan pagi pada Wendi. Memberikan sapu tangannya dan menanyakan kondisi Wendi setiap pagi.

Pasti Wendi akan menanyakan keberadaan Anya! Aksa duduk dengan tidak tenang. Menunggu Wendi untuk bertanya.

Wendi tidak sengaja melihat Aksa yang fokus memandangnya. Wendi kebingungan. 

Apa ia melakukan kesalahan pada teman sekelas ini? 

Aksa selalu duduk di kursinya, menatap keluar jendela dan memancarkan aura yang membuatnya tidak mudah didekati. Duduk di depan Aksa membuat Wendi nyaman. 

Lelaki itu tidak berisik, tidak juga mengganggu dan menegurnya yang selalu tertidur di kelas. Mereka tidak pernah melakukan sesuatu yang dapat menyinggung satu sama lain. Namun, ada apa dengan Aksa hari ini?

Wendi duduk di kursinya dengan perlahan. Ia melirik sekilas pada Jeremy kemudian ke kursi belakang. Aksa masih menatapnya. Wendi mengalihkan perhatiannya. 

Tidak terduga! Sebenarnya apa yang Aksainginkan darinya?! Wendi bahkan melupakan dahaga yang menghantuinya beberapa saat yang lalu. 

"Jeremy." panggilnya.

Jeremy berhenti membaca. Menoleh pada Wendi. "Ada apa?" tanyanya.

Ini dia! Aksa menajamkan pendengarannya.



.

.

.

15 Juli 2021

.

Malam.

.

Mm, pengikutku itu tidak banyak. Ceritaku juga berada di barisan belakang dari cerita terkenal lainnya. Jadi, aku tidak terlalu berpikir ceritaku ada yang mau plagiat.

.

Tapi, semisalnya ... Semisalnya ada. Tolong beritahu aku ya :)

.

Entah covernya sama, alur cerita, seluruh nama karakternya ataupun baru dugaan kalau ada yang plagiat. Beritahu aku biar aku bisa memastikannya sendiri

.

Aku jarang menggunakan wattpad untuk membaca cerita penulis lainnya. Fokusku hanya untuk menulis di sini, jadi akan sulit bagiku untuk mengetahui bahwa ada yang plagiat

.

Jadi, mohon kepada teman-teman untuk selalu memberi kabar jika melihat tanda-tanda plagiat ya

.

Tidak harus cerita "DAN", semua cerita yang aku tulis. Baik itu "Antagonis Touch", "Drama Zanna", "Cintamu Surgaku" dan cerita lainnya

.

Oke, sekian dari aku. Mohon bantuannya ya

.

Jangan lupa untuk berkomentar

.

Jaga kesehatan selalu

.

Selamat Membaca

.

Red

DAN (END) - SEGERA TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang